Jatuh Cintrong

4 1 0
                                    

Suatu sore di musim lebaran, toples-toples masih berjajar rapi di meja, bau mesiu mercon masih menguar di udara. Sobekan kertas bertebaran di halaman. Sengaja tidak disapu, biar terlihat masih 'lebaran'.

Dengan kopi yang masih mengepul, aku duduk santai di teras samping dengan seorang kerabat yang baru silaturahmi. Kami sepantaran.

"Kenapa sih, Mbak kalau lagi seneng atau gak seneng sama orang, kok biasa-biasa aja?"

hmm.. dialog dimulai.

"Emangnya kita perlu jungkir balik hanya karena lagi jatuh cintrong? Atau nangis darah hanya karena patah hati? Enggak kan? Jatuh cinta, seneng, sakit hati, nangis, boleh kok.. wajar, karena kita manusia biasa. Tapi, kalem.."

"Nah itu, gimana?" tanyanya.

"Jangan salah menaruh harap, biar gak gampang sakit hati. Kalau lagi jatuh cinta, doa yg bener, 'Tuhan, kalau memang iya, dekatkanlah dg cara yg baik. Kalau gak, dekatkanlah kita sebatas teman dan saudara',

bukan malah memaksa, 'Pokoknya harus sama dia'. Nah loh, kita ikut aturan Tuhan atau Tuhan ikut aturan kita? Enak aja! Hehe.. Kalau sudah begitu kan nyaman, pada saatnya nanti ternyata bukan dia, oh gak papa, Tuhan sedang siapkan yg lebih baik. Kalau emang iya, ya alhamdulillah.. Simple!

Jangan salah menaruh harap, karena yg menaruh harapan hanya padaNya, sesakit hati apapun itu, dia tetap punya arah untuk kembali, lentera untuk menerangi & harapan yg tidak pernah mati"

"Iya ya, mbak sendiri?"

"Apanya?"

"Doanya, sudah terjawab?"

"Haha, gokil ni anak"
*timpuk pake sepatu*


_____
Agustus 2015

CeriteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang