4. PMS

440 62 68
                                    

Seperti biasa keadaan kelas 11 MIPA 10 saat ini bak kapal titanic yang akan tenggelam. Hal ini terjadi karena sudah hampir tiga puluh menit Bu Tutik selaku guru matematika tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Rara memutar bola matanya malas. Jika sudah begini ia harus menuruni tangga menuju koridor lantai satu untuk mencari Bu Tutik. Ia merasa memiliki tanggung jawab selaku ketua kelas.

Rara segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuruni tangga menuju koridor lantai satu. Rara berjalan seraya bersenandung kecil. Rara menghentikan langkahnya ketika melihat sepasang sepatu menabrak sepatunya.

"WOI SANTE NAPA, JALAN YANG BENER!!" ucap Rara sengak.

Kepala Rara yang tengah tertunduk kini terangkat menatap lelaki di hadapannya.

DEG.

Sport jantung di mulai. Pandangannya bertemu dengan pandangan lelaki di hadapannya. Kini jantung Rara berdegup lebih kencang dari biasanya. Bukan karena ia takut tapi karena ia telah bertabrakan dengan salah satu most wanted PB, yang konon katanya lelaki di hadapannya ini lelaki yang didamba-dambakan kaum hawa SMA Putra Bangsa.

"Eh," jawab Rara kikuk. Lemes seketika.

Lelaki dihadapannya kini tengah memberikan senyuman manis mematikan.

"Ketua osis keluyuran mulu masa," kata lelaki dihadapannya itu.

"Hmm hmm anu apa gu---gu e mau," jawab Rara gugup seraya meremas roknya.

"Mau bareng gue?"

DEG.

Tuk kedua kalinya. Lemes. Mungkin itu hanya perkataan biasa, namun entah mengapa Rara kini auto sport jantung lagi. Lelaki di hadapannya hanya tersenyum tipis melihat salah tingkah Rara. Rara segera berkata lantas meninggalkan lelaki di hadapannya sebelum ritme sport jantung meningkat.

"Gue duluan gue mau ke ruang guru."

Rara lantas berjalan layaknya berlari kecil. Yoga yang melihat Rara salah tingkah lantas menghentikan langkah kaki Rara dengan memanggilnya.

"Tunggu, Ra."

Rara yang mendengar Yoga memanggilnya segera menoleh dan menatap lelaki tersebut seraya menaikkan alisnya meminta penjelasan.

Yoga berjalan mendekati Rara. Ia mengambil coklat dari saku celananya lalu memberikannya kepada Rara. Jangan ditanya, Rara pasti sudah percaya diri, ia pikir coklatnya itu untuknya.

Yoga menjulurkan coklat yang digenggamnya, "Nih."

Rara lantas mengambil coklat tersebut, tak lupa ia ucapkan terima kasih, "Makasih ya Yog," ucap Rara dengan senyum terlukis di wajahnya.

"Tolong kasih ke Winda ya Ra," ucap Yoga tanpa rasa bersalah.

"Winda?" tanya Rara memastikan.

"Iya, Arawinda, temen sekelas lo,"

Rara hanya manggut-manggut seolah-olah mengerti padahal sesungguhnya ia sungguh kecewa.

"Ya udah gue duluan ya," kata Yoga lantas berjalan meninggalkan Rara yang berdiri mematung. Ingin rasanya ia buang coklat itu, ingin rasanya ia mencakar-cakar wajah lelaki pemberi harapan palsu itu, entahlah Yoga yang pemberi harapan palsu atau Rara yang berharap lebih.

Rara segera melanjutkan langkahnya menuju ruang guru, ia lupakan sejenak kejadian tadi, ia tak mau tampak lemah di hadapannya.

Sesampainya di ruang guru Rara melihat seorang siswa tengah duduk di depan salah satu meja guru, lamat-lamat ia mendengarkan percakapan mereka.

Zona NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang