40 5 1
                                    

Entah apa yang merasuki pikiran Hira, saat ini ia sedang berjalan menuju tangga untuk ke atap sekolah. Biasanya pintu menuju atap sekolah dikunci selama salju turun, tapi tidak ada salahnya Hira mengeceknya terlebih dahulu, kan?

Hira berjalan perlahan menuju tangga, menengok ke sekitar untuk mengecek siapapun yang mungkin masih berkeliaran di sekitar sini, karena mungkin Hira dapat mendapatkan masalah jika ia tertangkap basah oleh guru atau staf sekolah. Dengan sedikit terburu-buru, Hira menaiki tangga menuju atap sekolah.

Pegangan besinya terasa dingin, lampunya juga padam, tapi itu tidak menghentikan niat Hira untuk pergi ke atap. Ia hanya akan kembali jika mendapati pintu menuju atap dikunci. Hira telah membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri.

Rasanya begitu bodoh, ia hanya mengikuti apa yang tertulis di jendela.

Pintu menuju atap tidak dikunci. Kenopnya sedikit lepas dan ada lubang disana, seperti habis dipukul secara paksa agar kuncinya terbuka.

Hira menarik nafas lalu memegang kenop pintunya yang dingin dan nyaris lepas itu lalu menariknya perlahan.
Rasa bodoh yang ia rasakan itu hilang seketika saat Hira melihat dua sosok perempuan yang berdiri di atas pagar pembatas tanpa rasa takut akan jatuh menengok ke arahnya.

"Kau datang!" Miyuki, kalau Hira tidak salah, hantu perempuan berambut merah muda yang dikepang ke pinggir itu tersenyum.
"Aku.." Hira memegang mulutnya sendiri, tentu saja ia terkejut. Walaupun ia mengerti bahwa sekarang ia bisa melihat hantu, tapi tidak semudah itu menerima fakta bahwa sekarang ia berkumpul dengan hantu dan berbicara dengan mereka.

"Apa tempat ini tidak terlalu dingin untukmu?" tanya hantu perempuan yang sebelumnya menempel di jendela kelasnya. Hira tetap bungkam, matanya berkedip beberapa kali lalu menggelengkan kepalanya. "Kemarilah." pinta hantu itu. Dengan penuh keraguan, Hira melepas kenop pintu lalu melangkah mendekati mereka, sepatu conversenya menapaki atap sekolah yang ditutupi salju tipis.

"Apa sebaiknya kita memperkenalkan diri terlebih dulu?" tanya Miyuki, menengok ke hantu perempuan di sebelahnya. "Tentu," Hantu perempuan itu membalasnya dengan anggukan. Miyuki melompat dari atas pagar, melayang perlahan sampai kakinya menyentuh tanah, dengan senyum yang sama, ia menjulurkan tangannya. Hira menatap tangan Miyuki dengan perasaan campur aduk. Ia bingung, bimbang, dan banyak hal yang ia rasakan saat itu.

Tapi Hira meraih tangan Miyuki lalu menjabat tangannya. "Aku Miyuki, Aozora Miyuki, kita pernah bertemu di kolam renang." ucap Miyuki, matanya ikut tersenyum. "H-hirasaki.." Balas Hira. Hira dapat merasakan kulit Miyuki yang pucat dan dingin itu membalut tangannya, dan rasanya begitu aneh. Rasanya seperti hanya angin dingin, tapi lebih berat dari angin. Lalu disaat bersamaan, mereka melepas tangan itu.

"Aku Reina," Reina muncul dari belakang Miyuki, nyaris membuat Hira kaget, namun Hira dapat mempertahankan poker facenya. "Omong-omong, tidak akan ada orang yang mencarimu kesini kan? Gawat kalau kau sampai ketahuan ada disini.." Tanya Reina. Hira menggeleng.

"Bagus, mari kita bicarakan sesuatu." Reina tersenyum. "Sebelumnya, nama lengkapku Kagehara Reina, aku seangkatan denganmu, aku belum lama ini mati.."

"Kau.. siswi perempuan yang tertabrak mobil karena menyelamatkan kucing sebulan setelah upacara penerimaan murid baru kan?" tanya Hira, memastikan gosip yang beredar itu benar. "Wah, aku se-terkenal itu rupanya." Reina tertawa kosong. "Caraku mati memang begitu bodoh, tapi rasanya tidak sia-sia amat, anak-anak kucingnya bagaimana sih? Masih pada hidup?"

"Aku tidak begitu tahu.. tapi kepala sekolah memelihara seekor kucing kaliko bernama Rei-"

Reina tertawa, "Hah? Rei? Ya tuhan.. Itu nama panggilanku,"

Kenapa ia tidak sama sekali merasa sedih setelah mati? Apa kematian itu begitu membahagiakan? Apa kematian itu bukan hal yang harus ditakuti?

Pertanyaan itu satu-persatu muncul di dalam benak Hira.

"Hah.. seandainya aku masih hidup..." Tawa dan senyum Reina hilang seketika, ia menggigit bibir bawahnya, lalu melihat ke bawah. 

Pertanyaan Hira telah terjawab.

"Oh iya, Miyuki itu kakak kelas kita loh harusnya-" Reina menengok ke arah Miyuki. "Eh-?" Miyuki tampak bingung dengan perbuhan topik yang tiba-tiba. "Kalau begitu.. senpai?" Hira bergumam. "A-ah.. tidak juga, lagipula aku mati disaat umur segini ya umurku hanya akan jadi segini!" Miyuki melambaikan tangannya, senyumnya tampak begitu kaku.

"Jadi intinya, panggilnya Miyuki saja gitu kan?" ucap Reina. Miyuki mengangguk berkali-kali. "Miyu saja, supaya lebih mudah." 

"Jadi dia mati di kolam renang-" Jelas Reina tiba-tiba. "ah...ya..." tatapan Miyu berubah menjadi lebih kosong. "kapan sih? Musim panas.., satu tahun yang lalu?" Reina menengok ke arah Miyuki, memastikan. Dan Miyuki kembali menjawabnya dengan anggukan.

"Omong-omong, Hira-san baru bisa melihat hantu belakangan ini ya?"  tanya Miyuki. Imbuhan -san yang digunakan Miyu membuat Hira semakin kaku. "t-tidak usah pakai san..." Bisik Hira. "ah maaf," Miyuki tertawa. "Iya.., aku baru bisa melihat.. sekitar 3 hari ini.." jawab Hira.

"Ah, kan!" sahut Miyuki dan Reina bersamaan, mereka segera saling tatap lalu tertawa pelan. Tawa mereka segera lenyap saat seseorang muncul di belakang Hira, dengan suara berat, "sedang apa kau disini?"

Hira menengok ke belakangnya untuk melihat siapa orang itu. Siswa. Entah siapa tapi siswa. "Ah.. Ryu-san?" gumam Hira. "Oh, Hirasaki.." suara Ryu tampak lebih tenang dari sebelumnya. "Oh, dia temanmu?" tanya Reina dengan enteng, tahu pasti Ryu tidak dapat melihatnya. "Ya, teman sekelas.." bisik Hira. "sedang apa kau disini?" tanya Ryu.

Hira segera memutar otak untuk mencari jawaban yang meyakinkan. "Latihan nyanyi," bisik Reina. Hira melirik ke arah Reina, matanya seperti mempertanyakan 'jawaban macam apa itu?'

"Bilang saja latihan nyanyi, jadi kau butuh tempat sepi dan luas," tambah Miyuki. Karena tidak dapat memikirkan alasan yang lebih bagus lagi, Hira terpaksa menjawab pertanyaan Ryu dengan itu.

"Latihan nyanyi..? Aku tidak tahu kau suka bernyanyi.." Ryu memiringkan kepalanya, alis kanannya naik sedikit karena bingung. "Kadang, tidak begitu suka, hanya ingin." jawab Hira. "Ohh,"

Karena seseorang datang ke atap, akhirnya Hira harus berpisah dengan kedua hantu yang baru saja ia temui. Rupanya Ryu ingin menetap di atap lebih lama lagi, maka dari itu Hira memutuskan untuk pulang, daripada ia mengganggu ketentraman Ryu.

Hira berjalan menyusuri jalan yang sama yang ia lewati saat pagi, ia menengok ke bangunan SMP-nya, dan ternyata hantu gadis berbaju musim panas itu sudah tidak ada. Hira kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah tanpa mempedulikan yang lain. Bahkan hantu tupai yang ada di atas pohon di taman rumah tetangganya juga ia abaikan.

Setelah sampai di kamarnya, Hira duduk di kursi lalu menghembuskan nafas.

Ini nyata, ya?

Sepertinya kedua hantu itu akan baik-baik saja, tidak menunjukkan hal buruk akan terjadi bila berinteraksi dengan mereka, dan Hira sedikit bersyukur akan hal itu.

Setelah beberapa saat termenung di dalam kamar, Hira menyadari bahwa tempat hantu-hantu diam disana adalah tempat mereka mati.

Dan satu hal lagi,

Apa yang Ryu lakukan di atap sekolah tadi?

SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang