3. °Lamaran°

4.3K 316 5
                                    


*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

Jika kamu sedang dirundung malang,
Jika kamu sedang merintih dalam lautan duka,
Jika kamu sedang dilanda prahara,
Jika kami ditinggal orang yang dicinta,
Jika kamu hampir tenggelam dalam kesedihan penantian yang tidak jelas,

Yakinlah bahwa Allah menyayangimu lebih dari kamu menyayangi dirimu sendiri.

Allah mengujimu bukan untuk menghinakan dirimu...
Tetapi mengujimu untuk mengangkat derajatmu, mendengar rintihanmu.

🍁🍁🍁

Melati dan Runi ikut bahagia saat Hilda kini telah resmi menjadi istri dari Ibrahim, sosok laki-laki yang begitu membuat Melati teringat ayahnya. Bukan hanya sekedar nama, tetapi ternyata sedikit tingkah lakunya juga hampir sama dengan almarhum ayahnya.

Proses ijab kobul pun berlangsung dengan sedarhana, Ibrahim mencium kening Hilda dengan saat dia bergerak menghampiri wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya.

Hati Hilda terenyuh, air mata lolos begitu saja tanpa bisa Hilda tahan, beginikah rasanya menikah?

"Aku bahagia sekali, Hilda."

"Aku juga, Ibrahim. Terimakasih sudah mau menjadikanku seorang makmum, terus bimbing aku, ya."

Ibrahim mengangguk, tentu dia akan dengan senang hati melakukannya. Dia berjanji akan bersama-sama menuju keridhoan Allah bersama istrinya.

Hilda mencium tangan Ibrahim, merasakan dirinya begitu beruntung bisa dinikahi oleh laki-laki sebaik Ibrahim. Ternyata Allah begitu baik, sudah mau menghadirkan Ibrahim di dalam kehidupannya yang cukup jauh dari kata baik.

"Ibu, om Ibrahim ngingetin aku sama ayah."

Runi tersenyum, lantas membelai pipi anaknya.
Tentu laki-laki seprti Ibrahim selalu saja mengingatkannya pada mendiang suaminya, semakin membuat rindu yang ada di dalam hati kian membuncah, sekarang yang bisa Runi lakukan hanya mendoakan suaminya, karena hanya dengan cara begitulah dia bisa menenangkan hati, dengan jalan mengiklaskan, hatinya terasa semakin lapang.

Tanpa pesta pernikahan, hingga acara itu hanya berlangsung dengan waktu yang singkat.

"Sebentar lagi, kita hanya tinggal berdua ibu." Melati berbisik kepada Runi, wanita itu hanya tersenyum mendengar ucapan anaknya.

"Tidak apa, nanti juga kalau kamu menikah, kamu akan meninggalkan ibu bukan?"

"Kenapa ibu bilang begitu? Kalaupun aku menikah, aku akan ajak ibu kemanapun."

"Sayang, jika nanti suamimu tidak setuju, kamu tidak bisa memaksa. Lagipula, kamu bisa menjenguk ibu kapapun, kan?"

Melati hanya diam, perkataan ibunya sangat mengerikan. Mana mungkin dia tega membiarkan ibunya sendirian, sejak kecil ibunya tidak pernah meninggalkannya, wanita itu selalu ada di sampingnya, membesarkannya dan menghabiskan seluruh waktu hanya untuknya, lantas pantaskah dia meninggalkan ibunya setelah menikah nanti? Melati rasa itu adalah hal terbejat yang pernah dia lakukan.

🍁🍁🍁

Semenjak menikah, Hilda lebih memilih untuk ikut suaminya, meninggalkan keponakan dan kakaknya. Sebenarnya, Hilda sudah meminta agar suaminya tinggal bersama keponakan dan kakaknya, tapi laki-laki itu menolak, karena takut menanggung dosa akibat tinggal satu atap bersama seseorang yang bukan mahramnya. Mau tidak mau, Hilda harus patuh kepada suaminya, karena sekarang dirinya sepenuhnya milik suaminya, ia telah menjadi seorang makmum yang akan terus mengikuti kemanapun Ibrahim mengajaknya pergi.

Dear MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang