Chapter 12

204 54 10
                                    

Tidak ada yang berbicara, sepatah kata pun, saat Ford Capris hitam itu melaju di salah satu jalanan kota Hendersonville. Anna tak berani membuka suara, bahkan berdeham sekalipun. Dia melirik Amber yang duduk di kursi belakang dengan ekspresi kosong—dia dibopong oleh Kevin dari hutan hingga ke mobil karena gadis itu tak sanggup berjalan dan Anna meminjaminya jaket. Sementara Kevin, dia menyetir dengan kecepatan nyaris sembilan puluh kilometer per jam bahkan setelah memasuki kawasan ramai lalu lintas.

"Kevin." panggil Anna akhirnya, memberanikan diri. Pasalnya, dia sadar bahwa ini bukan jalanan menuju perumahan tempat Amber tinggal, "Kita harus mengantar Amber pulang."

"Kantor polisi tak ada gunanya." Kevin bergumam, terdengar lebih kepada dirinya sendiri.

"Kevin..."

"Ke rumahku." putusnya, "Ayahku. Dia bisa membantu."

"Kevin, please..."

Lalu Kevin menggeleng. Seolah mendadak mendapat ide, dia mengganti gigi dan menambah kecepatan. Mereka semakin mendekati lampu merah, namun Kevin tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Kevin menggeram.

"Parker."

"KEVIN, HENTIKAN MOBILNYA!"

Bentakan Anna rupanya membuat cowok itu kaget, dia mengerem dengan kesal, dan mobil berhenti persis di belakang garis, membuat dahi Anna nyaris terantuk dasbor.

"Apa?!" dia balas membentak, kedua tangannya mencengkeram setir hingga buku-buku jarinya memutih. Anna menatapnya lurus-lurus.

"Kita antar dia pulang." ujarnya perlahan dengan nada final.

Selama beberapa detik Anna hanya beradu tatap dengan Kevin, cowok itu seolah tak terima dihentikan seperti tadi oleh Anna. Namun akhirnya dia menyerah. Dengan jengkel, dia melaju saat lampu berubah hijau, kali ini dengan kecepatan yang lebih lambat.

Sekitar lima belas menit kemudian mereka tiba di rumah keluarga Mills. Ketika masuk, Amber langsung berlari memeluk ibunya yang masih mengaduk sup di dapur.

Ketika Amber sudah diberi penenang dan tertidur di kamarnya di atas, barulah Anna menceritakan apa yang baru saja terjadi pada Amber. Selama bercerita di ruang tamu rumah keluarga Mills, Kevin bungkam total. Sesekali Anna meliriknya dan melibatkannya dalam cerita, namun cowok itu hanya mengangguk seperlunya tanpa menyahut sedikitpun.

Mrs. Mills, seperti yang bisa diduga, syok luar biasa. Seusai mendengarkan kesaksian Anna, dia bersandar pada sofa. Wanita itu menangkupkan kedua tangannya pada wajahnya, tampak tak sanggup berkata-kata.

"Anakku..." gumam Mrs. Mills akhirnya, setelah membiarkan keheningan menyelimuti ruangan itu.

Suara Mrs. Mills pecah menjadi tangisan. Anna bangkit dari sofa dan duduk di sebelah wanita itu, menyentuh pundaknya lembut. Mrs. Mills menyandarkan kepalanya ke pundak Anna, tangisannya semakin menjadi-jadi. Sudah dua orang yang menangis di bahunya hari ini. Anna tak tahu apakah dirinya sanggup bila nanti ada satu orang lagi yang meminjam bahunya. Bukan hanya karena kardigan hitam kesayangannya yang jadi basah.

"Mrs. Mills, kurasa kita harus melaporkan ini ke polisi."

Perkataan itu berasal dari mulut Kevin. Akhirnya, setelah diam total, dia membuka suara. Anna masih menangkap sorot itu di kedua mata Kevin. Kebencian. Ekspresinya kaku dan dingin.

"Colton Parker." katanya lagi, kali ini dengan nada keras yang tak ditutup-tutupinya, "Seseorang harus melakukan sesuatu terhadap bajingan itu."

Ini, adalah kali pertama Anna mendengar Kevin menyebut orang lain dengan sumpah serapah. Dia tak pernah melakukannya sebelumnya. Hanya sekali, waktu dia menyumpahi pelaku pencoretan loker Anna di sekolah. Mrs. Mills tak menyahut. Wanita itu masih sibuk menangisi putrinya. Dia mengelap pipinya yang banjir air mata dengan celemeknya yang belum dilepas sedari tadi.

Dear TobyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang