Diammu adalah takutku
yang terjauh.❤❤❤
Setelah insiden pingsannya Tesa beberapa waktu lalu, Vega dan Dito bergantian menjaga Tesa di rumah sakit. Ia belum di bolehkan pulang karena tubuhnya terlalu lemah. Ia masih butuh perawatan dokter.
Namun, besok Tesa dibolehkan pulang karena ia selalu ngotot ingin kembali ke rumah. Pihak rumah sakitpun mengizinkan asalkan ia mau di periksa rutin oleh dokter dirumahnya."Ma... " Vega menyentuh pelan pundak Tesa. Perempuan paruh baya itu masih melamun sejak putrinya datang ke ruang rawat.
"Ha?" Tesa tersentak kaget. Ia baru menyadari kedatangan putrinya setelah kepergian Dito. Sekarang sudah menjelang sore.
"Mama kenapa melamun?" Vega sangat khawatir. Ia melihat Mamanya setiap hari selalu begitu.
Entah apa yang ia fikirkan."Mama hanya ingin pulang." katanya dengan suara lemah.
Vega menghembuskan nafasnya lelah, ia sangat kasian dengan Mamanya.
Ia kemudian berdiri,"Mau jalan-jalan ke taman?" tawar Vega pada Mamanya. Ia fikir mungkin Tesa butuh udara bebas. Di ruang rawat terasa sangat pengab dan bau obat-obatan terasa sangat mengganggu."Tidak usah mama ingin itu saja." kata Tesa menunjuk sebuah parsel berisi buah-buahan yang entah dari mana.
"Tadi siapa yang dateng, Ma?" tanya Vega penasaran.
"Althair." jawab Tesa singkat.
Tubuh Vega seakan tersentak mendengar nama Althair. Lagi-lagi cowok itu. Lalu, bagaimana ia tau soal Tesa yang di rumah sakit. Ini sangat membingungkan.
"Ma..."
"Dendam bukan hal yang baik, sayang." kata Tesa mengingatkan. Ia tak ingin putrinya menjadi pembenci. Ia tidak pernah mengajarkan hal itu pada Vega.
"Vega gak dendam. Vega hanya gak suka sama Althair." kata Vega seraya memayunkan bibirnya.
Mamanya itu selalu saja membela Althair."Kalian masih labil saat itu, dan sekarang. Maafkan dia, ya?" kata Tesa sambil tersenyum. Mamanya itu selalu terlihat cantik meski tidak di poles make up.
"Mama mau tanya deh. Apa kamu nyaman dengan ketidakdamaian dengan masa lalu?" Vega tampak berfikir. Ia lalu menunduk diam. Kebiasaan yang banyak dilakukan wanita saat mereka merasa bersalah, takut, dan dilema.
"Vega sama sekali gak nyaman. Ini sangat mengusik." katanya pada Tesa. Mamanya benar, ia seharusnya tidak berlarut dalam perasaan benci ini.
"Mama tau kamu. Kamu bukan orang yang gampang membenci orang. Coba bicaralah pada Dea." Vega menerima saran Tesa, namun belum berlaku untuk sekarang. Ia masih butuh waktu.
Vega tersenyum. Ia mengambil buah apel dan mengupasnya lalu memberikannya pada Tesa.
Saat mereka sedang berbincang-bincang tiba-tiba seorang wanita yang terlihat lebih muda dari Tesa masuk ke ruang rawatnya.
Perempuan itu berperawakan tinggi semampai, punya rambut sebahu yang tertata rapi dan glamor. Ia mengenakan dres pendek warna hitam dengan sentuhan manik-manik yang gemerlap. Ia juga membalutkan bajunya dengan jas yang menjuntai sampai lutut. Menggunakan sepatu boots tinggi berwarna hitam.
Tak lupa tas yang ia jinjing terlihat berkelas dan mahal.

YOU ARE READING
Summer Triangel
Teen FictionAku tidak pernah merasa kehilangan yang benar-benar kehilangan. Saat itu tiba, aku tetap harus bertahan karna ada yang harus aku jaga ketenangan hatinya. - Vega Estella jenice