48 : Terungkap

274 34 15
                                    

Waktu berlalu cepat setelah hari itu. Tak terasa, sebulan telah berlalu setelah hari dimana Pinkan pertama kali diajak kerumah nenek Ridho.

Kini Ridho dan Pinkan makin dekat, sering chattingan, sering mengobrol bersama, sering pergi ke kantin bersama, bahkan mereka beberapa kali jalan bersama.

Dan Fauzan juga sudah mundur teratur sejak sebulan lalu, kurang lebih setelah dua hari sejak kedekatan Pinkan dan Ridho makin terlihat.

Ya, memang Fauzan tetap dekat dengan Pinkan, namun Gadis itu sudah menganggap Fauzan sebagai sahabatnya, orang kepercayaannya. Pinkan bahkan sempat curhat beberapa kali dengan Fauzan. Tapi sudah. Hanya itu, tidak lebih.

Walau Fauzan makin terlihat murung kala melihat Pinkan bersama dengan Ridho. Tapi tidak ada yang menyadarinya selain Geanno.

Geanno juga berperan dengan baik sebagai pengembali keceriaan Fauzan, sebagai teman cowok itu ketika galau sekaligus menjadi pendukung Ridho yang entah mengapa terlihat berbeda sekarang. Tidak main-main dengan Pinkan, --alasan yang membuat Fauzan mundur dan memilih memendam rasanya--.

Sedangkan Yogi, memang pada dasarnya cowok itu tidak peka, ia bahkan tak merasakan aura berbeda yang ditunjukkan oleh Ridho dan Fauzan. Ia masih tetap berpikir bahwa Ridho dan Fauzan terlibat taruhan konyol itu. Dan yah, yang mengejutkan, cowok itu juga dekat dengan Inggit, sesuatu yang sempat membuat Geanno khawatir. Ia mengenal Inggit. Gadis itu memiliki rahasia besar. Geanno takut Yogi tersakiti karena rahasia itu, tapi Inggit sudah menjanjikan sesuatu pada Geanno, tidak akan melukai sahabatnya, jadi semestinya ia tidak terlalu mengkhawatirkan Yogi.

Dan yah, sekarang saatnya Geanno dan teman-temannya beristirahat, melepas penat dari semua beban pelajaran.

Minggu lalu, ulangan tengah semester diadakan, dan tentu saja, sekarang tengah class meeting.

Class meeting belum dimulai. Harus ada apel pagi. Namun, Ridho, Geanno, Fauzan dan Yogi terlalu malas mengikuti apel itu. Jadi karena itulah mereka berempat disini, di roof top sekolah. Duduk, sambil memakan kuaci.

Semula kondisi hening, mereka mencoba tak membuat suara agar tak ketahuan bolos apel, sampai setelah suara mik terdengar, mereka baru bernafas lega. Apel dimulai, dan mereka tidak tertangkap.

"Huy!"

Seruan Yogi terdengar pertama kali, membuat perhatian Ridho, Geanno dan Fauzan teralih padanya. Mereka bertiga kompak menampilkan ekspresi 'kenape?' pada Yogi.

"Dare lu njir!" Yogi langsung berseru sewot, menatap Ridho dengan gemas.

Ridho menyengir lebar. "Lah lu gak liat sebulan ini?" Katanya riang, menaik-turunkan alisnya tengil.

Yogi menyerit. "Hm, benar juga." katanya. Jeda sejenak, "tapi lu kan harus nembak terus jadian seminggu terus putus!" lanjut Yogi menggebu.

Ridho mengangguk kecil, asyik membuka kuacinya lalu melemparkannya ke dalam mulut.

Reaksi Ridho terlalu tenang, membuat Fauzan dan Geanno mendelik kecil, merasa ragu bahwa Ridho serius dengan Pinkan.

Apakah...dugaan Geanno dan Fauzan salah?. Lalu apakah keputusan Fauzan untuk mundur salah?. Semoga tidak. Karena jika Ridho masih main-main, Fauzan dan Geanno tidak akan tinggal diam.

Fauzan sudah berjanji tidak akan membiarkan Pinkan sakit hati, sedangkan Geanno sudah berjanji pada gadis itu bahwa ia tidak akan mengusik temannya apabila gadis itu tidak mengusik teman Geanno. Gadis itu menepati janjinya, dan Geanno juga harus begitu.

Yogi merengut melihat reaksi Ridho itu. "Kapan nyet kapan?! Kapan lu nembak Pinkan?? Itu dare udah lewat sebulan!" serunya sebal.

Ridho berdecak. "Elah santai si nyet." balasnya ikut ngegas. Jeda sejenak, "Lusa deh setelah tanding basket gua tembak Pinkan. Gak usah bacot." katanya santai, tanpa beban.

Sedangkan tanpa mereka berempat sadari, ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dengan tatapan kecewa.

Yogi berujar lagi, kali ini nadanya luar biasa riang. "NAH GITU DONG RIDHO SANG BUAYA!"

Lagi-lagi Ridho hanya tersenyum kecil menanggapi, membuat salah satu gadis yang memperhatikan mereka menghela nafas sesak dan menarik tangan temannya pergi.

"Ayo Git. Pinkan gak jadi nyari Ridho." katanya parau sebelum akhirnya berjalan pergi.

Ya, dua pasang mata yang memperhatikan sejak tadi itu adalah mata milik Pinkan dan Inggit. Dua orang yang ditugaskan mencari Ridho serta rombongan untuk mengikuti foto bersama kelas sehabis apel. Niatnya dua orang itu ingin mengejutkan mereka berempat, namun ternyata malah Pinkan yang mendapat kejutan.

Namun, cara kerja semesta memang kejam. Karena setelah Inggit dan Pinkan melangkah pergi, Ridho baru menarik nafas panjang lalu mengucapkan sesuatu dengan tegas.

"Tapi gua mau bilang sesuatu. Setelah gua nembak, gua gak mau mutusin Pinkan. Gua kalah dare. Terserah mau dihukum apaan. Gua tulus sama Pinkan." Ujar Ridho tegas.

Membuat Yogi membelalak kecil sebelum akhirnya tersenyum lebar.

"Ah anjir, akhirnya temen gua jatuh cinta! Itu hukumannya! Hukuman dari gua adalah lu jadi bucin!" Ujar Yogi riang sebelum akhirnya melompat ke arah Ridho, merangkulnya riang, disusul oleh Fauzan dan Geanno.

Mereka berempat jadi berangkulan riang.

Walau itu sudah terlambat, karena di sisi barat sekolah, tepat di belakang kantin yang tersembunyi, Pinkan tengah menangis pilu di pelukan Inggit. Bahunya berguncang hebat, membuat Inggit ikut terisak pelan, merasakan kesedihan gadis itu.

Kesedihan yang teramat dalam, membuat Inggit membatin penuh dendam. Lu ingkar janji Ge, lagi. Dan kali ini akan gue balas. Lu udah buat temen gue luka. Dan gue gak bisa tinggal diam.

***

Baper -SELESAI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang