"Apa tidak apa-apa?" tanya Ibu untuk sekian kalinya. Hira merapihkan kerah seragamnya, lalu memakai jaket tebalnya. "Gak apa apa kok." jawabnya, Hira mengambil syal biru tua yang menggantung di balik pintu kamarnya. Adik laki-laki Hira sedang duduk di meja makan, menatap kakaknya yang bergegas pergi sambil menikmati sarapannya. "Aku berangkat," ucap Hira, membuka pintu lalu melangkah keluar.
Ia berjalan menuju SMA Higashi, yang sudah ia tinggalkan selama 3 minggu karena kecelakaan itu. Jalanan pagi itu sepi seperti biasanya, tidak banyak yang berbubah selama ia tidak ada. Hira menengok ke sebelah kanan jalan, tempat SMPnya berada. Di depan gerbang SMP, ada yang menarik perhatiannya.
Seorang gadis yang berdiri disana menggunakan seragam musim panas, diantara salju. Tentu saja Hira tahu ia bukan manusia, tapi ia memilih untuk tidak berinteraksi dengannya.
Kalau kebanyakan orang bilang hantu itu menyeramkan, Hira tidak dapat membenarkan pendapat itu. Ada saat dimana hantu-hantu itu terlihat mengerikan, tapi pada kenyataannya, mereka lebih sering berpenampilan seperti manusia normal pada umumnya.
Sejujurnya, untuk beberapa hari Hira tidak dapat membedakan antara hantu dengan manusia sebenarnya. Saat pelatihan penglihatan mata kanannya semasa di rumah sakit pun, ia sering salah membedakan hantu dan manusia. Saat di rumah sakitlah ia berlatih untuk membedakannya, terlebih, di rumah sakit jumlah hantu atau arwah yang berkeliaran lebih banyak.
Hira kembali berjalan menuju SMA Higashi, yang letaknya tidak begitu jauh dari SMPnya. Saat ia sampai disana, benar-benar tidak ada yang berubah. Semuanya tampak seperti biasa. Teman-temannya menyapanya, tapi tidak mempertanyakan ketidakhadiran Hira selama 3 minggu. Tidak ada yang mengucapkan "selamat atas kesembuhannya ya!" atau "aku merindukanmu!". Hira sendiri tidak begitu berharap, lagipula hal itu sangat sinkron dengan fakta tidak ada seorang pun yang datang menjenguknya ke rumah sakit. Hanya ada karangan bunga atau karangan bangau yang katanya dikirim dari kelasnya.
Hira melewati saat-saat di kelas seperti biasanya, mengobrol dengan orang-orang yang mengajaknya mengobrol duluan, mendengarkan musik, atau menulis cerita. Namun ada hal yang membuat semuanya menjadi lebih menarik. Hal yang baru. Hira duduk di dekat jendela, ia sering memandang keluar kelasnya. Tepat di hadapan jendelanya, beberapa meter ke depan, ada sebuah tiang listrik yang dililit pita putih.
Sekitar beberapa bulan yang lalu, seorang siswi meninggal karena tertabrak mobil saat akan menyelamatakn anak-anak kucing. Salah satu anak kucing yang masih bertahan di sekolah sampai sekarang bernama Rei, kucing kaliko yang sering berjalan-jalan keliling sekolah. Kepala sekolah tidak merasa keberatan untuk memelihara kucing itu, terlebih karena pengorbanan siswi yang telah tiada akibat menyelamatkannya.
Bel pulang sekolah terdengar, seluruh siswa beranjak dari kursinya lalu sesegera mungkin meninggalkan kelas, entah karena memiliki acara, lelah, atau kabur dari piket. Hari ini jadwal Hira piket, jadi ia masih berada di dalam kelas, berbeda dengan yang lain. Hanya tersisa beberapa anak perempuan yang masih bergosip ria sampai lupa waktu untuk pulang.
Hira menyapu lantai kelas, lalu memungut benda-benda yang dapat ia buang lansung, ia memasukkan ke dua plastik sampah yang berbeda, memisahkan yang dapat di daur ulang dan tidak. Hira mengambil plastik-plastik itu lalu berniat membuangnya ke tempat pembakaran sampah di belakang sekolah.
Saat ia kembali, Hira tersadar bahwa kelasnya masih diisi seseorang. Orang yang benar-benar orang.
"Hirasaki kembali ya tuhaaaan aku begitu bahagia!!!" pekik suara perempuan. "apa kau mengucapkan selamat padanya?" tanya lawan bicaranya yang sama-sama perempuan.
"tentu saja tidak! Manusia dingin itu tidak akan menjawabku." perempuan itu tertawa.
"dia tidak begitu dingin kok, dia tampak sangat imut saat tertawa. " lawan bicaranya menjawab.
"ya itu kalau banyak orang, kalau ngobrol berdua dia sedingin es! Untung dia ganteng!"
"dasar!"
