#17 - The End of Marun Nio

3 2 0
                                    

Marcel keluar dari ruang kelas 3-A dengan tergesa-gesa. Tak lupa dia mengambil botol-botol yang berisi cairan berwarna kekuning-kuningan. Seperti teh, atau air kencing?

Marcel turun ke bawah, ke area murid-murid kelas 2 bekerja. Marcel hanya mondar-mandir tidak jelas sambil menumpahkan isi botol-botol yang dibawanya.

"Woi ngapain sih lu mondar-mandir kaga jelas?!" Kira-kira seperti itulah bacotan para murid yang merasa terganggu oleh Marcel.

Marcel tak menghiraukannya. Ia tetap mondar-mandir sambil senyum-senyum sendiri.

"Bau apa ini?! Seperti bensin?!" seru salah satu siswi.

"Marcel kau mau apa sih?" tanyaku pada Marcel yang berjalan menjauhi gerombolan murid yang sedang bekerja.

"Lihat saja ini Dina. Yihaaaa..."

Marcel menggesek korek api dan keluarlah api (ya masa keluar duit). Lalu ia melempar korek tersebut ke lantai yang sudah basah karena cairan yang ia tumpahkan tadi selama mondar-mandir. Ternyata cairan kekuning-kuningan tadi adalah bensin! Sangat banyak!

Kemudian api melahap lantai 2 dengan sangat cepat. Dan api menyebar dan membesar dalam waktu kurang dari 5 menit. Aku dan Marcel berlari menjauh. Masih ada jalan yang belum terlahap api. Di sana Marcel masih memandangi para murid yang dilahap kobaran api. Teriakan-teriakan terdengar begitu merdu. Marcel hanya tertawa melihatnya.

"Aku sudah membasahi seluruh sekolah dengan bensin. Sebentar lagi api itu akan ke atas, dan ke bawah juga. Dan sekolah ini akan hangus! Ahahahaahaha ini mengasyikkan sekali..."

"Ayo cepat kita keluar nanti kita bisa mati kehabisan napas di sini! Malah kita bisa ikut hangus terbakar juga Marcel!" teriakku pada Marcel yang masih sibuk tertawa.

"Kita masih bisa keluar tenang saja Dina. Aku sudah memperkirakan waktunya." jawabnya santai.

* *

28 Februari. Pukul 23.55
Puncak dari misiku. Ialah membakar sekolahku. Tempat yang mengurungku dalam sangkar penderitaan dan penghinaan. Aku sudah membakar sangkar ini beserta para orang dewasa yang tak peduli padaku selama ini. Kini tak ada lagi yang tersisa. Entah apa yang akan kulakukan setelah ini, karena aku pasti tak akan mau menginjakkan kakiku ke sekolah ini lagi.
Tapi... sebenarnya masih ada satu mangsa lagi....

* *

Namun saat kita akan berjalan menuju tangga ke lantai 1, seseorang mencegat kita. Aku tidak kaget, karena orang ini selalu datang di saat yang tak terduga.

"Kau mau ke mana Marcel?"

"Ryan? Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabar?" tanya Marcel basa-basi.

"Tidak usah banyak bicara kau Marcel! Pasti kau kan yang menyebabkan kebakaran ini?!" tanya Ryan marah.

"Aku? Justru aku mau kabur, aku tidak tahu kenapa bisa ada api?" jawab Marcel yang jawabannya itu sudah pasti bohong.

"Aku sudah tahu Marcel, kaulah dalangnya selama ini!"

"Apa buktinya?" Marcel bergaya seperti menantang.

"Dari pagi hingga malam aku selalu berada di gedung ini. Aku mengawasimu, memperhatikanmu. Aku mencari kemana-mana tapi kau tidak ada." Owh manis sekali dia perhatian pada Marcel. Segitunya ya...

"Dan aku mendengar teriakan berkali-kali, teriakan perempuan." sambung Ryan. "Tidak ada yang peduli dengan suara itu jadi aku mengeceknya. Dan aku menemukan sumber suara. Kelas 3-A, di lantai 3. Saat aku memasuki ruangan itu, yang kutemukan hanyalah sekumpulan mayat yang berantakan! Aku terlambat..."

Marcel's Diary In DieopadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang