Perpisahan Itu Menyakitkan

771 40 11
                                    

Aku menatap kosong ke arah rak-rak display yang dipenuhi barang-barang. Belum ada pelanggan yang berkunjung pagi ini, jadi pekerjaanku hanyalah melamun atau bermain ponsel.

"Hei," aku tersentak saat mendengar suara itu, tentu saja karena aku sedang melamun.

"Ah, maaf. Ini saja? Ada tambahan lain?" Aku mengambil alih barang yang akan ia bayar.

Bisa kulihat dari sini bahwa dia sedang tersenyum tipis. Aku lebih suka dia yang tersenyum lebar. "Kau sedang berpura-pura?"

Aku menggeleng. "Tidak, ini kan memang pekerjaanku. Totalnya 3000 won."

Ia memberikan selembar uang padaku. "Bisakah kita bicara?" Tanyanya.

"Tidakkah kau lihat aku sedang bekerja?"

"Kalau begitu aku akan menjemputmu sepulang kerja." Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia langsung meninggalkanku. Aku hanya memandang punggung tegap yang terbalut dengan coat cokelat muda berjalan menjauh dari tempatku. Aku merindukanmu.

Third person's POV

Seongwoo meletakkan plastik itu di atas meja kerjanya, ralat, bukan meletakkan tapi cenderung membanting. Lelaki itu langsung duduk di atas singgasananya, dan tubuhnya melorot sampai kaki jenjangnya menembus meja kerjanya.

"Kau terlihat lelah," Inha meletakkan satu cup kopi di atas meja kerja Seongwoo bersamaan dengan map berwarna kuning.

"Terima kasih noona,"

Inha duduk di sofa yang ada di dalam sana. "Kau baru saja menemuinya?"

Seongwoo mengangguk lemah. Inha tentunya mengetahui kebiasaan yang dilakukan oleh adik tirinya, mengingat dia juga pernah diperlakukan seperti itu. "Kenapa kau tidak kembali padanya saja sih?"

"Andai semudah itu noona," suara Seongwoo terdengar lemas.

"Dia bahkan mengebom tempat kerja Seolji kemarin, untungnya dia tidak kehilangan pekerjaannya karena pemilik toko membuka toko barunya," jelas Seongwoo.

"Astaga, wanita itu benar-benar gila. Padahal sewaktu kita masih bersama dia terlihat begitu polos dan baik."

Seongwoo menghela nafas. "Dunia yang merubahnya."

"Semangatlah!" Inha sedikit meremas pundak adiknya untuk menyalurkan energi positif. "Kalau begitu aku pergi dulu, daah."

Seolji POV

Aku melepaskan rompiku, rambutku kuikat ulang karena sedikit berantakan. Kulihat bangku kosong diluar. Ya sudah, apa yang kuharapkan? Untuk apa aku menunggunya.

Aku melangkahkan kakiku keluar, kunikmati sejuknya angin malam sehabis hujan. Jalanan licin, udara yang dingin, serta bau air yang menyeruak mendamaikan hatiku.

Aku menyusuri jalan untuk pulang, aku merapatkan cardiganku karena angin yang berhembus lembut itu dingin.

"Kau bisa sakit," sebuah coat cokelat muda disampirkan di pundakku.

"Ck! Kau tak perlu melakukannya," aku berdecak kesal. Sepertinya dia berniat untuk kembali menggoyahkan hatiku.

Seongwoo tersenyum tipis. "Kau ini perempuan."

"Lalu apa hubungannya."

Seongwoo tersenyum lebar. "Tidak ada."

Aku memukul pundaknya pelan. "Kau tidak lucu." Omelku.

"Tapi kau tersenyum," dia menunjuk ke pipiku yang terangkat.

Benar jika aku saat ini sedang tersenyum, bahkan senyumanku saat ini terlampau lebar. Aku tak mampu menyembunyikan rasa bahagiaku karena melihatnya masih sehat, tidak terluka.

My Unexpected Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang