Mark sudah lupa kapan terakhir kali ia mendapatkan tidur yang nyenyak tanpa mimpi buruk atau apapun itu.
Kini ia bahkan takut untuk sekedar menutup matanya. Yang lain sudah memintanya untuk menemuin dokter psikolog tapi Mark dengan tegas menolak. Entah kenapa sejak kecil, pergi ke dokter bukanlah hal favoritnya. Faktanya, itu adalah salah satu hal yang paling ia benci.
Semua orang disekitarnya sudah berusaha sebisa mereka untuk membuat Mark dalam kondisi senyaman mungkin tapi dengan semua teror yang masih berdatangan, hal itu menjadi sia - sia.
Siapapun yang berada dalam posisinya pasti ingin sembuh, termasuk Mark sendiri. Ia ingin sekali bebas dari semuanya penderitaannya.
Mark membiarkan angin malam menerpa wajahnya, mengibaskan beberapa helai rambutnya ke belakang. Berdiri sendirian di balkon hotel, menatapi indahnya Tokyo pada malam hari memang membuat dirinya merasa sedikit lebih baik.
Ini adalah hari terakhirnya di Jepang, mereka sudah menyelesaikan jadwal mereka di sini yang memakan waktu selama 3 hari. Tapi sejak menginjakan kaki di negara sakura ini, ia belum menikmati keindahannya walau sedetikpun.
"Indahnya.. Apa aku bisa menjadi sebagus itu?" gumam Mark
Perlahan air matanya turun dan kali ini Mark tidak menghapus air mata itu. Hanya ia biarkan mengalir.
Ia lelah berpura - pura, ia lelah tersenyum, dan yang terutama, ia lelah terus menderita.
Tubuhnya merosot ke bawah, kepalanya tertunduk membuat air matanya langsung jatuh ke celananya.
Isakannya pun semakin kencang bahkan ia tidak peduli jika ada yang mendengarnya.
Satu jam lamanya ia menumpahkan emosinya di balkon itu. Lelah dengan apa yang baru dilakukan, ia tertidur di balkon itu dengan posisi yang sama.
Setelah ia tidak mengeluarkan suara apapun lagi kecuali dengkuran halus, pintu kamarnya terbuka.
Kamar itu seharusnya ia tempati bersama Yuta tapi begitu Yuta mendengar suara isak tangis dari dalam, ia memutuskan untuk menunggu sampai suara itu berhenti.
Ia yakin bahwa membiarkannya meluapkan emosi adalah salah satu cara yang baik untuk menenangkan jiwanya.
Setelah tidak mendengar suara apapun, ia masuk ke kamar itu.
"Mark..?" panggil Yuta
Dan disitulah ia mendapati Mark, tertidur dalam posisi duduk di balkon.
Dengan gerakan yang pelan agar Mark tidak terbangun, ia mengangkat tubuh Mark dan membaringkannya di kasur berukuran cukup besar itu lalu ia berbaring di sebelahnya.
"Good night Mark" kata Yuta sebelum ia ikut masuk ke alam mimpi.
.
.Seperti sudah menjadi hal yang wajar, Mark terbangun di tengah malam dengan tubuh yang penuh keringat dan napas tersengal - sengal. Bahkan di wajahnya masih ada jejak air mata.
Matanya menatap jam di dinding, jarumnya menunjuk ke angka tiga. Berulang kali ia mencoba untuk kembali tidur tapi tidak bisa, ketakutan selalu menghantuinya.
Karena tidak ingin membangunkan Yuta, ia memutuskan untuk sekedar mengelilingi hotel dan berharap mendapatkan rasa kantuk. Namun sepertinya gerakannya daritadi sudah membuat Yuta terbangun.
"Hoaamm... Ada apa Mark? Kau mimpi buruk lagi?" tanya Yuta
"Iya hyung" jawab Mark pelan
"Terus kau mau kemana? Memangnga sudah pagi?" tanya Yuta yang melihat Mark sudah memakai jaket, topi, dan masker.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Worth It? || NCT Mark [EDITED]
FanfictionApa aku berharga? Apa aku berhak? Apa aku pantas jadi bagian dari mereka? Kenapa selalu kebencian yang menghampiriku? Aku selalu merepotkan mereka, apa aku pantas untuk sekedar tinggal bersama mereka? Should I just leave this world? 'Cause I know I...