#9 "Sudut Pandang"

13 1 0
                                    

Ukh...”, “Dimana... ini dimana?”, “Uhuk.. Uhuk..”, Pagi itu aku menyadari Herlina sudah bangun. Wajahnya masih terlihat pucat dan lesu. “Hai?”, sapa ku pada Herlina yang terlihat bingung. “Hng!?”, dia terkejut melihat ku pagi itu. “Hwaaaaaaa!!!”, dia berteriak.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

Vicky!? Ada apa?”, Tante Lina segera menghampiri ku ketika mendengar Helina berteriak.

Ehh... Jangan teriak! Gua engga ngapa ngapain! Duh!”, aku yang panik karena Herlina berteriak.

Lo siapa!? Kenapa gua bisa ada disini!?”, Herlina yang kebingungan pun panik karena saat terbangun dia ada di tempat yang asing baginya.

Ehh.. tenang... tenang.. Jangan takut. Tenang dulu, dengerin penjelasan kita dulu”, melihat Tante Lina Herlina yang panik terlihat sedikit tenang.
Huh, sungguh akan merepotkan jika tidak ada Tante Lina disini...

Tante Lina berhasil menenangkan Herlina dengan penjelasannya. Setelah menerima penjelasan dari Tante Lina, akhirnya Herlina bisa aku ajak bicara dengan tenang. Malam itu di stasiun, saat aku keluar dari toilet. Aku melihatnya duduk di bangku stasiun dengan keadaan yang sangat memperihatinkan. Wajah yang terlihat kurang tidur, kantung mata hitam, dan juga wajahnya terlihat pucat. Saat ku tegur dia di stasiun, tiba tiba dia langsung pingsan.

Maaf yaa, Tante, Kak...”, ucap Herlina setelah mendengar penjelasan dari Tante Lina. “Iyaa, engga apa apa. Yang penting kamu nya engga apa apa”, saut Tante Lina sambil memberikan sarapan untuknya. “Di makan, yah...”, ujar Tante Lina. “Duh, Tante ini aku ngerepotin banget”, saut Herlina merasa tidak enak. “Tante malah ngerasa di repotin kalo engga kamu makan”, ujar Tante Lina. “Biar sedikit yang penting perut kamu ke isi”, lanjut Tante Lina. Merasa tidak enak dan malu malu Herlina akhirnya makan sarapan yang di sediakan oleh Tante Lina.

Kakak yang nunggu kereta malam itu, kan?”, ujar Herlina saat melihat ku seusai sarapan. “Akhirnya inget juga...”, saut ku tersenyum. “Aduh!”, pundak ku yang di pukul Tante Lina. “Makasih yaa, Kak. Maaf aku udah ngerepotin...”, ujar Herlina merasa tidak enak. “Sama sama. Udah, jangan ngerasa engga enak gitu”, saut ku tersenyum.

Tante, Kak... Kalo kita mau ke area pertokoan sebrang kota jauh gak yaa dari sini?”, tanya Herlina. “Hng?”, aku terkejut. “Rumah kamu daerah sana?”, tanya Tante Lina. “Bukan, Tante. Aku kerja di salah satu toko disana”, jawab Herlina. “Kerja?”, tanya Tante Lina. “Iyaa, Tante”, saut Herlina. “Engga terlalu jauh, sih? Cuma sekali naik kereta? Emang masuk kapan?”, Tante Lina terlihat menanggapi. “08:30 aku udah harus disana. Tokonya buka jam 09:00”, jawab Herlina. “Sekarang jam 07:44. Nunggu kereta pasti makan waktu... apa keburu?”, tanya Tante Lina. Herlina pun terlihat ragu dengan pertanyaan Tante Lina.

Vicky boleh anterin dia, Tante?”, aku mengajukan diri untuk mengantar Herlina. “Ehh... engga engga... gausah repot repot, Kak! Aku naik kereta aja”, saut Herlina. “Kalo naik motor kemungkinan sih jadi cepet sampe yaa, kan?”, ujar Tante Lina. “Engga, Tante.. udah aku naik kereta aja gapapa, beneran”, Herlina terlihat tidak ingin merepotkan. “Udah deh, jangan nolak! Bentar, ambil helm sama jaket dulu..”, aku berlari menuju kamar mengambil helm dan jaket untuk mengantar Helina bekerja pagi itu. Dengan sedikit paksaan akhirnya dia mau ku antar, setelah berpamitan dengan Tante Lina kami berangkat.

Pukul 08:12 aku sampai di area pertokoan sebrang kota. Tempat ini terkenal dengan sebutan Gading. Daerah ini dipenuhi dengan rukan dan mal. Di salah satu mal daerah ini Herlina bekerja.

YOUTH : The Last Survive! [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang