Bagian || 08

424 20 0
                                    

Kekesalan ku bertambah kali ini. Sore yang indah itu tidak seindah yang ku rasakan saat ini. Bayangkan saja jika mobil yang sedang kau kendarai dihadang oleh seseorang yang ingin ku hindari.

Lala menghadang mobilku dengan merentangkan kedua tangannya. Wajahnya bermandikan keringat dengan nafas memburu tak beraturan.

Gue yakin dia habis maraton, batinku.

" Pak, berhenti !", teriaknya.

" Woy..", aku menurunkan kaca mobilku dan melongokkan kepala ku ke luar jendela.

" Apa kau sudah gila, hah?", tambah ku setengah berteriak.

Dia menurunkan tangannya dan berlari ke arahku sambil mengembangkan senyuman manisnya.

" Apakah aku boleh minta tolong?", tanya nya memburu dengan napas yang masih terengah-engah.

" Tidak boleh ", ucapku kasar.

" Oh ayolah..", pintanya lembut.

" Tidak. Sudah sana pergi !", usirku padanya.

" Ku mohon, Pak. Ini bertaruh nyawaku. ", ucapnya sedih sambil menyatukan kedua tangannya.

Nih anak emang bisa banget. Heran gue.

" Baiklah. Cepat masuk ke mobil.", akhirnya aku menyerah.

" Boleh?", tanyanya dengan ekspresi super menjijikkan.

" Tidak usah banyak memasang wajah memelas seperti itu," jawabku.

Dia hanya menyengir lebar tanpa dosa dan menggaruk kepalanya tidak jelas sama sekali.

" Cepatlah !", sentakku cukup keras.

" Eh? Baiklah, Pak !", kagetnya seraya berlari ke sisi samping kiri mobilku dan masuk ke dalamnya. Dia duduk dengan nafas naik turun.

Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan buliran keringat yang terus mengucur deras membasahi pelipisnya dan turun perlahan membasahi pipi.

Terlihat dia linglung dan celingukan mencari sesuatu? Aku sendiri tidak tahu. Dia terlihat ketakutan, terlihat sekali dari raut wajahnya yang gelisah.

" Ada apa? ", tanyaku padanya.

" Hah?",

Kurasa belum penuh nyawanya atau dia emang rada budek? Gue sendiri juga nggak mau tau.

" Ada apa? Kenapa kau jadi aneh?", tanyaku lagi.

" Ak.. Aku dikejar perampok ", ucapnya terbata-bata.

" Loh kok bisa?", ucapku spontan.

" Aku tidak tahu. Waktu aku pulang dari butik, aku menuju kost-an ku. Disana ada beberapa perampok yang ingin membobol pintu kost ku. Mereka sempat melihatku dan akhirnya mengejar ku. Dan ketika itu, aku lewat jalan pintas dan akhirnya berjumpa dengan mobilmu. Dan kau tau kisah selanjutnya ", terangnya.

" Lalu sekarang kau berniat sembunyi?", tanyaku padanya.

" Iya. Dan kau tau.. kurasa aku tidak berani lagi untuk pulang, Pak Rio !", jawabnya.

" Lalu, kau akan melakukan apa sekarang, hah?"

" Mungkin saat ini aku hanya harus terus bersamamu agar aman.", ucapnya langsung tanpa aba-aba.

Aku juga langsung terdiam dengan apa yang dikatakannya. Aku bingung sekarang harus menjawab apa. Tatapan ku pun masih terfokus pada jalanan lurus di depanku, hingga akhirnya dia mengatakan sesuatu....

" Embb.. Pak! Bolehkah aku menginap di rumahmu? Hanya untuk malam ini saja ", pintanya padaku tanpa berpikir.

" Apa kau benar-benar sudah gila, hah? Tidak mungkin aku membawa gadis pulang ke rumahku. Bisa digrebek warga satu kompleks. Apa kau tidak bisa meminta bantuan temanmu ?", ucapku emosi.

" Masalahnya disini itu, temanku hanya 8 orang saja dan mereka juga sedang ada urusan. Kenapa aku tidak ikut mereka? Soalnya aku masih fokus sama kampus dan kerja ku dulu. Dan----",

" Aku tidak ingin mendengar dongeng darimu. Intinya sekarang adalah aku tidak ingin membantu mu ", jawabku geram.

Kulihat dia melipat tangannya dan memakai earphone pink miliknya itu. Dia cemberut membuat wajahnya kian lucu. Lucu? Ya... sedikit. Dia menatap keluar jendela mobil sambil bertopang dagu. Sepertinya ia kesal padaku. Tapi, apa urusannya dengan ku?

TIDAK ADA....

Coba pikirkan! Jika aku membantunya, aku bisa dianggap sebagai pria yang salah. Jika seorang pria membawa gadis pulang tanpa status yang halal, bagaimana?

Meskipun dia anak didik ku, tetap saja salah. Karena, kami sudah sama-sama dewasa dan tentunya masih memiliki akal sehat.

Bukan aku tidak ingin membantu orang lain. Tapi, bantuan ini cukup berbahaya jika ku lakukan. Ya, meski aku kasihan dengan gadis cerewet ini. Mau bagaimana lagi? Aku pun bingung dibuatnya.

" Apa aku harus tidur di masjid?",

" Terserah dirimu saja,"

Aku tidak mungkin tega membiarkan seorang gadis tidur di luar rumah. Aku mengambil kunci di saku jaket milikku dan ku berikan padanya.

" Apa ini?", tanyanya.

" Itu kunci", jawabku singkat.

" Ya aku tahu. Tapi, untuk apa?", tanyanya lagi.

" Tinggal saja kau di rumahku yang ada di alamat ini. Itu kuncinya, aku akan memberimu tumpangan gratis. Kali ini saja, tidak lain kali.", jawabku enteng seraya menyerahkan kertas bertuliskan alamat rumahku.

Matanya berbinar binar. Dia menatapku penuh rasa terima kasih.

" Terima kasih, Pak. Dan sekarang kau akan mengantar ku?",

" Jangan berharap lebih padaku", ucapku kasar.

" Padahal ku pikir, kau akan benar-benar mengantar ku seperti di film-film. Ya, kan?" Dia murung.

Pengen gue jorokin ke laut aje lu, batinku.

" Oke-oke. Aku akan mengantar mu, Tuan Puteri !", serahku malas.

" Terima kasih banyak, Pangeran surga ku..", balasnya lembut.

Seperti ada magnet yang menarik kedua sudut bibirku untuk terangkat.
Aku pun tersenyum walau sedikit samar.

Sial ! Dibaperin anak orang, anjirr

🖌️🖌️🖌️🖌️🖌️

Dibalik rasa pahit akan ada manis-manis nya, kok. Tunggu aja momen manisnya kek mereka..

🍁🍁🍁🍁🍁

Tetap stay tune
Lala Rio makin suwiiiit bingit loh
Jangan lupa untuk selalu vote dan comment, yak...
Salam cinta
Ghaits
L. A.

ENDEAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang