"Heh, Metana!"
Seorang cewek yang merasa dipanggil pun menghentikan kaki yang baru berada di tangga. Dalam hati menggeram karena sebutan itu. Kemudian, balik badan dan menatap galak Virgo.
"Sini lo!" tantangnya.
Virgo melangkah dengan ringan ke arahnya. Senyum lebar khas playboy-nya keluar. Begitu satu meter berada di hadapan Gweny, ia berkata, "Kenapa? Enggak sabar lo mau jalan sama gue?"
Bibir Gweny bungkam. Ia memberi isyarat Virgo untuk sedikit menunduk lewat gerakan telunjuk.
"Aww!" pekik Virgo saat jemari tangan Gweny menarik poni Virgo.
"Udah berulang kali gue bilang, nama gue Zettana, Oon." Gweny gemas, lalu melepaskan rambut Virgo.
"Ah, magnet kegantengan gue!" gerutunya sembari merapikan dan menaikkan bola mata. Berharap dapat melihat langsung hasil karya tangan Gweny yang jelas percuma.
"Lama-lama gue tempelin nama belakang gue di samping name tag lo nih," sahut Gweny sebelum memutuskan beranjak lebih dulu ke kelas.
"Virgo!"
Belum sempat cowok tersebut membalas ucapan Gweny, seorang gadis berambut hitam tanpa poni berlari ke arah mereka. Membuat Virgo memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Ngapain, lo?" tanyanya sambil memamerkan senyum miring saat gadis itu berhenti tepat di hadapannya.
"Gue perlu ngomong sama lo." Sheila mendongak untuk bisa menatap sepasang mata bronze itu.
Virgo membenarkan posisi tas ransel dan blazernya yang tersampir di bahu kiri. Kemudian, ia memegang kedua bahu Sheila sambil menyunggingkan senyum tipis. Meskipun demikian, tetap mampu membius para cewek yang tengah menatapnya. Membuat mereka meleleh karenanya dan menimbulkan khayalan.
Hanya butuh sepersekian detik bagi Virgo untuk tahu apa yang akan disampaikan Sheila. Raut dan tatapan itu sudah berulang kali ia temui di wajah mantan-mantannya.
"Makasih, tapi gue rasa udah enggak perlu. Kita sekarang temenan aja, oke?" Virgo mengedipkan sebelah mata.
Sheila segera mencekal lengan kanan Virgo sebelum cowok tersebut balik badan. "Virgo, gue bisa berubah asal lo ngasih satu kesempatan buat kita bareng-bareng lagi. Gue enggak akan dandan ini-itu dan ngabisin waktu lo cuma buat nungguin gue," ucapnya dengan tatapan memohon.
Virgo kembali tersenyum tipis, lalu berkata, "Sekali lagi makasih, tapi lo enggak perlu sampai ngelakuin itu demi gue, oke?" Kemudian, ia berjalan meninggalkan Sheila yang bergeming dengan arah pandang mengikuti ke mana punggung tegapnya pergi.
Gweny memberikan tatapan tajam pada Virgo yang justru dibalas dengan sebuah senyum menantang. Cowok tersebut sengaja mengibaskan blazer ke wajahnya ketika melintas. Membuatnya refleks terpejam dan menahan kesal untuk tidak melakukan pembalasan.
Gweny mendengkus, lalu berjalan empat langkah menghampiri Sheila. Ia menepuk pelan bahu Sheila tiga kali. Membuat gadis itu tersadar, lalu menoleh ke arahnya.
"La, gue bukannya ngebelain Virgo, tapi apa yang barusan Virgo omongin bener. Lo enggak perlu sampai mengubah karakter diri cuma buat bisa diterima atau disukai orang yang lo mau. Kalau lo ngelakuin itu, sama artinya lo enggak cinta sama diri lo sendiri. Kalau lo enggak cinta sama diri sendiri, gimana orang lain bisa cinta sama diri lo?" Gweny tersenyum tulus dan berharap gadis di hadapannya mengerti.
Sheila memeluk Gweny dan berkata, "Makasih, Gwen. Sepupu gue beruntung deh punya temen kayak lo."
Gweny membalas pelukan itu, lalu pamit meneruskan jalan ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Time
Teen FictionKesabaran Gweny habis hanya karena satu orang di kelasnya, yaitu Virgo. Banyak teman-teman Gweny yang menjadi korban ke-playboy-an Virgo. Sebagai pribadi yang memiliki empati tinggi dan tanggung jawab sebagai ketua kelas, Gweny tidak bisa diam saja...