#0 - Prolog

23 3 2
                                    

SREK SREK SREK

Suara ini... oh, rupanya dia sudah pandai mengasahnya ya. Dia nampak tenang sekali, mencari mangsanya dalam gelapnya sekolah ini. Haha, aku memang tak salah pilih orang. Dia pasti akan menjadi pembunuh nomor satu di--

"Akhirnya... aku... menemukanmu..."

Wow! Cepat sekali dia menemukan mangsanya! Aku sangat bangga padanya.

"Kau bisa lari, kau juga bisa sembunyi, tapi aku tetap akan menemukanmu ke manapun kau lari, di mana pun kau sembunyi..."

"Dari mana kau tahu kalau aku ada di sini?"

"Darahmu..." ucapnya pelan sambil menunjuk ke arah mangsanya disertai tatapan tajam namun datar tak beremosi.

"Hah?!"

"Aku bisa mencium bau darahmu..."

Aku terkejut. Ternyata dia sudah lebih dulu melukai mangsanya sebelum misi pengejaran ini dilakukan. Luka yang ada di tangan mangsanya itu, pasti karena kejadian tadi sore. Aku tidak tahu dia mampu memakai cara seperti itu.

"Sudahlah, kau tak perlu melakukan apa-apa lagi. Kemenangan telah beralih kepadaku. Dan sekarang, yang perlu kau lakukan adalah menentukan bagaimana caramu mati. Silakan pilih, aku sudah membawa beberapa alat untuk 'memanjakanmu'."

"Persetan! Aku belum menyerah!" seru si mangsa yang sudah sangat jelas terlihat kalau dia putus asa.

"Ada pisau daging yang baru saja kuasah, kapak, linggis, obeng, dan..." ucapnya sambil mengeluarkan beberapa alat untuk 'memanjakan' mangsanya.

Si mangsa tampak kehabisan akal untuk kabur. Wajahnya mulai pucat setelah dia melihat macam-macam alat yang dikeluarkan partnerku yang satu ini. Tapi aku yakin partnerku memiliki hadiah spesial untuk mangsa di hadapannya, karena mangsa ini sangat 'mahal'.

"Baiklah, jika kau tak mau memilih satu di antara alat-alat ini, biarkan aku yang memberimu hadiah yang lebih istimewa dari apa yang barusan kukeluarkan."

Dia kemudian mengeluarkan hadiahnya dari balik jaketnya. Yang benar saja! Dia sudah menyiapkan sebuah BOR LISTRIK! Bor berukuran sedang tanpa kabel dan bisa diisi ulang. Mata bornya masih berkilau. Kukira saat dia membelinya tiga hari yang lalu dia ingin memakainya untuk membuat kandang ayam.

Partnerku langsung melesat menghampiri mangsanya. Sayang sekali si mangsa tak dapat melarikan diri ke mana-mana lagi. Dalam hitungan detik dia berhasil melumpuhkan mangsanya menggunakan stun gun. Karena si mangsa ditemukan di dalam tong yang kosong, jadi sangat mudah untuk melumpuhkannya.

Ruangan ini tak terlalu besar dan tak ada jendela di sekelilingnya. Karena ini hanyalah gudang kecil yang sudah tua. Tinggal menyerah saja apa susahnya sih?! Si mangsa masih sempat-sempatnya memberontak meskipun sudah dibekuk oleh partnerku.

Tanpa basa basi lagi partnerku langsung 'memanjakan' mangsanya.

"GYAAAAAAAAAAA TIDAAAAAKKKK"

Dia pun mengebor mangsanya menggunakan bor listriknya. Suara pengeboran terdengar nyaring sampai ke seluruh penjuru sekolah. Dia mengebor dimulai dari telinga kanan, lalu ganti ke telinga kiri. Setelah itu lanjut ke bagian rongga mulut dan terakhir, di dahi. Darah bermuncratan diiringi dengan deru mesin bor dan alunan teriakan si mangsa.

Tak lupa partnerku memakai kacamata kesayangannya agar matanya tidak terkena cipratan darah dan gigi mangsanya yang berserakan.

"Ya ampun... dia masih bernapas saja... sungguh anak yang tangguh." ucapku sengaja agar partnerku tahu kalau mangsanya masih hidup dan agar dia lebih 'memanjakan' mangsanya.

"Jadi dia masih bernapas meskipun sisi kanan dan kiri kepalanya sudah kuukir? Kalau begitu selanjutnya bagian ini yang akan kuukir."

Dia menargetkan mata mangsanya. Dia mengambil obeng yang tadi sudah dikeluarkannya dan mencongkel mata mangsanya. Lalu mulai mengebor lagi ke bagian rongga mata sampai menembus ke otaknya.

"Oh sial! Lihat otaknya berserakan kemana-mana Cel!"

"Apa kau merekam bagian yang paling serunya? Jangan sampai kau melewatkan aksiku yang tadi."

"Tentu saja kurekam! Bagian tadi sangat seru!"

Setelah melihat si mangsa yang tak bernyawa lagi, partnerku mengebor leher mangsanya sampai terputus. Kemudian mengambil kepalanya dan menempelkannya di dinding koridor lantai 2, di sebelah kelas 3-A. Dia membawanya menggunakan kantong kresek agar darahnya tidak berceceran sementara kami berjalan menuju lantai 2. Dia menancapkan paku agar kepala mangsanya tak lari kemana-mana--maksudku agar kepala itu tetap tertempel sempurna di dinding.

"Selesai! Hiasan dinding sudah terpasang! Sekarang ayo kita pergi." ucap partnerku yang imut ini.

"Bagaimana dengan tubuhnya?" tanyaku padanya.

"Biarkan saja. Besok pun akan ada orang yang memindahkannya. Untuk apa repot-repot mengurusi tubuhnya?" jawabnya datar. Apa dia tak merasa senang sedikitpun? Dengan mengalahkan musuhnya itu, dia bisa menjadi pembunuh nomor satu di--

GUBRAK!!!

Astaga... dia baru saja membunuh orang dan sekarang image-nya yang cool harus runtuh karena dia baru saja terpeleset, dan aku masih merekamnya. Dasar pembunuh kikuk!

"Adu du du du duh..."

"Gayamu sudah keren dan sekarang kau harus terpeleset segala?!"

"Jadi kau merekamnya juga? Kau membuatku malu!" ucapnya namun aku hanya membalas dengan bergidik bahu sambil tertawa.

"Ah! Partner, apa ada pesan yang ingin kau sampaikan di akhir video kali ini?" tanyaku yang tentu saja masih menggenggam kamera dan merekam partnerku.

"Aku tak pandai berkata-kata manis dan indah seperti mangsaku ini." jawabnya sambil mengarahkan ibu jarinya ke arah kepala mangsanya yang tertempel di dinding.

"Bagaimana caramu menemukan mangsamu seperti tadi?"

Partnerku hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan dariku. Lebih tepatnya terdengar seperti tawa licik. Kemudian dia tersenyum tipis dan menjawab dengan sangat percaya diri.

"Seorang pembual hanya akan memilih tong kosong agar bualannya berbunyi nyaring."

Oh... aku sangat mengidolakannya yang sekarang sudah menjadi ahlinya membunuh! Kuharap aku dapat terus bersamanya.

Dia segera melangkah menuju tangga ke lantai dasar. Aku hampir melupakan sesuatu. "Hei tunggu! Kau lupa mengucapkan sandi terakhir dalam videomu. Ayo ucapkan sandinya Cel!"

"Oh aku hampir lupa." Sudah kikuk, pikun pula. Hampir saja dia lupa dengan aturan akhirnya.

Dia membalikkan badannya ke arahku dan mengacungkan bor listriknya lalu mengarahkannya ke kamera. Tak lupa dia juga menunjukkan senyum mempesonanya.

"DIE...O...PAD...."

- - - -

Jangan lupa Vote & Comment ya! Agar authornya lebih semangat lagi melanjutkan cerita ini...😤🙌

Marcel's Diary In DieopadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang