Dia Pustakawan, Aku Pengarang Komik

2.9K 296 11
                                    

Sejak pagi aku sudah menunggu saat ini. Sasuke bilang, dia akan melihat sketsa tokoh dan naskah yang kubuat. Perpustakaan umum sepi siang ini. Aku sengaja datang di jam-jam seperti ini agar bisa leluasa ngobrol dengan Sasuke. Aku tak ingin mengganggu Sasuke yang sibuk.

Saat kudorong pintu perpustakaan, meja utama kosong. Karena aku tahu tidak boleh berisik di dalam perpustakaan, aku hanya bisa mencari dengan mataku.

Tengok ke kanan. Tengok ke kiri. Sasuke tidak ada.

Apa hari ini dia libur?

Kuhampiri meja registrasi, melongok ke bagian dalam. Tubuhku yang tak terlalu tinggi tak membantu. Apalagi meja registrasi memang didesain tinggi dan tak terjangkau orang luar. Meja itu adalah tahta bagi para pustakawan.

Kuletakkan amplop berisi naskah setengah jadi. Editorku marah besar soal keterlambatan. Deadline-nya juga sebentar lagi. Tapi aku malah ke sini dengan harapan bisa mendapat bantuan dari Sasuke.

Dan sekarang dia tidak ada. Harapanku jadi berubah seperti balon yang tak berudara.

"Sudah makan siang?"

Aku membalikkan tubuhku. Sasuke sedang berjalan menuju meja registrasi. Tapi langkahnya terhenti saat seorang gadis menanyakan hal itu.

"Belum."

"Sasuke-kun selalu sibuk, ya?"

Aku berdiri dan mengamati. Gadis itu teman Sasuke di SMA. Sekarang dia sedang belajar Manajemen di universitas terkenal. Kusadari saat dia berbicara dengan gadis itu, Sasuke jadi terlihat seperti seorang pemuda cerdas yang seharusnya juga disibukkan dengan urusan kuliah. Tapi dia malah jadi pustakawan.

Aku memang tak pernah bertanya kenapa. Kupikir, mungkin karena Sasuke memang kurang suka dengan suasana perkuliahan. Dia sendiri hanya belajar selama satu semester di kampusnya.

"Aku harus menyelesaikan tugasku. Profesor sangat menaruh harapan padaku."

Sasuke masih tak sadar aku sedang menunggunya. Tatapan matanya masih tertuju pada gadis itu. "Semoga berhasil, Sakura."

"Apa maksudmu, Sasuke-kun? Apa menurutmu aku tak akan berhasil?"

Sasuke mendorong troli yang penuh dengan buku dan terlihat berat. Dia berjalan lagi menuju meja registrasi. "Jangan menuduhku macam-macam. Cukup ucapkan terima kasih saja. Apa itu terlalu susah?"

Gadis itu berubah salah tingkah. Dia juga terlihat gugup. Wajahnya pucat. "Kau selalu seperti ini, Sasuke-kun. Bicara tanpa pikir panjang."

Iya, aku setuju.

Sasuke terus berjalan, dan beberapa saat kemudian, akhirnya dia sadar aku di sini.

"Sudah datang?" tanyanya.

Aku mengangguk, melirik ke arah gadis itu yang juga menatapku. Aku tak mengerti kenapa tatapannya seperti sedang bersedih. Apa karena ucapan Sasuke?

Suara roda troli semakin mendekat. Gadis itu berjalan menuju rak-rak buku di bagian Ekonomi Dalam Negeri. Aku terus memperhatikannya sampai sosoknya masuk ke dalam lorong di antara rak-rak buku.

"Ini naskahmu?"

Saat aku membalikkan badan lagi, Sasuke sudah berdiri di balik meja registrasi. "Iya."

Sasuke mengeluarkan lembaran-lembaran naskah setengah jadiku, mengamatinya dengan serius. Dia mengganti tiap halaman dengan cepat. Padahal untuk mengerjakan satu halaman butuh waktu berjam-jam. Kalau sudah ada di posisi ini, seringkali aku merasa tidak adil. Aku harus bekerja keras sementara pembaca hanya membaca.

Another ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang