06

1.1K 140 19
                                    

Ini dia kelanjutan yang sdh aku janjiin kemaren. Semoga suka ya :))

Happy Reading...

***

Perempuan musim semi itu sedikit berlari mengelilingi sekolahnya. Sedari tadi ia sudah berputar kesana kemari, berteriak keras hingga suaranya sekarang terdengar serak akibat terlalu sakit.

Dari jam tangan yang menempel di tangannya diketahui jika sudah setengah jam waktu yang ia habiskan untuk mencari teman-temanya.

Sakura menghentikan langkahnya. Pandangannya menelisik keadaan sekitar. Walalaupu kemungkinan yang yang punya sangatlah kecil untuk dirinya menemukan dimana keberadan sahabatnya, terserah ia tidak pernah memperdulikan kemungkinan sialan itu. Yang harus ia lakukan sekarang ialah menyelamatkan temanya.

Kakinya kembali ingin beranjak dari tempat itu menuju ketempat lain yang sekiranya mungkin berpotensi kemana yang lain pergi sebelum sesuatu menghentikannya. Matanya tak sengaja menatap ada cairan yang mengalir keluar dari ruangan yang berada di sampingnya. Ia tau ini dimana, tempat ini hanya memerlukan sedikit langkah untuk menuju kesana. Tak ada pintu yang menutupinya. Hanya sebuah lorong yang berbelok sedikit. Dan ia sangat terkejut ketika menyadari jika sesuatu yang dilihatnya mengalir dilantai itu memanglah darah seperti yang ia lihat. Sakura merasa gelisah bercampur dengan panik.

'Apa aku harus mempastikannya sendiri? Oh tuhan apa sedang ada kasus pembunuhan yang terjadi? Aku takut, bagaimana jika aku yang akan menjadi korban selanjutnya? Semoga saja ini tidak seperti yang aku pikirkan.'

Setelah meyakinkan dirinya Sakura pun langsung memberanikan diri untuk melihat bagaimana keadaan yang sebenarnya didalam sana. Ia melangkah pelan sembari berjingkit menghindari genangan darah itu. Hatinya sebenarnya menjerit keras mengatakan jika ia akan menyesal telah melakukan perintah otaknya. Tapi ini sudah menjadi keputusannya. Lalu setelah suatu hal yang sekarang menjadi objek pandangannya membuat ia yakin seketika jika saja permohonannya tadi tidak terkabul. Begitupula dengan perasaan yang sedaritadi terus saja mengganjalnya. Kebenaran yang membuatnya sangat sedih serta shok ada didepan matanya.

Ino, sahabatnya.

Terkapar dengan tubuh terbujur kaku yang telah dilumuri darah.

Dan ia hanya berdiri diam membeku, langkahnya terhanti dengan otaknya yang memberitahunya jika yang ada di penglihatannya sekarang ialah nyata.

Hatinya sangat sesak, kedua tangan yang berada di samping tubuhnya mengepal. Dadanya sakit. Nafasnya memburu disertai dengan matanya yang mulai berair. Dan tangisnya pecah seketika.

"Hiks.."

"Aaaaa..." Ia meraung keras ketika dihadapkan dengan kenyataan yang harus ia percayai. Hatinya mengejeknya telak akibat ia yang tadi tidaklah menghiraukannya.

Sekali lagi ia katakan. Ino. Salah satu dari sahabatnya pergi meninggalkannya.

Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Berharap ini sebuah kesalahan. Ia merasa tidak berguna, ia merasa bukanlah teman yang baik. Pertanyaan memenuhi pikirannya seperti, dimana dirinya yang seharusnya ada ketika temannya dalam keadaan bahaya? Kenapa ia tidak bisa melindungi temannya?! Semua pertanyaan yang bermaksud menyalahkan dirinya. Satu kata sekarang untuknya. Pecundang.

Sakura terus saja menangis. Matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Tangannya yang tadi menutupi wajahnya kini telah terbuka dan kembali ia dihadapkan dengan pemandangan tubuh Ino yang sudah sangat pucat.

"Ino!!" Tangan kanannya terkepal memukul manubriumnya sendiri terus berulang kali dengan sangat keras. Berharap dengan apa yang ia lakukan setidaknya sedikit saja membantunya menghilangkan rasa sesak yang sangat menyeruak di dadanya.

Dan ia tau jika yang dilakukannya hanyalah sebuah kesia-siaan belaka. Itu tidaklah membantunya sedikpun. 

Ia ingin sekali mendekat kesana. Meraih badan temannya dan memeluknya lalu ia akan menangis kencang dengan Ino yang ada didekatnya. Ia ingin menyuarakan rasa bersalahnya yang sangat besar terhadap temannya itu. Ia sebenarnya ingin menyalahkan takdir. Namun ia sangat sadar jika ini ialah kesalahannya.

Lagi, ia hendak kesana. Tapi ia tidak berani. Bukan tidak ingin, tapi ini memanglah telah melewati batasannya. Salahkan ketakutan sialannya yang melarang dirinya untuk melakukannya. Ketakutannya terhadap darah. Dengan jarak ini saja ia sudah teduduk lemah tak berdaya dengan tubuh yang sangat bergetar. Kekuatannya untuk mempertahankan tubuhnya tetap berdiri tidaklah berguna, jika itu diharuskan berhadapan dengan darah. Apalagi orang yang berada disana ialah temannya. Yang pasti itu akan membuat ketakutannya terhadap darah semakin bertambah parah nanti.

Ia hanya pasrah. Membiarkan ketika tubuhnya tertarik keatas oleh seseorang yang sekarang sedang membelakanginya sambil menyeret tubuhnya keluar ruangan dimana Ino berada. Tak memperdulikan bagaimana kakinya yang kotor akibat menginjak genangan darah. Tangan kirinya tertarik sementara tangan kananya kembali menutup matanya mencoba menyembunyikan jika ia sedang menangis. Dan menjadi sia-sia ketika ia masihlah sesenggukan sampai saat ini.

***

"Sudah merasa baikan?" Sakura mengangkat kepalanya yang tadi terus saja menunduk. Ia tau jika penampilannya pastilah sangat kacau sekarang, dan mungkin melebihi arti kacau yang ia bayangkan.

Sementara itu ia tau jika perempuan di depannya ini tengah bersedih dan sangat kacau. Matanya bengkak memerah disertai dengan air mata yang masih membendung. Keadaan yang sama mengenaskannya dengan hidungnya.

Sasuke ingin menghiburnya membantunya menghilangkan kesedihannya. Tapi, ia sendiri bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Ia sedari tadi terus saja berdebat dengan dirinya sendiri mengenai pilihan yang menyuruhnya memberanikan diri untuk memberikan sebuah pelukan atau tidak. Kemudian ia memilih tidak melakukannya setelah mendapati Sakura yang telah berhenti menangis.

Sakura memutus pandangannya dari mata hitam yang mengurungnya dengan beralih memperhatikan lorong sepi didepannya. Ia sekarang sedang mendudukkan dirinya di kursi yang ada di lorong depan kelas. Mereka berdua kelelahan setelah lama berlari dan akhirnya mereka berhenti di tempat ini.

Ia kembali menundukkan kepalanya menatap kosong ke arah kakinya yang sepertinya lebih menarik dibanding membalas pandangan khawatir yang Sasuke layangkan padanya. Tentu saja dirinya menyadarinya, ia hanya tak ingin.

"Kau..."

"Pergi, tinggalkan aku." Dan respon yang Sasuke berikan pertama kali ialah mengernyitkan keningnya tak terima. Ia paham jika gadis itu ingin sendiri sekarang. Tapi ia tidak ingin meninggalkannya sendirian. Ia merasa khawatir dengan keadaannya, apalagi jika mengingat bagaimana nasib teman Sakura tadi. Entah kenapa itu membuat dirinya terdorong dengan perasaan khawatir yang memenuhi rongga dadanya.

Sasuke menghela nafasnya. Bangun mendirikan tubuhnya lalu berlalu darisana. Menjawabnya secara langsung dengan melakukan apa yang menjadi perintahnya. Membiarkan Sakura sendirian. Dengan pikiran dirinya yang berkecamuk menyuruhnya untuk tetap berada disana menghentikan langkahnya. Setidaknya hanya untuk memberikan sedikit hiburan dengan kehadirannya disana. Itu yang ia inginkan tapi sepertinya Sakura tidaklah menyetujuinya apalagi mengharapkan apa yang menjadi pemikirannya. Terbukti dengan pengusiran ini.

Sakura benar-benar sendiri sekarang.

'Apa, aku sudah keterlaluan? Aku telah menambah masalah.'  Ia meringis kecil ketika sadar jika mungkin perkataannya tadi telah membuat Sasuke kesal. Dari sikap pria itu Sakura sadar jika ia sudah membuat Sasuke marah padanya.

Sepuluh menit sudah ia lewatkan dengan berdiam diri ia tak lagi memikirkan semuanya. Karin, Ino maupun Sasuke. Sangat kosong dan terasa hampa. Rencananya padahal mungkin ia akan tetap melakukan kegiatannya. Namun terhenti ketika sebuah nama terlintas dibenaknya. Hinata.

Tbc.

VargaArukas28~

Only ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang