Illana's POV
Aku mengumpat sebal melihat hujan yang tak kunjung reda. Bagaimanalah ini? Sebentar lagi, malam tiba.
"Percuma ditungguin terus. Yang lo tunggu nggak bakal datang." kata seseorang di samping kananku.
Kehadirannya yang tiba-tiba sontak membuatku terkejut. Aku menoleh ke kanan. Lantas menatapnya terheran-heran. Sedangkan yang ditatap tidak bergeming sedikitpun. Pandangannya tetap lurus ke depan.
Sejak kapan dia ada disini?
Tangan kiriku merogoh-rogoh saku kecil di tasku. Benda kecil itu telah berada dalam genggamanku. Pandanganku tidak beralih sedikitpun darinya. Menatapnya penuh selidik dan was-was.
"Gue tau gue ganteng. Nggak usah ditatap sampe segitunya kali." ucapnya seraya balik menatapku. Senyumnya tersungging di sudut bibirnya yang merekah. Dia menaik-turunkan kedua alisnya secara bergantian.
Ewh pede sekali dia, aku memutar bola mata jengah.
"Pisaunya di masukin lagi. Gue bukan orang jahat. Tadi gue udah nolongin lo." Aku meneguk ludah. Oh, Tuhan. Bagaimana dia bisa tau?
Benda kecil itu ku dorong dengan terburu-buru kembali masuk ke dalam tas. Aku memang selalu menyediakan pisau lipat kecil didalam tasku. Siapa tau, suatu saat berguna. Sebagai wanita, aku merasa harus selalu siaga.
"Maaf." ucapku kikuk.
"Lagian gue nggak berselera macam-macam sama lo." Aku tak berniat menjawab, setelah itu suasana menjadi canggung.
Aku menarik hp dari saku seragamku. Ku tekan tombol untuk menyalakannya. Sial! Hpku kehabisan cas. Bagaimana aku akan menghubungi orang rumah untuk menjemputku?
"Pulang sama gue aja" ucapnya santai.
Aku menatapnya heran, lalu menggeleng pelan. "Gue bisa pulang sendiri." Tolakku halus.
Mana mau aku pulang bersama orang yang tidak ku kenal. Walaupun tadi sudah membantu, tidak lantas membuatku mempercayainya.
"Angkot yang lo tunggu nggak bakal datang." Ucapnya penuh keyakinan "Pulang sama gue aja. Jangan keras kepala." Lanjutnya tanpa menatapku.
"Nanti juga ada kok."
5 menit kemudian. Sebuah angkot tampak mendekat. Lihat, kan? Angkot yang ku tunggu akhirnya datang juga. Huh, dia memang sok tau.
Aku melambai-lambaikan tanganku berharap sopir itu menghentikan kendaraannya di depanku.
"Nggak bakal datang,ya?" Ucapku penuh penekanan pada awal kalimat. Sengaja benar menyindirnya.
Dia tetap keukeuh di tempatnya. Angkot merapat ke bahu jalan kemudian berhenti tepat di depanku. Aku menunduk sedikit untuk melihat isinya.
"Yakin neng, mau naik?" Tanya sang sopir. Aku tidak menjawab.
Di dalam sana isinya laki-laki semua. Tampak seorang bapak dengan seekor ayam di pelukannya. Di sebelahnya, siswa berseragam Sma yang bajunya nyaris basah semua.
Yang duduk paling pinggir adalah seorang bapak paruh baya yang berkumis tebal. Pandangan mesumnya tidak luput dariku sedari tadi. Dia menatapku dari atas sampe bawah. Hiih, aku geli sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Illana
أدب المراهقين"Gue kasih kesempatan buat lo bilang makasih ke gue. Gue hitung sampe tiga" tantang cowok itu. Illana menggigit bibirnya. "Satu.." cowok itu mulai menghitung. "Dua.." ------------------------------------------------ Gila aja cowok itu! Hanya karena...