sepuluh

198 48 13
                                    
















Seongwoo terbangun saat dirinya hendak berbalik karena merasa ada yang menghalanginya.

Perlahan dia memutar posisi tidurnya setelah menyadari ada Kei yang tertidur di sampingnya.

Sambil tersenyum, tangannya terulur merapikan rambut Kei yang menghalangi wajah tenangnya. Setelah mengusap lembut pipi Kei, Seongwoo meletakkan tangannya di pinggang Kei. Kemudian ia kembali melanjutkan tidurnya.

Dini hari, Kei membuka matanya perlahan. Ia cukup terkejut mendapati wajah Seongwoo yang tengah tertidur begitu dekat dengan wajahnya, bahkan ia bisa merasakan hembusan napas teratur dari Seongwoo membuat Kei menahan napasnya tiba-tiba.

Degup jantungnya yang sudah tidak bisa lagi dikontrol membuat Kei ingin bergerak menjauh dari tubuh Seongwoo, namun tangan Seongwoo yang melingkar di pinggangnya membuat Kei mengurungkan niatnya.

Oh tidak, itu hanya alasan saja. Di sisi lain hatinya, Kei justru ingin berlama-lama menatap wajah kekasihnya. Kei tidak ingin Seongwoo melepaskan pelukannya saat ini sampai membuat laki-laki itu terbangun. Kei merasa nyaman berada di posisinya saat ini.

Dengan harapan tidak mengusik tidurnya, Kei memberanikan diri untuk mengusap wajah Seongwoo.

Kedua sudut bibirnya terangkat saat sentuhannya berhasil membuat kekasihnya itu tidak terbangun.

"Udah pagi ya?"

Kei langsung menurunkan tangannya dari wajah Seongwoo saat kekasihnya itu tiba-tiba membuka suaranya dan tersenyum dengan matanya yang masih terpejam.

"Selamat pagi~" ucap Seongwoo setelah matanya menangkap wajah gugup dari Kei.

"Mm- masih belum pagi." Bola mata Kei bergerak pada jam dinding, berusaha menghindari kontak mata dengan Seongwoo.

"Masih jam 4. Kamu tidur lagi aja." Sungguh, Kei benar-benar gugup. Pipinya merah, bola matanya bergerak tak menentu.

"Oohh.." Seongwoo menarik tubuh Kei lebih dekat dengannya.

"Aku mau pindah ke kamarku." Kei mendorong tubuh Seongwoo agar melepaskannya. Kali ini Kei benar-benar harus lepas dari pelukan Seongwoo.

"Kenapa? Tidur di sini aja lagi."

"Ong ih! Lepas ah!" Kei memukul dada Seongwoo. Kekasihnya itu akhirnya memberi sedikit ruang bagi keduanya.

"Kenapa sih, hm?" Dengan mata yang masih mengantuk, Seongwoo menatap dalam ke mata Kei. Tangan kirinya menangkup pipi tembam Kei.

"Emang masalah kalau sampai terjadi sesuatu sama kita di sini? Kan bentar lagi mau nikah."

"Apa sih?! Kamu masih ngantuk tuh. Minggir."

Seongwoo justru semakin kuat menahan tubuh Kei.

"Sebentar aja, please."

Diakhir kalimatnya, Seongwoo langsung menempatkan bibirnya di bibir Kei. Hanya sekedar menempel untuk beberapa detik.

Detik selanjutnya, bibirnya bergerak perlahan sampai Kei menerimanya, memejamkan matanya, mengikuti alurnya.

Tangannya pun turut bergerak lembut di punggung Kei dan tangan mungil Kei semakin meremas pakaian Seongwoo.

"Seongwoo~" panggil Kei dengan nada memohon saat ciuman Seongwoo sudah turun ke dagunya dan hendak mencumbu lehernya.

"Ku mohon, jangan sekarang..."

Seongwoo pun menghentikan aksinya. Ia kembali menatap Kei, kali ini dengan tatapan sendu.

"Maaf..." Tangan Kei menangkup wajah Seongwoo. "Tapi kamu mau nunggu kan? Sebentar lagi, sabar ya.."

Seongwoo menunduk, menghela napasnya, menyesal. "Harusnya aku yang minta maaf. Maaf, tadi aku ga bisa ngontrol."

Kei menarik wajah Seongwoo agar kembali menatapnya. "Makasih banyak. Aku sayang kamu."

Setelah memberi kecupan yang cukup lama di bibir Seongwoo akhirnya Kei bisa beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar Seongwoo menuju kamarnya.

Selepas Kei pergi dari kamarnya, Seongwoo mengacak rambutnya kesal. Ia bergegas ke kamar mandi setelah mengusap kasar wajahnya.






.








Pagi hari itu, setelah sarapan sekaligus berkenalan dengan teman-teman Seongwoo, keduanya memutuskan untuk merapikan barrang-barangnya terlebih dahulu.

Menjelang siang, barulah keduanya berjalan-jalan menikmati keindahan tempat wisata.

Mereka hanya berjalan santai menyusuri pantai dengan jemari yang saling bertautan, diiringi dengan obrolan yang menyenangkan.

Sesekali mereka bermain-main dengan ombak yang menyapu pasir pantai. Dan tak lupa bagi Seongwoo menyempatkan untuk mengabadikan setiap gerak Kei dalam kameranya.

"Eh, eh, eh, apa ini? Mau ngapain?"

Seongwoo yang sedang memotret Kei, terkejut dan membiarkan kameranya kembali menggantung saat tiba-tiba Kei berlari ke belakang tubuhnya dan melompat di punggungnya.

"Aduh Kei..."

"Kenapa? Berat ya?" tanya Kei tepat di telinga kiri Seongwoo.

"Engga. Cuma kaget aja."

Tawa kecil yang teredam di leher Seongwoo cukup berhasil membuat tubuh Seongwoo meremang.

"Apa susahnya sih bilang minta digendong, hm? Nanti kalau otot punggungku kaget, gimana?"

Lagi-lagi Kei hanya terkekeh. Sebenarnya Kei malu, makanya sekarang dia menenggelamkan sebagian wajahnya di leher Seongwoo. Dan bagi Seongwoo itu terasa seperti sebuah kecupan karena bibir Kei yang menempel di lehernya.

"Lain kali kalau mau apa-apa tuh bilang aja. Masa bentar lagi jadi istri aku, kamu masih malu minta sesuatu."

Bisa Seongwoo rasakan Kei mengangguk, kemudian meletakkan dagunya. Seongwoo akhirnya bisa sedikit tenang, karena Kei tidak lagi seperti menciumnya.

"Aku mau kenalan lebih dekat lagi sama teman-teman kamu. Pengen berbagi cerita sama mereka."

"Boleh. Sekarang nih?"

"Ya sekarang lah, kalau di nanti-nanti malah susah ketemu."

"Sambil digendong nih? Tuh kebetulan mereka lagi pada duduk di sana."

Kei menoleh ke depan, ke arah yang ditunjuk oleh gerak kepala Seongwoo. Ia terkejut mendapati teman-teman Seongwoo yang sedang berkumpul di sebuah kedai di pinggir pantai tak jauh dari mereka, melambaikan tangannya ke arah Seongwoo.

"Ong turunin ih!! Ong!"













Just Say It
heavenable | 2018

Just Say It ; osw-k.keiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang