A Story From The Past

680 34 0
                                    

Akhirnya spesial chap yg ditunggu-tunggu hadir juga huhuhu //sebenernya aku sih yg nunggu wqwqwq// udahlah sok aja happy reading ❤❤❤

~~~

Seongwoo yang berusia 15 tahun berjalan pulang ke rumah dengan earphone yang ada di telinganya. Sesekali pemuda itu juga menggumamkan lagu yang ia dengar.

"Heh," seseorang menepuk pundaknya begitu ia tiba di depan pagar rumahnya yang terlewat mewah.

Seongwoo berjengit terkejut tapi kemudian ia tersenyum melihat siapa yang mengejutkannya. Seorang gadis yang mampu membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Gadis itu juga tersenyum.

"Kau sudah pulang?" Seongwoo melepaskan earphone-nya.

Gadis itu mengangguk. "Pantas saja tak ada saat kucari, kau membolos ya?" Ejek Seongwoo.

Gadis itu memukul lengannya. "Enak saja! Kelasku memang dipulangkan lebih awal, Hajin saja juga sudah pulang."

"Kau mau masuk?" Tawar Seongwoo sambil membukakan pintu pagar lebar-lebar.

Gadis itu menggeleng. "Aw! Jadi kau kesini hanya untuk melihatku, manis sekali," Seongwoo mengacak rambut gadis yang lebih tua beberapa bulan darinya.

"Dasar! Kau selalu memberantaki rambutku bodoh."

Seongwoo terkekeh. "Rambutmu berantakan saja aku suka, apalagi jika rambutmu rapi. Yakin kau tidak mau masuk?"

Menggeleng kembali kemudian gadis itu mencuri sebuah cubitan dari pipi Seongwoo kemudian berlari pulang ke rumahnya.

"Ya! Jung Inha! Kemari kau!"

Tentu saja Inha tidak akan kembali, ia tidak ingin digelitiki Seongwoo sampai mati.

Seongwoo masuk ke dalam rumahnya, lebih tepatnya di dalam kamar. Seongwoo benci berada di rumah tersebut tapi ia tidak lagi tahu tujuannya jika bukan ke rumah.

Seongwoo melepas seragamnya, dan menggantinya dengan kaos. Ia berbaring di atas ranjangnya yang empuk. Seongwoo seolah kehilangan separuh hidupnya setelah ibunya meninggal. Hidupnya tak jauh dari kamar, sekolah, dan Inha. Ia lebih memilih hidup seperti itu daripada menjadi penghuni diskotik yang candu akan obat-obatan.

Seongwoo tersenyum lebar saat melihat sebuah nama terpampang di ponselnya. Inha.

"Halo?"

"Kau sudah makan belum?"

"Sepertinya belum, kenapa?"

"Mampir ke rumahku, ayo makan malam bersama. Ahjussi belum pulang kan?"

Seongwoo menggeleng. "Belum, baiklah. Aku akan bersiap."

"Jangan menjadi terlalu tampan, nanti aku semakin menyukaimu."

Seongwoo lantas terkekeh, senyuman lebar yang jarang terlihat itu kini nampak sangat lebar. "Baiklah, aku juga menyukaimu."

~~~

"Selamat malam ahjumma," sapa Seongwoo pada ibu Inha yang sudah duduk di meja makan.

"Duduklah Seongwoo-ya, makan yang banyak," nyonya Jung mengambilkan semangkuk nasi untuk Seongwoo.

"Hei hanya ibuku saja yang disapa? Aku tidak?" Protes Inha yang masih lahap memakan kimchi jeon.

"Ahjumma rumahmu sepertinya berhantu, aku mendengar suara-suara gaib tadi. Sepertinya ahjumma harus pindah segera," canda Seongwoo, Inha merengut sebal.

Nyonya Jung terkekeh. "Kau ini ada-ada saja, nah ini nasimu. Makanlah yang banyak, kau masih harus bertumbuh agar bisa melebihi Inha."

