Senja berdiri di dekat perempatan jalan raya menunggu angkutan umum mengambil penumpang. Sayangnya sudah hampir setengah jam ia berdiri namun angkutan umum yang biasa ia naiki tak kunjung muncul. Senja menatap jam pada pergelangan tangannya yang rupanya sudah menampakkan pukul setengah tiga, itu berarti angkutan umum yang biasa ia gunakan sudah lewat sebelum ia berdiri di tempat ini.
Senja mendesah pasrah. Jika sudah seperti ini ia hanya bisa berjalan kaki atau naik ojek. Namun percuma, ojek juga tidak ada. Ingin pesan online tapi ponselnya tak kunjung mau aktif. Lagi-lagi Senja hanya bisa membuang nafas pasrah. Berjalan kaki di siang hari adalah pilihan terakhirnya.
Senja berjalan melewati jalan setapak di tengah keramaian kota. Jarak rumahnya memang tidak terlalu jauh tapi udara kota Jakarta yang kian hari terlihat banyak polusi ditambah dengan suara kendaraan lah yang menyebabkan diri merasa malas untuk berjalan kaki. Di tambah lagi dengan bunyi klakson kendaraan yang saling beradu. Tidak sabaran sekali.
Sebuah motor berhenti di samping Senja. Senja menoleh, agak heran melihat pemilik kendaraan itu adalah Kai. Dengan ban motor yang tidak lagi kempes.
"Naik," kata Kai tanpa menatapnya.
"Lo ngomong sama gue?"
Kai tidak menjawab ataupun membalas tatapannya.
Senja menatap sekelilingnya. Hanya dia dan Kai yang berada di tempat ini, "Oiya, pasti lo ngomong sama gue. Orang di sini nggak ada orang lain ya?"
"Hmm, tadi lo bilang apa?" tanya Senja yang merasa Kai hanya terdiam saja di atas motornya.
"Naik."
"Tapi... Hmm, oke, gue naik."
Tanpa babibu lagi, Kai langsung meninggalkan tempat itu. Membiarkan Senja yang masih merasa heran dengannya. Senja hanya terdiam di atas motor, memandang wajah Kai yang tertutupi kaca helm melalui kaca spion. Bedohnya lagi dia tidak menyadari Kai juga sesekali membalas tatapannya dari balik kaca helm.
"Di mana?" tanya Kai ketika motor itu terjebak macetnya ibu kota.
"Habis lampu merah belok kiri, ntar tikungan kedua belok kiri lagi. Rumah gue nomer 07."
Lagi-lagi Kai tidak merespon dan hanya melaju mengikuti arahan Senja hingga motor itupun berhenti di depan rumah yang terlihat sederhana. Pagar besi yang terlihat mulai berkarat dengan rumah berwarna putih. Halaman rumahnya ramai dengan tanaman hijau yang segar.
Setelah Senja turun, Kai langsung menancap gasnya meninggalkan Senja yang hendak mengucapkan terima kasih. Senja hanya mengangkat bahu singkat, maklumlah dia sendiri sudah tahu kalau pria itu rada-rada aneh. Tepat ketika Senja berbalik, pintu pagar terbuka, seorang pria setengah baya keluar dengan senyum bahagia menyambut kedatangan putrinya. Senja mencium tangan ayahnya.
"Diantar siapa?"
"Itu temen sekolah Senja."
"Cuman temen?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Twilight Sea
Teen FictionJatuh cinta padanya itu seperti mengagumi senja yang mengajarkan kita bahwa hidup tak selalu cemerlang dan bersinar Kisah ini berawal dari Senja yang berhasil mengambil hati seorang pria yang memiliki kepribadian ganda I Hope You Like:)) ©2018