Bagian || 26

185 7 0
                                    

Gadis itu tersenyum hangat ke arahku penuh arti membuatku ikut melengkungkan bibirku. Aku sangat bahagia hari ini setelah kemarin. Terlebih ketika gadis yang aku cintai tersenyum hangat padaku.

"Kenapa kau tersenyum seperti itu, hah?" tanyaku seraya menyembunyikan raut bahagia yang sebenarnya telah tercetak jelas.

Gadis itu tersenyum malu-malu namun matanya masih setia menatapku. Sepertinya dia enggan memalingkan wajahnya, padahal biasanya gadis yang malu itu akan menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya yang merah. Tapi gadis ini malah terang-terangan tersenyum dengan pipinya yang seperti kena tampar.

"Pipimu memerah, padahal aku sama sekali tidak menamparmu," ucapku sambil menatapnya yang kini sudah mengubah raut wajahnya.

Aku tersenyum dan kembali fokus pada jalan di depanku hingga sebuah pukulan yang keras menimpa bahuku yang sama sekali tidak berdosa. Dengan cepat aku menoleh ke arah Lala yang kini tengah mengatur nafasnya, seperti menahan amarahnya.

"Kenapa lagi, hah?" tanyaku bingung.

Dia berdecak, "Kau adalah dosen terbodoh yang pernah aku temui, Pak" ucapnya sarkas.

Refleks aku mengerem dan membuatnya tersentak maju. Untunglah dia memakai safety belt yang menyilang di bahunya. Jika tidak, entah bagaimana aku bisa mengatasi kemarahannya. Semua orang pasti tau bagaimana garangnya seorang wanita jika dia merasa dirugikan.

Aku menatapnya marah. Berani sekali gadis ini mengucapkan hal-hal yang tidak sopan seperti itu. Entah kapan terakhir kali aku mendengar umpatan kasar dari Lala, dan kini seolah aku mengalami de javu ketika pertama kali kami bertemu.

"Sepertinya kau harus dihukum karena kelancanganmu berbicara tidak sopan kepada seorang dosen," ucapku dengan nada tenang.

Terdengar suara decakan malas dari mulut gadis itu. Apakah dia baru saja meremehkan ancaman seorang dosen killer sepertiku. Tenang saja Lala, hukuman mu sebentar lagi akan segera aku kumandangkan, dijamin itu pasti sangat spesial untukmu.

"Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman mu itu, Pak Rio yang terhormat" ujarnya sambil memasang earphone miliknya.

Aku jadi kembali teringat waktu pertama kali melihat gadis ini. Begitu tengil sikapnya dengan mengenakan earphone seperti yang dilakukannya sekarang. Waktu itu aku memang sangat marah padanya karena sudah mengganggu jam mengajarku. Namun apa yang terjadi sekarang sama sekali tak ku sangka. Entah mengapa gadis ini begitu istimewa untukku.

"Baiklah kalau kau memang mau dihukum. Tunggu saja nilaimu minggu ini akan segera berkurang secara drastis, dan kau pasti akan menyukainya," ucapku dengan sedikit melirik ke arahnya yang kini sudah memainkan jemari tangannya.

"Kau takut bukan dengan ancaman yang aku berikan?" tanyaku ketika melihatnya hanya diam, sama sekali tak berani untuk sekedar melihatku. Wajahnya menunduk dalam, sepertinya ia ketakutan.

"Sudahlah, aku hanya bercanda tadi jangan dipikirkan. Lagipula tidak mungkin aku menurunkan nilai anak didikku hanya karena masalah pribadi, bisa digantung aku di akhirat nanti," ucapku sambil terkekeh geli.

Ia mengangkat wajahnya dan menatapku kosong seolah ia tengah melamun. Hal itu membuatku bertanya-tanya sebenarnya ada apa dengan gadis ini. Kenapa mood nya kerap kali berubah-ubah, terkadang sangat ceria namun terkadang juga menghadirkan raut sendunya.

"Lala, apa kau baik-baik saja?" tanyaku berusaha mengalah.

Tanpa menjawab dan kejadian itu sungguh sangat tiba-tiba sekali. Dia merangsek maju hingga dia sedikit berdiri seraya memelukku erat. Aku mengerjap bingung dan membalas pelukannya yang kurasa semakin erat. Entah kapan gadis ini melepas safety belt nya tiba-tiba saja dia melakukan itu semua.

ENDEAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang