07

1K 142 12
                                    


~Gomen pendek~

"Bangun!"

Tak ada yang terjadi apapun setelahnya. Seseorang yang ia bangunkan tadi masihlah tidur dan setelah beberapa saat tubuh perempuan itu sedikit bergerak.

"Engh..." Hanya suara lenguhan yang terdengar. Dan tentu saja tersebut menyebabkan kemarahan yang besar terhadap dirinya yang memang sudah sedari tadi menahan kesal. Dan ini batasnya, membuat ia dengan cepat menggerakkan sebelah tangannya meluncur bebas melayang diudara. "Kubilang bangun sialan!"

Plak.

Suaranya terdengar sangat nyaring memenuhi ruangan ini yang memang sangatlah sepi. Dan tentu saja berhasil membuat perempuan itu terbangun karena kaget. Matanya telah sepenuhnya terbuka menampilkan sepasang Lavender pucat yang seketika membesar setelah sadar dengan bagaimana dan seperti apa keadaan dirinya. "Sshh..." Ia meringis ketika merasakan perih dibagian pipinya. Dan mungkin sudah meninggalkan bekas merah disana.

"Menikmati tidurmu nona?" Suaranya terdengar rendah dan mencemooh. Mata hitamnya memandang dengan malas wanita didepannya. Wajahnya datar ketika mendengarkan ringisan yang dikeluarkan perempuan yang sekarang ia cengkram rahangnya. Menekan kuat kembali menyakiti tepat dimana bekas tamparannya. Dan tak perduli ketika ia melihat mata itu mulai berkaca-kaca.

Untuk apa ia merasa kasihan, jika sebentar lagi dapat dipastikan jika ia akan membunuhnya. Imbalan kebaikan yang mungkin akan didapatkannya? Jangan bercanda. Semua kata-kata tabu itu sudah mati sejak lama. "Kau pikir aku akan iba?" Tangannya ia tarik setelahnya lalu diletakkannya didepan dada menjadi bersidekap. Matanya memutar bosan ketika melihat tubuh itu bergetar. Lalu dilihatnya jika perempuan itu membuka mulutnya. "Percuma jika kau ingin teriak. Tak ada orang lain selain kalian berempat disini. "

"Jalang kecil menyedihkan." Sambungnya lagi dengan nada yang sangat menusuk.

"...."

"Kau yang ketiga setelah teman-temanmu." Hinata menggeleng lemah, ia tau jika ia akan disiksa atau apapun itu dan mungkin akan dihadapkan dengan kematian. Yang membuat ia tak percaya adalah teman-temanya. Seperti yang dikatakan oleh seseorang yang ia kira sebagai pembunuh didepannya ini. Hanya satu pertanyaannya. Siapa dua temannya yang lain? Ia tidak sanggup mendengar kematian mereka dari pembunuhnya langsung yang sekarang juga akan menghabisinya.

"Hanya tinggal merah mudah itu saja lagi. Tentunya setelah aku berhasil membunuhmu." Air mata menetes sudah. Menghancurkan pertahanan yang sedari tadi ia buat. Merah muda ia bilang? Berarti Karin dan Ino lah dua orang itu. Ia merasa sakit dan terguncang mengetahui temannya sedari kecil dengan sangat cepat telah menghilang dari kehidupannya. Ia teringat kenangan ketika dua temannya itu selalu saja siap siaga melindunginya disaat segerombolan kaka kelas ingin membully nya. Semuanya terasa masih sangat segar terbayang diingatannya. Ino dan Karin, sama-sama dua orang temannya yang pemarah dan centil.

"Tenang saja aku tak akan membunuhmu dengan tanganku langsung. Aku tidak sudi menyentuhmu, dan bodohnya tadi aku melakukan kesalahan." Ujarnya sambil memandang rendah kearah Hinata. Lalu memutar telapak tangan kirinya dan memandangnya lama. Keningnya menyerngit menatapnya aneh seperti sudah menyentuh penyakit mematikan.

Seringai keluar ketika tangan kanannya meraih benda yang tertancap di belakangnya.

Benda itu keluar dengan bunyi khas yang ia timbulkan. Matanya menatap penuh damba ketika sinar bulan memantul dengan gagahnya mengenai benda kesayangannya. Dengan dingin ia berucap "Cukup lihat sehebat apa senjataku ini."

Mata lavender pucat itu membola kaget ketika pria didepannya mengarahkan katana itu tepat di depan wajahnya. Pandangannya mengikuti ketika tangan sang pria yang tidak memegang apapun diarahkannya sendiri untuk menelusuri katana miliknya. Menggoreskan jari telunjuknya di katana tepat didepan matanya.

Only ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang