Chapter 10: Tekad Sang Kakak

45 2 24
                                    

"Awas di atasmu!!!"

aku langsung menghiindar dari serangan monster sialan itu, wujudnya terlihat seperti sebuah kelabang yang sangat besar dan sialnya, kami bertemu dua dari mereka. sebutan resmi mereka adalah Giant chilopod, mereka monster yang hidup di lantai sebelas dari Sigill great dungeon. kemampuan mereka adalah capit angin yang sangat tajam bahkan batu pun dengan mudah dibelah oleh capit itu. dan tambahan informasi saja ya...mereka punya capit tambahan yang dilapisi racun pelumpuh yang langsung menyebar jika menyentuh kulit kalian.

aku menghindar dari capit angin kelabang itu (yang ini kusebut kelabang 1) dengan melompat kebelakang. sayangnya, mereka adalah hewan yang cukup cerdas dalam perburuan kelompok. kelabang yang satu lagi (biar kusebut kelabang 2) dengan sigap merayap dan mencegatku dengan capit racun mereka.

" cih...kelabang sialan,[scarlet wave]!!"

kepala kelabang 2 terbelah menjadi dua berhenti bergerak. saat aku ingin menebaskan pedangku kearah kelabang 1, makhluk itu telah berubah menjadi kelabang panggang oleh Bahamut.

"mengambil last hit ya huh..."

"memangnya tidak boleh ya...dasar Rio pelit"

"setidaknya bantu aku melemahkanya dong, aku kewalahan melawan dua kelabang itu sekaligus"

"kan sudah kubantu mengalahkanya kau seharusnya berterima kasih kepadaku, hmmp"

dia mengalihkan pandangannya dariku, meskipun ia terlihat seperti seorang gadis kecil, sebenarnya dia adalah Naga hitam bernama Bahamut.

" Iya iya...ngomong ngomong kamu terlihat lebih ceria ya"

"Iya dong, aku senang karena wujud manusiaku telah kembali. Gimana wujudku, apakah cantik?"

Hentikan itu, tolong jangan bertanya dengan memasang wajah imut seperti itu, aku tidak mau di grebek oleh tentara dari barat itu.

"Ya...kalau dilihat-lihat wajahmu memang cantik"

"Fufufu...wajahmu memerah tuh"

"Hentikan itu"

Kami melanjutkan perjalanan sambil ngobrol santai, walaupun begitu kami tetap waspada. Sepertinya lantai ini masih bisa diatasi walaupun agak sulit.

Setelah berjalan lebih jauh kami menemukan tangga untuk menuju lantai selanjutnya.

"Langsung turun?" Bahamut bertanya pendapatku.

"Mmm...mari istirahat disini dulu. Besok kita lanjutkan perjalanan kembali."

Aku melihat jam tanganku yang menunjukan pukul setengah tujuh malam. Ngomong ngomong jam ini terbawa saat kami terpanggil kesini.

Memang sih waktu di bumi tidak sama dengan disini. Tapi aku bisa menyesuaikannya dengan melihat posisi matahari. Itu hal yang mudah bagiku.

Kami membuat api unggun untuk memasak makanan. Untungnya aku membawa tepung. jadi kami bisa memakan roti empuk yang hangat bukannya roti keras ala petualang.

Aku mengaduk adonan sambil memperhatikan Bahamut memakan daging kering dengan pose seperti marmut (ente semua anak anime Taulah posenya kayak gimana).

"Kenapa?" Bahamut memergokigu yang sedang memperhatikannya.

"Kenapa apanya?"

"Kau menatapku terus dari tadi"

"Tidak, hanya saja kupikir Naga yang sok menyeramkan bisa juga bertingkah lucu seperti itu."

"Memang kenapa? Aku hanya bahagia wujud manusiaku kembali. Kami memang jarang menampakan emosi kami saat berwujud naga."

"Tapi kok mukamu merah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Legend Of Seven HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang