Jam sudah menunjukkan pukul 06:45 hanya tersisa lima belas menit lagi bel sekolah berbunyi tapi Senja masih berada di rumah. Semalam sehabis pulang jalan dengan Kai, Senja menjadi gadis yang terlihat bodoh. Tertawa sendiri, senyumnya bahkan terus terukir,waktunya habis dengan tingkah bodohnya.
Semalam Senja bahkan membuat masakannya gosong. Membuat dia dan ayahnya hanya memakan mi instan.
"Senja, kamu nggak berangkat sekolah?" tanya Hezel, mengetuk pintu kamar putrinya.
Senja membuka pintu, "Senja berangkat yah," katanya dengan mencium tangan ayahnya.
"Sarapan dulu,"
"Aish, nggak bakal sampai yah,"
"Tapi ayah sudah buat sarapan,"
Senja membuang nafas pasrah. Berlari ke arah meja makan lalu memasukkan nasi goreng buatan ayahnya ke dalam kotak.
"Sepuluh menit lagi bel sekolah Senja bunyi,"
"Biar ayah yang antarin kamu,"
"Nggak usah." Senja kembali menghampiri ayahnya, "Senja berangkat," katanya dengan mencium pipi Hezel.
"Baik-baik sekolahnya. Jangan pacaran mulu,"
"Senja nggak punya pacar,"
"Iya, iya,"
Senja berlari menuju halte bis. Gadis itu merutuki kebodohannya yang tertidur tengah malam, akibatnya ia malah bangun kesiangan. Bodohnya lagi pakaiannya belum distrika. Tidak mungkin ia akan menggunakan pakaian yang sudah dipakai di hari senin dan selasa.
Bis yang Senja naiki pun sudah pull, membuat dia harus berdiri berdempet-dempet dengan orang asing. Tiba di sekolah kesialan kembali menghampirinya. Pintu pagar sudah tertutup. Keadaan sekolah sudah sunyi karena jam mata pelajaran sudah dimulai.
"Pak, bukain pintunya lah,"
Pak jamal yang menjadi satpam di sekolah itu sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Senja. Pria tua yang menaati peraturan sekolah itu lebih memilih membaca koran sembari menikmati kopi panas.
"Saya janji bakal beliin bapak kopi satu gantung. Tapi pagarnya dibuka dulu, ya?"
"Sudahlah. Kamu mending pulang, kalau masuk pun kamu pasti bakal di hukum sama guru BK,"
"Tapi pak, ayah saya nyuruh saya sekolah bukan pulang,"
"Makanya jangan terlambat neng,"
"Saya juga tidak mau terlambat pak..."
Senja terus saja memohon tapi percuma, sepertinya telinga Pak Jamal sedang bermasalah. Membuat Senja lebih sering terlihat seperti sedang berbicara dengan patung.
"Khm,"
Seseorang memegang pundak Senja dari belakang.
"Kalau terlambat, mending lo bantuin gue bujuk pak Jamal!" bentaknya tanpa melihat orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twilight Sea
Dla nastolatkówJatuh cinta padanya itu seperti mengagumi senja yang mengajarkan kita bahwa hidup tak selalu cemerlang dan bersinar Kisah ini berawal dari Senja yang berhasil mengambil hati seorang pria yang memiliki kepribadian ganda I Hope You Like:)) ©2018