Bab 3. Bahan Taruhan

74 9 4
                                    

Virgo mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin untuk menemukan seseorang. Mata elangnya berhenti pada arah angka dua. Di mana seorang cewek sedang menikmati makanannya dan duduk bersama dua orang cowok. Kedua kakinya melangkah lebar hingga berhenti tepat di samping mereka.

"Ngapain lo deket-deket cewek gue?" Ia menatap selidik dua cowok yang tidak dikenalnya; sementara orang yang dimaksud mendongak dengan wajah terkejut.

"Cewek lo?" Seorang cowok yang duduk tepat di hadapan Sheila mengerutkan dahi.

Sheila tidak kedip beberapa detik karena takut jika ia melakukannya, maka sosok cowok idola itu menghilang.

"Iya, cewek gue." Virgo melipat kedua tangannya di depan dada sambil melirik genit ke arah Sheila.

"Ha?" Sheila mengedipkan mata beberapa kali.

Tangan kiri Virgo mengacak rambut Sheila pelan sambil tersenyum manis. Ia membungkuk dan menatap Sheila. "Iya ... lo mau kan jadi pacar gue?"

Ketiga orang yang menghuni kelas IPS satu itu pun saling melempar pandang.

"Heh!" Seorang cewek tiba-tiba menarik poni Virgo dari arah samping kanan. Membuat cowok itu mengaduh, lalu menatap sebal ke arah si Pelaku. "Lo amnesia, ya? Lo tuh baru putus dari Bunga belum ada seminggu."

Perhatian anak-anak di kantin siang itu tertuju ke arah dua orang yang menurut mereka sangat cocok sebagai peserta adu debat. Kebiasaan Gweny dan Virgo tersebut memang sudah tersebar di antero sekolah. Bahkan, beberapa guru juga tahu dan terkadang meledek mereka berdua secara terang-terangan. Terutama guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

"Lo hobi banget, sih! Ngacak-ngacak aset gue. Magnet kegantengan gue rusak, nih!" Virgo merapikan poninya yang kusut karena ulah Gweny. Ia kemudian menarik tali rambut Gweny sebagai pembalasan sambil berkata, "Gweny si Galak sekaligus temen sekelas gue yang asupan gizinya cuma martabak telor, perlu lo tau ... gue putus sama dia karena enggak mau duain dia gara-gara gue sukanya sama Sheila. Jadi, gue enggak salah, dong?"

Gweny tidak percaya secuil pun dan menatap tajam Virgo. Ucapan tersebut membuat dadanya naik-turun lebih cepat. Ia melirik gadis yang panjang rambutnya melewati bahu itu, lalu mengembuskan napas kasar untuk mengatur emosi. Meskipun hanya sekilas melihat wajahnya, tetapi ia yakin bahwa Sheila menelan mentah-mentah ucapan cowok tebar pesona di hadapannya.

"Gue galak sama lo doang. Balikin kunciran gue!" Tangannya terulur, tetapi Virgo bergeming. "Balikin, Virgooo!"

"Enggak. Sana lo jauh-jauh dari gue!" usirnya sambil membalikkan dan mendorong tubuh gadis itu.

Devan yang sejak tadi diam memperhatikan dari belakang Virgo pun mengambil paksa benda lentur tersebut. Membuat Virgo mendesis dan menatapnya kesal. Ia kemudian menarik Gweny untuk keluar dari titik di mana anak-anak memusatkan perhatiannya.

"U-ucapan lo barusan beneran, Vir?" tanya Sheila sambil memegang lengan kiri cowok tersebut.

"Seriusanlah! Lo mau, kan?" Virgo menebarkan senjata lain sebagai pesonanya-tersenyum manis. Membuat para cewek meleleh dalam hitungan detik.

Anak-anak cewek yang menyaksikannya memandang iri dan bertanya-tanya kapan Virgo akan melirik mereka. Bahkan, kakak kelas saja banyak yang demikian meskipun tidak sampai berharap ingin menjadi pacarnya. Mungkin, jika sekadar gebetan mereka menginginkannya.

Devan melepaskan tangan Gweny setelah empat meter berjalan, lalu bertanya, "Mau makan apa?"

Gweny menengadahkan tangan kanan untuk meminta kuncirannya. Setelah cowok irit bicara itu-menurut teman-teman, tetapi tidak dengan Gweny-menyerahkannya, ia pun menjawab, "Gue enggak nafsu makan lagi."

Our TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang