44 6 0
                                    

"Hirasaki-" Reina muncul dari belokan itu secara tiba-tiba, nyaris membuat jantung Hira melompat keluar dari rongga dadanya. Meskipun Hira dapat merasakan keberadaan mereka, tetap saja sulit untuk menyadarinya. Rasanya hampir mirip dengan hembusan angin yang tertahan di suatu tempat, hal itu disebabkan oleh aura hantu yang sudah memudar. Tidak semudah mendeteksi keberadaan manusia, perlu tingkat fokus yang tinggi untuk menyadari keberadaan mereka.

Hira memiringkan kepalanya ke sebelah kiri sedikit sebagai respon dari panggilan Reina, karena jika seandainya ia menjawab, mungkin siswa-siswa lain akan berpikir bahwa ia gila. "Pagi, ah-, apa kau bisa.. berkumpul lagi nanti? Mungkin di kolam renang agar tidak ada interupsi tiba-tiba. Masih ada yang ingin kami bicarakan." ajak Reina. Hira mengangguk. "Oh syukurlah," Reina tersenyum. 

Bel kelas yang menandakan pelajaran usai berbunyi, Hira segera merapihkan mejanya dari alat tulis dan buku-buku. Gurunya mengucapkan kalimat penutup pembelajaran, lalu seluruh siswa berdiri dan membungkuk. Seperti biasanya, mereka semua sesegera mungkin berhamburan keluar. Namun sebelum pintu kelas dibuka, gurunya kembali mendeham.

"Hari ini salah satu dari teman kalian, Takahashi Naomi dari kelas 10-4 meninggal dunia, tolong doakan dia." ucap gurunya. Suasana kelas yang awalanya begitu ramai, dipenuhi dengan obrolan para siswa dan suara derit kursi yang menggesek lantai seketika hening. Semua siswa kembali duduk di tempatnya. Saat yang lain menyempatkan diri untuk berdoa, Hira menyadari bahwa Ryu sudah tidak ada di kelas.

Dalam perjalanannya menuju loker, Hira tidak sengaja mendengar obrolan dari sekumpulan siswa yang sedang bergerombol di koridor sekolah.

"Sumpah, kayaknya kelas 10-4 dikutuk."

"Lah, iya, aku ingin pindah kelas saja.."

"Rasanya seperti satu persatu siswanya mati."

satu persatu siswanya mati?

"Hi, Hira," seseorang tersenyum di depannya. "Oh, hey, Nathan." Hira mengangguk. "Langsung pulang?" tanya Nathan, basa-basi. "Sepertinya tidak, ada urusan." jawab Hira. "Ah aku juga, see you later." Nathan berjalan menuju arah sebaliknya yang Hira tuju. Nathan merupakan teman sekelas Hira yang aktif di kegiatan OSIS, tidak heran ia masih sering mondar-mandir di sekolah walaupun sudah jam pulang. Dia juga anak blasteran, ibunya dari inggris dan ayahnya asli jepang, maka dari itu bahasa inggrisnya pun bagus.

Setelah dari loker, Hira segera ke kolam renang, memenuhi ajakan Reina. "Ah, kau mengagetkanku saja!" Miyu—yang sedang tiduran di kolam renang penuh salju— segera bangkit dari tidurnya sambil meletakan tangannya ke dadanya, seperti baru saja terkena serangan jantung.

Walaupun jantungnya sudah tidak berdetak lagi.

"M-maaf.." Hira sedikit menunduk. "..ga apa-apa sih." Miyu segera berdiri dan keluar dari kolam renang itu. "Ah, Reina kemana ya?" Miyu melihat sekitar, rasanya beberapa menit yang lalu, hantu maniak kucing itu masih ada di sekitar sini. Tiba-tiba seekor kucing melompat dari balik tumpukan salju besar. "Eh.. kucing?"

"RAWR!" Reina ikut muncul di belakang. "Sialan-" Miyu menaikkan tangannya ke dadanya lagi. "Untung kau sudah mati, jadi tidak terkena serangan jantung," Reina tertawa puas. "lalu apa untungnya?" Miyu memicingkan matanya, tampak sedikit tersinggung. "Jadi kau tidak mati dua kali," Reina tertawa.

"Hah..?" Miyu jelas tidak mengerti. "Lupakan, otakmu ga nyampe sana." usil Reina.

"Berantem hayu-" ajak Miyu. "ayok, siapa takut?" tantang Reina. "Ano..." Hira hanya diam melihat mereka. "oh ada Hira, maaf, ga keliatan masa-" Reina menoleh ke arah Hira.

Mereka bertiga duduk dengan tenang di sisi kolam renang. Entah sejak kapan, Reina menjadi lebih diam dari biasanya. "Sebelumnya, Reina berasal dari kelas mana?" tanya Hira. Reina menoleh, "eh.., aku dari 10-4." jawabnya sedikit bingung. "Sudah kuduga.." Hira mengangguk. "Hah..?" Reina semakin bingung. "Hari ini, teman sekelasmu.. Takahashi Naomi meninggal. Guruku mengumumkannya tadi." Jelas Hira. "Nao..Naomi..? ah.." Reina terdiam, lalu setelah beberapa saat, ia kembali berbicara, "Lalu apa yang sudah diduga?" tanya Reina kembali.

"Asumsiku, teman sekelasmu bilang kelas 10-4 dikutuk, karena dalam setahun pelajaran ini sudah ada dua orang yang meninggal." jelas Hira. "Dikutuk apanya-" Reina menghela nafasnya. "Entah,"

"Ah iya, sebelumnya kita ingin membicarakan soal sesuatu.." Reina menoleh ke arah Miyuki. "Ya, jadi.. kami ingin meminta bantuanmu.. begini.. setiap hantu tidak dapat pergi telalu jauh dari tempat ia mati. Contohnya aku dan kolam renang ini, lalu Reina dan tiang itu." jelas Miyuki. Hira mendengarkannya dengan seksama, sementara Reina sedang memainkan seekor kucing yang entah darimana ia dapatkan.

"Jadi, setahuku, semakin kita jauh dari tempat ini, kami akan semakin lupa. Dan semakin lama kita jauh dari tempat ini, kami akan semakin.. menghilang? ya mungkin bisa disebut begitu.. jadi.. kami ingin meminta bantuanmu, kami ingin bertemu dengan keluarga kami untuk terakhir kalinya." penjelasan Miyuki selesai. "gimana caranya membantu kalian?" tanya Hira. Ia tahu, hanya ingin memastikan. "Jadilah pemandu kami!" Miyuki dan Reina menunduk bersamaan.

"Ah-, angkat kepala kalian jangan menunduk serendah itu-" Hira merasa tidak enak. Tapi Reina dan Miyuki memliki kepala sekeras batu, tidak ada satupun dari mereka mengangkat kepalanya. "Aku tidak yakin, tapi aku akan mencoba membantu kalian sebisaku, jadi angkat kepala kalian, kumohon." ucap Hira. "Benarkah? Terima kasih!!" Pekik mereka berdua.

Hira menghela nafas.

Apa yang baru saja ia lakukan?

"Omong-omong, apa kalian tahu apa yang Ryu lakukan kemarin?" tanya Hira. "Eh.. Ryu?" Reina memiringkan kepalanya. "Oh, orang itu, yang kemarin datang ke atap?" tanya Miyu memastikan. Hira mengangguk, "iya, dia."

"Aku gak tau, langsung balik lagi ke tiang," jawab Reina. "Sama, setelah kamu pergi kita langsung bubaran." tambah Miyu. "Ah.. begitu ya.." Hira menghela nafas. "Ah iya, apa yang ia lakukan saat itu di atap ya..?" pikir Reina. "Jangan-jangan.. merokok?" tanya Miyu. "Pfft, ngapain merokok di sekolah, mending cari tempat nongkrong yang enak." sela Reina. "ya kan gatau, kali aja." Miyu cemberut. "Ya..." Hira masih memikirkan tentang hal itu. Tentang apa yang ketua kelasnya lakukan di atap pada waktu itu.

"Oh ya, Hira coba diam sebentar." pinta Reina. "Hah?" Hira bingung, tapi ia tetap melakukannya. Reina mencodongkan tubuhnya ke arah wajah Hira. Hira sedikit terkejut, tapi ia tetap diam di tempat. "Apa kau menggunakan lensa kontak?" tanya Reina. 

"Tidak."

"Apa warna matamu?"

"Coklat..?"

"Warna pupilnya?"

"Tentu saja hitam, seperti orang jepang kebanyakan."

"Tapi mata sebelah kananmu pupilnya merah marun."

"eh...?"

SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang