—————
PROLOG
—————
|
|
|———————
—————————————————————
“Aku hanya anak SMA Negeri Favorit yang meyukai ice cream rasa Choco Banana.. tapi mengapa...?”
—————————————————————
|———————|**********
———————————Hari ini aku resmi menjadi mahasiswa semester 4, tidak terasa ini terjadi begitu cepat. Vicky Setiawan, mahasiswa Universitas Negeri *******, Jurusan Seni Musik, itulah aku.
Sejak hari itu, dimana ku dapati kabar bahwa Mama meninggal dunia, aku menjadi pribadi yang masa bodoh. Mungkin efek shock dan terpukul menghadapi kenyataan Mama yang telah meninggal, tapi aku benar benar menjadi tidak peduli pada apa pun yang tidak penting. Yang aku rasakan adalah "tidak ada".. yang selalu ku pikirkan saat malam tiba adalah "ketika pulang, siapa yang akan menyambut ku?". Oleh karena itu aku tidak pernah pulang kerumah dan lebih memilih untuk tinggal di mess yang di sediakan Universitas, itu terjadi semenjak Mama meninggal.
Aku mengambil jurusan Seni Musik, tidak ada sangkut pautnya dengan aku yang dulunya anak IPA di SMA. Tapi seiring berjalannya waktu, dan juga kenyataan Mama yang sudah meninggal, seperi ada sesuatu ketika aku mempelajarinya, singkatnya musik seperti memberikan ku kekuatan.
Hari ini aku sudah masuk semester yang ke 4. Mempelajari berbagai macam seni membuat ku tersadar betapa rapuh nya hidup ini tanpa adanya warna, ukiran, dan irama. Aku mengatakan hal itu karena aku telah merasakannya, dan aku sudah mengatakannya, irama musik seperti memberikan ku kekuatan. Dan ketika ku membagikannya ke orang lain, mereka bisa merasakan apa yang aku rasakan. Terkadang ku ungkapkan dengan bernyanyi yang diringi dengan gitar yang ku mainkan, rasanya seperti kau sedang memaki seseorang ketika kau kesal, merasakan pelukan hangat dikala kau sedih, dan seperti kau memenangkan sebuah lotre dan jackpot! Yaa.. seperti itulah yang aku rasakan.
Di hari Jum'at seperti ini kampus tidak seaktif hari lainnya, karena beberapa fakultas hanya aktif hari Senin sampai Kamis. Tapi aku selalu datang di hari Jum'at, karena kampus yang sepi, memungkinkan ku untuk menikmati keheningan yang ku butuhkan untuk jiwa yang rapuh ini. Gitar yang ku beli setelah Mama meninggal selalu ku bawa, dan taman depan aula kampus menjadi tempat favorit ku setiap Jum'at yang tidak begitu ramai orang. Aku butuh ketenangan sekarang, ku biarkan imajinasi mengendalikan ku yang bermain gitar. "Eheemm..", terdengar suara didepan ku. "Hai?", sapa seseorang ketika ku membuka mata. "V-viona?", ucapku mengetahui dia yang menyapaku. "Maaf.. ganggu yaa?", tanya Viona padaku. "Engga kok!", jawabku singkat.
Viona adalah senior ku di kampus, dan dialah orang yang memberitahu ku melalui telepon bahwa Universitasnya memberikan ku beasiswa. "Tumben? Ada kelas?", tanyaku bermaksud menyapa. "Iyaa, tapi udah selesai", jawab Viona. "Duduk?", sambungku seraya bergeser memberikannya tempat duduk. "Eh? Ahh.. makasih", sautnya segera duduk disebelah ku. Ku abaikan dia dengan melanjutkan bermain gitar sambil bersenandung. "Kok cuma, Hmm.. Hmm.. doang?", tanya Viona mendengar ku bersenandung. "Hmmm... Maaf, aku lupa ada urusan", ucapku sambil memasukan gitar kedalam tas. "Duluan yaa", sambungku kemudian pergi meninggalkan Viona. "Jum'at yang indah.. percuma aja!", ucapku dalam hati. Seolah mood ku hilang ketika Viona mengganggu waktu ku. Ah, tunggu.. terdengar seperti aku tidak memiliki perasaan kalau begitu, Viona tidak mengganggu, hanya saja aku sedang ingin menyendiri saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUTH : The Last Survive! [ONGOING]
Teen FictionMasa remaja, dimana dunia fana menggoyahkan yang lemah jiwanya