°°°°°
" Aku bukan sengaja untuk melupakannya, Hinata. Aku juga ingin mengingat semuanya. Aku ingin mengingat semua kenanganku denganmu, meskipun itu adalah kenangan pahit. Aku tidak mau semua itu menghilang dari ingatanku. " ucap Naruto sedih.
" Aku ingin terus mengingatnya karena kenangan bersamamu adalah memory yang sangat berharga bagiku. " ucap Naruto sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya.
" Aku sangat mencintaimu, Hinata. Kau adalah orang yang paling berharga bagiku di dunia ini. Apa yang bisa aku lakukan agar kau bahagia, Hinata? Karena yang aku hanya inginkan adalah kau selalu merasa bahagia. " ucap Naruto sambil menatap wajah Hinata.
Hinata merasa sangat sedih melihat Naruto yang terlihat begitu putus asa. Bagaimana pun juga Hinata masih mencintai suaminya itu. Tapi untuk saat ini, kemarahan yang ada di hatinya masih mendominasi perasaannya. Kemarahannya juga yang menahan dirinya untuk mendekati Naruto lalu memeluk lelaki yang dicintainya itu.
" Aku.. Aku masih butuh waktu, Naruto. Aku butuh waktu untuk memaafkanmu. Untuk melupakan semua yang aku lihat dan juga untuk menyembuhkan luka hatiku. " ucap Hinata.
" Mungkin kita perlu menjaga jarak dulu untuk saling instrospeksi dan mendinginkan hati. " lanjut Hinata.
Naruto sangat sedih saat mengetahui maksud Hinata untuk menjaga jarak adalah istrinya itu meminta untuk pisah kamar darinya. Hinata lalu menempati kamar tidur tamu yang berada di sebelah ruang lukisnya. Selanjutnya, Hinata hanya menghabiskan waktunya dengan melukis hingga berjam - jam hingga lelah dan dilanjutkan tidur sesudahnya. Bahkan sudah dua hari ini Naruto tidak bertemu dengan Hinata padahal mereka tinggal dalam satu rumah. Namun meski begitu, Naruto masih bersyukur Hinata tidak pergi dari rumah keluarga Namikaze. Akhirnya Naruto memaksakan dirinya pergi ke kantor karena dia merasa sangat kesepian dan sedih saat berada di rumah karena Hinata menghindarinya.
" Tapi Tuan Naruto kan masih lemah. Sebaiknya Tuan tinggal di rumah saja untuk istirahat. " ucap Iruka dengan perasaan cemas saat membantu Naruto memasuki mobilnya untuk berangkat ke kantor.
" Tidak apa-apa, Paman Iruka. Aku malah akan tambah sakit jika terus berada di rumah. Lagipula meskipun di rumah, aku juga tidak bisa membuatnya bahagia. Bahkan mungkin dia merasa terganggu dengan keberadaanku. " ucap Naruto sedih.
Iruka langsung mengerti bahwa orang yang dibicarakan majikannya itu adalah Hinata. Iruka hanya bisa menghela nafas sedih.
" Kalau begitu hati - hati di jalan, Tuan Naruto. " ucap Iruka.
" Terima kasih, Paman. Padahal aku berharap Hinata yang mengantarku dan mengucapkan hal itu padaku. " ucap Naruto sambil tersenyum, namun kesedihan jelas terpancar dari wajahnya. Iruka jadi ikut merasa sedih melihat kesedihan di wajah Naruto dan mendengar ucapan majikannya itu.
" Aoba, Tolong jaga Tuan Naruto dengan baik. " pesan Iruka pada supir Naruto.
" Serahkan semuanya padaku, Iruka. Aku akan mengantarkan Tuan Naruto sampai ke kantornya dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. " ucap Aoba dengan penuh semangat. Naruto tersenyum mendengarnya.
" Kalian ini seperti suami istri saja. " canda Naruto sambil tertawa.
" Kalau begitu aku adalah suaminya. " sahut Aoba cepat.
" Apa kau bilang?! " teriak Iruka.
" Tentu saja. Karena kau yang lebih cocok jadi peran istrinya, Iruka. Lihat wajah manismu dan rambut panjangmu yang selalu kau kuncir itu. Hmm.. Kau benar - benar istri yang manis, Iruka. " ejek Aoba.
Naruto tertawa terbahak - bahak mendengar percakapan kedua pegawainya itu. Iruka jadi senang bisa membuat Tuan Besarnya itu tertawa gembira meski hanya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brown Sugar Kiss
FanfictionNaruto, NARUHINA, Mrate, dewasa, hurt, drama, romance, Hinata, anime, family, ooc. Disclaimer © Masashi Kishimoto. Hinata selalu menunggu seorang anak lelaki berambut pirang dan bermata biru yang sudah melamarnya dan berjanji untuk menikahinya. Tapi...