Telak, Seongwoo tertohok. Inha tertawa mendengar ibunya membalas Seongwoo dengan ejekan yang sangat dibenci lelaki itu. Ia benci dibandingkan dengan Inha apalagi soal tinggi badan.

"Terima kasih eomma sudah membalaskannya untukku," Inha menyingkirkan setetes air mata di sudut matanya, ia bahkan tertawa sampai menangis.

Seongwoo merengut kesal. "Senang kau melihatku diejek seperti ini?"

"Tentu saja," Inha kembali tertawa. "Siapa suruh mengejekku di hadapan malaikatku."

"Sudah-sudah makanan itu tidak akan masuk ke dalam perut kalian sendiri."

~~~

Seongwoo kembali ke rumahnya saat malam. Gelap, itulah yang mendefinisikan rumah megah tersebut. Hanya satu kamar yang disinari lampu--yang ia lihat dari luar. Kamar ayahnya.

Tanpa repot-repot menghampiri ayahnya, dan melakukan basa-basi, anak itu langsung ke kamarnya untuk belajar. Seongwoo terkejut begitu masuk ke dalam kamar seorang pria paruh baya yang ia panggil ayah duduk di kasurnya.

"Ada apa abeoji?" Tanya Seongwoo dengan wajah datar.

"Begitukah kau berbicara dengan ayahmu?" Jawab pria itu.

Seongwoo mendengus. "Setidaknya aku masih memanggilmu ayah bukan?"

Tuan Ong berdecak tak suka. "Sudahlah. Aku hanya memastikanmu baik-baik saja," pria itu melangkah keluar dari kamar putranya. Tapi langkahnya terhenti begitu mendengar ucapan putranya.

"Oh ternyata abeoji masih peduli. Kukira aku sudah tidak dianggap ada."

Pria itu kembali menapaki jalan keluar dari kamar putranya walaupun hatinya sakit mendengarnya.

Setelah menutup pintu, Seongwoo langsung membaringkan tubuhnya. Niatnya untuk belajar hilang sudah. Ia menangis, menyesal telah berkata kasar pada satu-satunya tempat bergantung saat ini. Bisa saja Seongwoo keluar dari rumah itu tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat menyayangi ayahnya. Beliau satu-satunya orang tua yang dimilikinya setelah ia kehilangan ibunya beberapa bulan yang lalu. Seongwoo hanya sangat kecewa pada ayahnya. Pria itu tidak pernah berada di sisinya bahkan saat Seongwoo bersedih.

Seongwoo memutuskan untuk mandi. Ia ingin menghapuskan semua rasa sedihnya dengan air karena ia yakin ibunya tak akan senang jika Seongwoo seperti ini. Nyatanya saat air dingin mengguyur tubuhnya perasaan sedih itu semakin mendalam. Pemuda itu menangis meraung di bawah guyuran air. Sudah cukup ia bersikap baik-baik saja di hadapan Inha, di hadapan Hajin, dan di hadapan ayahnya. Pada kenyataannya Seongwoo hanya seorang lelaki yang begitu rapuh yang bersembunyi di balik gelak tawa jenakanya.

Kepala Seongwoo pening begitu keluar dari kamar mandi. Ditenggaknya air putih yang berada di gelas di atas nakasnya kemudian dia berbaring. Ia tidak memainkan ponselnya seperti biasa. Ia hanya memandang kosong ke arah langit-langit kamarnya.

Teleponnya berdering, senyum tipis terbit di bibirnya. Hajin. Ia berharap sahabatnya yang satu ini akan menghiburnya. Tapi tidak, gadis yang menelepon Seongwoo justru mengoceh tidak jelas tentang lelaki yang mengejarnya di sekolah, Hwang Minhyun.

"Hajin maaf, tapi aku lelah. Aku akan tidur. Sebaiknya kau juga tidur, selamat malam."

Seongwoo melemparkan ponselnya begitu saja di sisi kosong kasurnya. Ia memejamkan mata sampai terjun ke dalam mimpinya. Hanyalah mimpi yang menjadi tempatnya menghibur diri.

~TO BE CONTINUE~

My Unexpected Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang