45 : Jalan?

156 26 2
                                    

Setelah beberapa lama, pekerjaan Ridho dan Pinkan akhirnya selesai juga.

Ridho segera melakukan perenggangan tangan, sedangkan Pinkan langsung meminum lemon tea nya ganas.

Haus coy, habis ngediktein materi sepanjang tol Cipularang. Ea, hiperbola si Pinkan.

Setelah meminum lemon tea nya, Pinkan segera mengambil ponselnya, lalu mengecek jam.

Jam 11.56.

Pinkan mendengus kecil. "Dari tadi kok baru jam 12 sih!" gerutu gadis itu sebal.

Dahi Ridho berkernyit, "Hm? Kenapa emang?" tanyanya jadi bingung sendiri melihat reaksi Pinkan yang nampak tak senang itu.

"Gue dirumah sendiri. Orang rumah lagi pada pergi ke tempat sodara. Karena gue ada kerja kelompok, gue ditinggal deh. Sendiri di rumah sampai jam 5 atau 6 sore, gabut bener." curhat Pinkan jadi merengut sebal.

Mata Ridho membelalak kecil, yang tak lama berganti dengan binar bahagia, ekspresi seperti ia baru saja menemukan gagasan terbaru dan terpopuler abad ini. Namun ekspresi itu segera ia ganti dengan ekspresi datar. "Oh." tanggapnya atas curhatan Pinkan tadi.

Pinkan mendelik mendengar itu. "Cuma 'oh'? 'Oh' doang? Setelah gue ngomong panjang lebar??" balasnya jadi sewot.

Ridho tersenyum tipis melihat itu. Terpancing, batinnya riang. "Terus gimana? Masa iya gua mau bilang 'yaudah santai, ikut gua aja yuk jalan?' gitu??" ujar Ridho sok bercanda, walaupun hatinya kembali meneruskan, ayo Pin, kepancing lagi emosinya, terus terima ajakan jalan gua.

Pinkan cemberut mendengar itu, namun jadi membalas sewot. "Iya! Harusnya lu bilang gitu!!"

Pancingan kedua, sukses. Ridho lagi-lagi membatin riang. Laki-laki itu mati-matian menahan senyum tengil yang hampir muncul.

"Oh, berarti mau nih diajak jalan?" tembak Ridho telak, membuat wajah Pinkan yang semula keruh jadi tersentak kecil.

"Eh?"

"Yaudah deh. Yuk jalan." lanjut Ridho riang, kini bangkit dan segera memakai tas berisi laptopnya di bahu dan segera menggenggam lengan Pinkan pelan dan menariknya lembut.

Membuat Pinkan yang masih terkejut jadi tertarik begitu saja.

Dan setelah beberapa langkah, kesadaran Pinkan kembali.

Harusnya ia menolak tawaran Ridho, atau minimal sok mengomeli Ridho yang asal tarik tangannya saja, namun gadis itu justru tersenyum kecil, menurut saja saat Ridho menariknya keluar dari area cafe dan menggiringnya ke mobil.

Memang aneh, tapi... tak apa Pinkan senang.

***

Baper -SELESAI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang