Bukannya mengantar pulang, Kai justru membawa Senja mempir ke kafe yang letaknya tidak jauh dari pantai. Suasana angin laut bahkan sangat terasa di tempat mereka duduk. Tiupan angin sepoy-sepoy bersama suara daun bertabrakan. Pohon kelapa yang menjulang tinggi ikut berayun. Benar-benar gambaran yang indah.
Senja menyandarkan bokongnya ke punggung kursi matanya menerobos ke pejalan kaki yang berbondong-bondong menuju pantai. Melihat orang-orang berjalan rasanya lebih baik dibanding melihat kemacetan akibat ambisi pengendara.
Tidak bisa dipungkiri, sejalan majunya hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Dunia maupun masyarakat akan semakin modern. Kesetia kawanan mungkin akan pupus secara sedikit demi sedikit. Perang saudara bisa saja terjadi dimana-mana jika mereka tak segera memupus sedikit amibisi dan membangun kembali rasa kesetian yang selalu terukir di negara ini.
Jika Senja memusatkan perhatian ke pejalan kaki, Kai justru memilih memperhatikan gadis yang duduk di hadapannya.
Senja menoleh. Sadar kalau Kai memperhatikannya, gadis itu jadi salah tingkah.
"Lo nggak mau ke pantai?" tanya Senja berusaha mengalihkan suasana canggung itu.
"Buat apa?" tanya balik Kai masih menatap Senja.
"Matahari mau terbenam. Bukanya lo suka nongki di batu. Duduk seperti patung. Menikmati suasana tanpa memikirkan sekitar, nggak mau lakuin hal yang sama, lagi?"
Kai mengangkat bahu. Mulai bersandar seperti yang dilakukan Senja. Matanya pun mulai beralih ke pejalan kaki.
"Kurasa itu tidak perlu, lagi." katanya.
"Sudah nggak suka?"
"Suka,"
"Lalu?"
"Hal itu tidak perlu ku tunggu sebab senjanya sudah ada bersama ku. Menemaniku, bahkan ikut makan bersama ku."
Senja mematung. Kalimat itu membuat irama jantungnya berdisco.
Apa tadi Kai mengatakan senjanya itu gue?
"Hey!"
Senja mengerjap. Berusaha kembali ke dunia nyata. Tidak bisa lagi. Kai benar-benar merusak otaknya.
"G-gue... Yang tadi itu... Hmm... Gue..."
"Yang tadi itu kutipan dalam buku,"
"Hah? Jadi itu bukan buat gue?"
"Yang benar saja,"
Sial!
Kai tertawa. Kali ini tawanya terdengar mengejek. Membuat Senja merasa tidak punya bakat apapun lagi. Kemenangannya dalam lompa Sains pun terasa tidak berguna jika berhadapan bersama Kai_si manusia aneh yang parahnya membuat jantung gadis pintar hampir copot.
Kai meredam tawanya, "Maaf," ucapnya lalu kembali ke sifat semula.
"Nyesel gue,"
"Buat?"
"Tahu ah,"
"Lo boleh kok anggap kalimat itu buat lo. Gue izinin."
Senja menoleh dramatis. Matanya berbinar sejenak lalu kembali menyipit. "Gue nggak mempan sama tipuan, lagi!"
"Ouh, sangat disayangkan."
Makanan yang mereka pesan sudah habis tanpa tersisa sedikit pun. Baik Senja maupun Kai sama-sama tidak jaim dalam memakan makanan mereka. Dua manusia itu sama-sama menikmati pesanannya tanpa memedulikan pendapat orang. Toh mereka membayar dan itu semua pakai uang yang perlu didapat dari tenaga jadi buat apa membuang makanan dengan alasan sudah kenyang namun nyatanya hanya malu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twilight Sea
Teen FictionJatuh cinta padanya itu seperti mengagumi senja yang mengajarkan kita bahwa hidup tak selalu cemerlang dan bersinar Kisah ini berawal dari Senja yang berhasil mengambil hati seorang pria yang memiliki kepribadian ganda I Hope You Like:)) ©2018