"tapi aku berencana mengatakannya nanti kepada Hira-kun"
"apa-apaan kau memanggilnya Hira-kun ahahaha,"Hira tidak bermaksud menguping, tapi pembicaraan mereka memang terdengar sampai luar kelas. Hira hanya dapat berdiri membeku di depan pintu kelas karena tidak ingin mengganggu percakapan mereka. Sesuatu terasa mendorong kaki sebelah kiri Hira, membuat keseimbangannya sedikit goyah karena terkejut. Ia terjatuh ke depan, tangannya mencoba meraih sesuatu untuk menopang tubuhnya yang mulai tumbang. Tangan kirinya mencengkram pintu kelas lalu tanpa sengaja menggesernya terbuka. Beruntung, Hira tidak jadi jatuh karena kaki kanannya dapat menahan kembali tubuhnya di saat-saat terakhir. Hira menatap ke bawah, ke arah "sesuatu" itu. Ternyata itu adalah Rei, kucing kaliko kepala sekolah yang sebelumnya ia pikirkan.
Hira kembali tersadar akan situasi yang ia hadapi sekarang. Kedua perempuan itu menatap Hira dengan pandangan terkejut. Rasanya Hira tidak tahan dengan pandangan mereka dan atmosfer ruangan yang begitu mencekiknya, ia segera berbalik lalu berlari keluar. Kaki Hira memacu menuju suatu tempat yang bahkan Hira sendiri tidak tahu, ia hanya butuh tempat sepi dan berharap kedua perempuan itu tidak akan melakukan apa-apa.
Jantung Hira berdegup begitu kencang, nafasnya pun tidak beraturan, setelah berlari keluar menuju kolam renang sekolah—yang pasti tidak ada seorangpun disana karena sedang musim dingin—tanpa mengetahui dengan jelas kenapa kakinya membawa dirinya kemari. Hira menabrakkan dirinya perlahan ke dinding, lalu perlahan membiarkan badannya merosot ke lantai tanpa topangan. Berlari seperti itu terasa begitu melelahkan dan menyakitkan, mungkin Hira lupa bahwa dirinya baru saja keluar dari rumah sakit kemarin.
Tidak peduli dengan salju yang dapat membuat jaketnya basah, Hira duduk termenung memeluk lututnya sendiri.
Ternyata ada orang yang menyukaiku?, pikirnya.
Tidak lama, kata-kata itu menghilang dari kepalanya.
Tidak mungkin. Mungkin yang ia ingin katakan padaku itu soal sifatku. Yah, tidak heran. Hira menjatuhkan dirinya sendiri dari ekspetasi yang terlalu tinggi. Setelah nafasnya menjadi lebih tenang, Hira mendongakkan kepalanya lalu menatap langit yang ditutupi awan tebal. Warnanya tidak jauh berbeda dengan warna salju diatas tanah yang ia pijak.
Setelah beberapa saat ia memandang langit sambil berdebat dengan dirinya sendiri, Hira menyadari sesuatu. Sesuatu yang ia lihat dari penglihatan periferalnya. Seseorang sedang duduk di sisi lain kolam renang. Hira berdiri lalu mendekat ke arah kolam renang, memicingkan matanya untuk mendapat penglihatan yang lebih jelas, dan ternyata itu adalah seorang perempuan dengan seragam sekolahnya. Hira bersiap untuk pergi, tapi ia kembali menyadari sesuatu. Perempuan itu sedang menyenandungkan sebuah lagu, kakinya bergantian mengayun maju-mundur, rambut merah mudanya dikepang samping ke sebelah kirinya.
Dia hantu.
Dilihat dari warna aura yang memancar dari tubuhnya pun, ia hantu. Aura hantu biasanya lebih transparan daripada manusia biasa.
Perempuan itu tampak menyadari tatapan Hira, ia berdiri dari duduknya lalu melayang melewati kolam renang kosong dan mendarat dengan mulus sekitar 3 meter di depan Hira. Ia berjalan mendekati Hira tanpa mengeluarkan suara sepelan apapun. "Untuk apa ada yang datang ke kolam renang saat bersalju?" ucapnya sambil mencondongkan wajahnya ke Hira. Hira tanpa sadar menahan nafas, untuk pertama kalinya ada hantu lain yang mendekatinya selain yang ada di rumah sakit.
Hantu perempuan itu berhasil menghapus jarak diantara mereka dengan cepat, dan sekarang mereka berhadapan. Saat hantu perempuan itu melangkah maju sekali lagi ke hadapan Hira, Hira refleks melangkah mundur.
Hantu perempuan itu terkesiap, ia meletakkan tangannya ke mulutnya, dengan jelas menunjukkan bahwa ia terkejut.
"jangan-jangan kau bisa melihatku..?"
KAMU SEDANG MEMBACA
See
RandomSetelah kecelakaan itu, Hirasaki bisa melihat apa yang tidak terlihat.