47 : Rasa?

195 27 2
                                    

Mulanya Ridho asyik berjalan didepan nenek, berusaha mencari Akung nya, sang kakek.

Namun setelah menyadari bahwa sang nenek berhenti sambil membisikkan sesuatu pada Pinkan dengan ekspresi penasaran nan tengil, Ridho jadi berhenti berjalan, lalu putar balik begitu saja.

"Ih nenek jangan nanya yang enggak-enggak sama Pinkan." katanya dengan nada merajuk.

Ya, inilah Ridho yang sangat manja pada sang nenek. Membuat cowok itu jarang mengajak temannya ke rumah sang nenek walaupun tempat ini sangat nyaman dan luas. Takut image cool nan tengil nya hilang tak berbekas.

Namun, bersama Pinkan entah mengapa terasa lain. Laki-laki itu percaya pada gadis itu, entah mengapa.

Jadi wajar saja sebenarnya sang nenek menatap Pinkan dengan pandangan tertarik seperti itu. Ridho memang dekat dengan banyak gadis, namun ia tidak pernah mengajak mereka menemui keluarganya.

Ya, belum pernah sampai saat ini.

"Aduh pelit bener cucu nenek ini! Gak akan nenek rebut gak!" balas sang nenek lucu. Jeda sejenak, "Eh iya, nama nduk ayu sopo?" Lanjut nenek Ridho.

Pinkan tersenyum malu-malu, entah karena bisikan nenek Ridho tadi atau karena dia kini benar-benar menjadi perhatian nenek. "Eum... Pinkan nek." jawab gadis itu akhirnya.

Nenek tersenyum, menggandeng lengan Pinkan lembut sembari berujar geli. "Aduh gak usah malu-malu. Yuk kita cari Akung, kenalin kamu ke dia. Pasti Akung seneng, si Idho bawa gadis!" ujarnya ceria, lalu menarik Pinkan menjauh.

Membuat Ridho yang menatap mereka diam-diam merasa khawatir.

Dia tidak salah kan membawa Pinkan kemari?

Dia menghela nafas sejenak, sebelum memilih mengikuti nenek dan Pinkan yang kini telah menghilang di telan lorong.

Namun setelah cowok itu mendekat ke arah yang dituju Pinkan dan nenek, senyumnya justru terbit begitu saja, melihat nenek, kakek dan Pinkan yang tertawa-tawa entah membicarakan apa.

Hatinya meringan, memperhatikan senyum Pinkan yang lebar dari jauh dengan tatapan berbinar.

Tak sadar, tatapan cowok itu begitu intens, seperti orang buta yang baru pertama kali melihat cahaya matahari.

Dan tepat saat ini, Ridho sadar, dirinya telah jatuh pada Pinkan. Bukan sekedar main-main lagi.

"Loh? Dho? Ngapain disitu? Sini, ajak Pinkan main ke taman rahasia sana. Kamu kesini juga mau nunjukin itu toh?" Suara kakek terdengar, membuat Ridho yang semula melamun menatap Pinkan jadi tersentak kecil.

Cowok itu maju, mencium tangan sang kakek lalu mengangguk.

"Iya kek. Ini mau pergi ke taman." Katanya. Jeda sejenak, "Ayo Pin." lanjut Ridho.

Pinkan nampak bingung, namun setelah gadis itu menatap nenek seolah bertanya dan nenek mengangguk setuju, Pinkan segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke sisi Ridho.

Membuat Ridho yang melihat interaksi sang nenek dengan Pinkan tersentak kecil, seolah menyadari sesuatu. Sang nenek sudah dekat dengan Pinkan. Bagaimana bisa? Sang nenek termasuk tidak mudah akrab dengan sembarang orang.

Dan lagi-lagi hatinya meringan menyadari sebuah fakta.

Pinkan memang istimewa.

Dan Ridho meyakini fakta tersebut.

Karena hanya Pinkan yang mampu membuat Ridho berdebar seperti saat ini. Jantungnya seperti habis lari maraton. Dasar lemah.

Sedangkan keadaan tak jauh berbeda juga diam-diam terjadi pada Pinkan.

Walau bersikap tenang seperti biasa, jantungnya justru berkhianat. Jantungnya berdebar tak terkendali dengan kurang ajar. Membuat Pinkan merutuk kecil.

Sial. Apakah...kali ini hatinya telah jatuh?

"Nah sampai!"

Seruan Ridho mengagetkan Pinkan yang tengah melamun, membuat gadis itu refleks berjengit kaget, dan sayangnya tersandung kakinya sendiri.

Pinkan pasti sudah jatuh, andai saja Ridho tak menangkap pinggangnya dan menahannya. Membuat adegan roman picisan yang terjadi dengan Fauzan dua hari yang lalu terulang kembali. Namun kali ini dengan Ridho.

Dan mereka juga bertatapan. Sejenak. Karena Pinkan tersadar lebih dulu akibat detak jantungnya yang menggila, menggedor tulang rusuknya keras seolah jantung itu akan loncat dari tempatnya.

Membuat Pinkan kali ini benar-benar merutuk kecil, lalu mengumpat dalam hati. Sial. Ia yang tersandung, tapi justru hatinya terjatuh.

Canggung menyerang sesaat kemudian, membuat Pinkan merutuk kecil. Ini salahnya, ia tidak bisa membuka topik setelah menyadari fakta mengejutkan mengenai hatinya sekarang.

Sampai kemudian...

"Bunganya cantik ya."

Celetukan Ridho memecah hening, membuat Pinkan seolah sadar sekelilingnya yang dipenuhi bunga aneka warna.

Dan semudah itu, suasana yang semula canggung kembali mencair.

Dengan dua hati milik dua insan yang berdetak lebih cepat menjadi teman sampai hari itu berakhir.

***

Baper -SELESAI-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang