Detak Cinta: 1 🍃

237 18 0
                                        


Kakinya melangkah membawanya ke tempat yang lagi-lagi asing menurutnya, sendiri memasuki gerbang yang entah akan membawanya ke mana lagi.

Tawa dan ucapan dari masing-masing orang menyambut setiap langkahnya.
Lagi-lagi ia memakai seragam putih abu-abunya dan dasi abu-abu yang melekat di lehernya.

Dengan tas hitamnya dia mulai melangkah menuju satu kelas yang akan ia tempati selama dua semester.

Sesaat semua mata yang ada di kelas itu tertuju padanya, bisik-bisik yang selalu di terima indra pendengarannya, sampai-sampai ia hapal setiap kata yang akan di katakan.

Matanya menelusuri setiap tempat duduk yang ada, mencari bangku yang tertera namanya.
Seditik kemudian matanya terpaku pada tempat duduk di paling belakang bagian tengah.

Bangku itu tertera namanya "Ali" dengan cepat ia duduk di bangku itu ya sekolah ini adalah sekolah elit.

Dan untuk yang ke sekian kalinya dia masuki sekolah elit, dan mungkin ini akan yang menjadi ke delapan kalinya dia menginjakan kaki di sekolah yang katanya elit dari enam belas sekolah yang dia singgahi dan sekolah idaman semua siswa/siswi.

Matanya melihat jijik pada semua perempuan yang sedang berada di kelas ini, ya memang ini sekolah elit,muridnya pun sama nyatanya.

Bahkan tak memperduliakan bahwa dirinya perempuan, dengan santainya duduk di atas meja, dan itu tidak hanya satu atau dua tiga murid yang berlaku seperti itu, hampir enam puluh persen wanita di kelas ini tak mempunyai ahklak yang baik.

"Asing banget wajah lo, anak baru y?" Tanya seorang anak laki-laki yang duduk di sampingnya sambil melepas ranselnya.

Ali hanya diam dan menatap buku yang sedang berada di gengamannya, membacanya agar ia bisa mengejar pelajaran di sini.

Orang itu hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
Sedetik setelah itu guru yang akan mengajar pun masuk.
Semua memanjatkan doa sebelum belajar, setelah itu guru itu berdiri dan menununjuk ali  untuk berdiri memperkenalkan diri.

"Nama Gue Aliand Dama Syarief."  Setelahnya kelas hening guru itu kembali untuk menyuruh ali duduk di kursinya.

Bisik-bisik para siswa mulai terdengar membuat telinganya berdengung jenuh, pelajaran tetap berlanjut, dengan teliti ia memperhatikan, sampai ali harus mengeluarkan nafas lelahnya saat jam istirahat tiba.

Ali mengedearkan pandangannya, melihat para teman-temannya yang berhamburan keluar.

Ali menatap satu orang pria yang sempat mengajaknya hanya untuk sekedar berbasa basi.

"Sob"  teriak ali kecil, merasa terpanggil pria itu menoleh ke arahnya.

"Gue?" Katanya dengan jari telunjuk mengarah pada dirinya sendiri. Ali mengangguk. "Nape?" Katanya lagi.

"Kantin?" Tutur ali dingin bertanya.

"Yuk ikut!" Ajak lelaki itu sambil menarik dasi ali hingga ali kesulitan bernafas.

"Bisa lepas?" Tanya ali dengan mengarahkan bola matanya pada dasinya yang di tarik.

Orang itu terkekeh. "Sorry, kebiasaan." Ali mengangguk sambil berjalan seiringan dengannya.

***

Menatap seluruh isi kantin, banyak Stand makanan berjejer menjajahkan makannya, di setiap Stand terdapat daftar menu beserta harganya yang di tulis rapih dengan kapur putih.

Cukup memuasakan kata yang terlintas dalam benaknya dengan kursi yang bertangga seperti di boskop masing-masing tanga terdapat empat sampai lima meja di kanan kirinya, begitu seterusnya sampai tangga terakhir, tangga paling atas yang bermuatan paling banyak.

Kedua alisnya terangkat kagum dengan isi kantin ini, namun seketika keningnya menyerit bingung akan kelakuan seorang gadis yang sedang mengusir seseorang wanita.

"Kanapa? Kaget y ada adegan kek gitu di sini" tanya pria yang ali ketahui bernama Bagas atau yang kerap di sebut Agas.

Jika bisa ali akan bicara bahwa dia sempat melihat adegan bully membully seperti ini hampir sepuluh kali dalam hidupnya, dan ini termasuk ke sebelas kalinya.

"Dia namanya Dinda, ketua geng dari Three Mine, iu geli gw nyebut nama geng nya ih" tunjuk agas pada wanita yang bersedekap dada dengan rambut churly berwarna ungu hitam.

Sambil menunjuk kedua perempuan yang sedang duduk di kanan kiri Dinda Agas membuka suara. "Yang itu namanya Vina Sama Aprilia, entek-enteknya Dinda, lebih tepatnya sih babunya Dinda."

Ali hanya menganggukan kepalanya,sesaat makanan yang ia pesan pun datang, dan agas menyudahi ucapannya setelah mengucapkan 'trimakasih'

Sepasang wanita menggeser kedua tempat duduk tepat sebelah kanan ali dan agas sambil bicara perempuan mengelus bahu temannya.
"Udah lo duduk di sini aja dulu, mereka biar gw yang bales."

Perempuan itu menggeleng. "Enggak Rai jangan, kalau di bales sama gak warasnya kamu."

Perempuan bertopi dengan rambut yang di gerai itu berdecak. "Tapi Handfone lo rusak gara-gara Dinda."

"Jangan udah gak papa, nanti bisa beli lagi."

Suara yang  lembut itu mengalun indah terngiang sampai nyampai ke hatinya, bahkan jantungnya pun setuju dengan pernyataan itu.

Penasaran dengan si empu, ali menoleh tepat sekali wanita berkaca mata dengan rambut yang di gerai sedang tertawa berasama temannya.

Tawanya indah, sampai-sampai kelopak mata yang ingin ia tutup rapat itu, terbuka bak bunga pagi hari.

Tapi, ada yang sedikit menjanggal di sini, wajahnya dengan......

Oh Astaga !!


***

Aku harus berterimakasih pada tuhan, yang mempertemukan ku dengan mu di kali ke enam belas...



~ Detak Cinta 01 ~

Detak Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang