Sebuah Senyuman Berarti

794 52 0
                                    

Selamat, kau luar biasa
Selamat, bagaimana kau bisa melakukannya
Seolah tak terjadi apa-apa
Kau menghancurkan hatiku
Senyum di wajahmu menunjukan bahwa kau telah melupakanku
Day6-Congratulation

***

Sepulang menonton, perasaanku menjadi sedikit lega. Tapi tidak untuk saat ini, mengingat wajah tampan Seongwoo yang sedih membuatku kembali berpikir.

Aku takut jika keputusanku salah, aku takut jika ternyata semua ini hanya sandiwara Hajin saja.

Air mataku kembali menetes, aku terisak.

"Maafkan eomma Seolji-ya," dan tibalah ibu yang memelukku dari belakang. "Maaf eomma sudah memaksamu menikah,"

"Gwaenchanayo eomma,"

Pelukan ibu terasa semakin erat, mungkin ibu merasa paling menyesal karena sudah menyejutui hal ini dari awal. "Kau boleh menghidupkan hidupmu Seolji-ya, eomma takkan mengusik lagi. Menikahlah kalau kau mau, bekerjalah kalau kau mau, yang penting kau bahagia," ibu mengecup pipiku yang basah berkali-kali. Ibu memanglah orang yang paling menyayangiku.

***

Aku tidak tahu jika tidur bisa semelelahkan ini, aku terbangun dengan kepala pening, dan pundak yang pegal. Aku berjalan menghampiri ibuku yang kuyakin sedang menonton berita pagi.

Aku menyenderkan kepalaku ke pundak ibuku. Ibuku mengusak rambutku lembut.

"Sarapan sana,"

Aku menggeleng. "Nanti saja. Hyunji sudah berangkat?" Tanyaku.

Ibuku menggeplak kepalaku dengan remot televisi. "Tentu saja, kau pikir adikmu itu seperti kau? Jam 10 baru bangun,"

Aku hanya menyengir lebar. "Eomma," panggilku.

"Hm?"

"Tempo hari Guanlin bilang dia mencintaiku,"

"Eomma tidak terkejut sih,"

Aku memukul pundak ibu pelan. "Jadi eomma juga sudah tahu? Astaga apa yang kulewatkan selama 21 tahun aku hidup?"

"Putriku memang tidak peka, aku kasihan pada Guanlin karena sudah mencintai gadis batu seperti ini,"

"Eomma...," rengekku. "Serius, kenapa hanya aku yang tidak tahu, Seong--" ibu langsung membekap mulutku dengan tangannya.

"Sst eomma tidak mau mendengar nama itu lagi, jangan pernah sebut nama itu lagi,"

"CEO muda dari United corp, Ong Seong--"

Bip!

Belum selesai pembawa berita itu menyelesaikan kalimatnya, ibu sudah mematikan televisinya.

Ibu melempar remot tv tersebut ke arah televisinya. "Tv-nya rusak, ayo kita beli baru,"

"Astaga eomma,"

***

Aku memainkan mouse penku. Aku sedang bosan, dan aku belum memiliki motivasi untuk menggambar. Aku menghela nafas. Kenapa aku jadi lebih malas daripada biasanya? Hnggg.

Aku meraih jaket dan dompetku, aku beranjak dari tempatku duduk menuju ruang tamu.

"Eomma aku mau ke minimarket,"

Ibu masih menyimak ponselnya, dan menjawab tanpa melihatku. "Belilah cemilam yang banyak, eomma juga mau susu pisang,"

"Astaga diumur eomma yang setua ini pun masih suka minum susu pisang ckckckck,"

Ibu melempariku dengan bantal sofa. "Kau juga masih minum susu pisang kan? Jadi tidak usah banyak bicara, dan beli cemilan saja sana. Lalu kita menonton drama,"

"Iya-iya," ucapku kemudian meninggalkan rumah menuju minimarket yang ada di ujung jalan.

Kakiku berhenti begitu saja saat melihat sebuah pemandangan tak asing di depan sana, Seongwoo dan Hajin. Aku segera menaikkan hoodie jaketku agar wajahku tak terlihat.

Selesai berbelanja, aku tak langsung keluar melainkan aku memerhatikan sepasang manusia yang sedang bercengkrama di bangku depan minimarket. Seongwoo tampak tersenyum lebar menanggapi candaan Hajin, mereka tampak bahagia sekali.

Aku jadi semakin ragu akan perasaan Seongwoo padaku, sekarang bahkan dia bisa tersenyum seolah tak terjadi apa-apa yang tentunya membuat hatiku hancur berkeping-keping. Pada akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari minimarket tersebut. Tubuhku diterpa angin begitu aku berlari.

Aku menyerahkan kantong plastik tersebut pada ibuku yang sedang memainkan tablet, kemudian aku masuk ke dalam kamar, tanpa sengaja aku membanting pintu saat akan menutup, dan menguncinya. Air mataku kembali tumpah, aku tidak tahu jika rasanya akan sesakit ini.

Sudah tak terhitung berapa kali aku menangis minggu ini, dan Seongwoo masih bisa tersenyum. Apakah aku berarti di matanya? Apakah aku memiliki tempat di hatinya? Apakah sejak awal dia mencintaiku atau hanya menjadikanku tempat melupakan 'orang itu'?

Ibu menggedor pintu kamarku. "Seolji-ya! Ada apa?!" Teriak ibuku dari luar kamarku.

Aku menormalkan suaraku agar tidak terdengar seperti orang yang menangis. "Gwaenchanayo eomma, kepalaku sedikit pening jadi aku akan tidur," jawabku, walaupun aku sudah membuat suaraku senormal mungkin tapi tetap saja terdengar seperti orang yang menangis.

Aku bisa mendengar ibuku menghela nafas. "Seolji-ya kau tidak sendiri, kau bisa cerita pada eomma, appa, Hyunji, dan Guanlin. Jangan menderita sendirian nak, eomma di sini, kami di sini,"

Mendengar suara ibu yang begitu tulus membuatku semakin menangis. Aku menyesal sudah mengenal Seongwoo.

~To be continue~

Semoga ada yg nungguin yak :") maap lama update :)) jangan lupa vomment yeuu sayang sayangku satu vote dari kalian sama dengan satu doa biar wanana gak bubar :v //apaan sih// pokoknya vomment aja lah ya masa viewersnya 400 an votenya cuma 50 an heuheuheu

My Unexpected Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang