[LIMA]

958 63 6
                                    

Radit memasukan motornya kedalam garasi rumahnya. Setelah itu ia langsung memasuki rumahnya dan langsung disambut oleh malaikat kecilnya, Anna.

"Abang...! " teriak Anna sambil berlari menghampiri Radit lalu memeluknya "Anna kangen."

Radit membalas pelukan adiknya dengan erat sembari mengelus rambut adiknya. Saat Radit melepaskan pelukan adiknya, Radit sempat menangkap ekspresi sedih dari wajah adiknya.

Radit yang peka akan hal itu langsung mencium pucuk kepala Anna. "Anna, abang kekamar dulu ya, abang mau bersihin badan abang dulu, abis itu abang temenin Anna main. Abang janji!" ucap Radit.

"Janji ya abang?" ucap Anna memastikan dan mengacungkan jari kelingkingnya. Lalu Radit membalas kaitan kelingking Anna dan mengangguk untuk membuat adiknya percaya.

"Yaudah abang ke atas dulu ya." ucap Radit lalu berjalan menuju kamarnya yang berada dilantai dua.

Sesampainya di kamar Ia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang berkeringat. Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit Radit berada dikamar mandi.

Setelah itu ia langsung memakai kaos polosnya yang berwarna hitam dan memakai celana jeans selututnya. Simple but perfect. Dengan busana seperti itu dapat membuat ketampanan Radit bertambah.

Setelah selesai ia bergegas turun kelantai satu untuk makan malam bersama Anna. Saat sedang makan Anna terus fokus memperhatikan Radit, sampai Radit merasa sedikit risih.

"Kenapa sih Ann liatinnya begitu banget?" akhirnya Radit membuka suara dan langsung mengembalikan kesadaran Anna dari lamunannya.

"Gapapa bang, Anna baru sadar kalo abang ternyata ganteng!" ucap Anna sambil tersenyum yang membuat abangnya gemas dan langsung mencubit pipi Anna.

"Heh abang itu udah ganteng dari dulu kali, kamunya aja yang baru nyadar." Ucap Radit lalu mengibaskan rambutnya ke kanan dan ke kiri.

"Ihh Anna nyesel deh kalo gitu udah muji abang!" Anna langsung mempoutkan bibirnya. Radit terkekeh melihat tingkah adiknya.

"Abang nanti temenin Anna kerjain pr ya?" pinta Anna dan langsung diangguki oleh Radit.

"Tapi kamu selesaiin makannya dulu, oke?" ucap Radit. "Siap bos!" ucap Anna dengan tangan yang sudah berbentuk sikap hormat.

-----RADAR-----

"Mah, mamah kenapa selalu nyalahin aku sih?" ucap Jovan menahan amarahnya. Kalau saja dia tak ingat siapa orang yang sedang berbicara dengannya mungkin ia sudah memukulnya. Tetapi karena Jovan masih menjaga sikap kepada ibu kandungnya, ia memilih menahan dirinya sendiri untuk tidak berbuat tindak kejahatan.

"Loh ini semua memang salah kamu, papah juga pergi karna kamu, dasar anak tidak tau di untung!" ucapan mamahnya itu membuat hatinya mencelos.

"Mah kenapa mah? Kenapa selalu aku yang disalahkan? Ini semua sudah diatur sama Tuhan mah." ucap Jovan yang saat ini sudah terisak, bahkan isakan itu sudah menjadi tangisan yang hebat.

"Alah, kamu gak usah bawa-bawa nama Tuhan ya, dasar anak ga tau diri. Kamu tau kenapa papah kamu pergi? Dia pergi karna kamu, karna ada kamu dirumah ini, dia benci sama kamu Van. Kamu itu anak yang tidak diinginkan oleh papahmu." ucap ibu kandung Jovan.

"Mah, kalo aku boleh milih sama Tuhan, aku lebih milih tetap ada di syurga, aku ga bakalan mau lahir ke bumi kalo orang tua aku aja ga menginginkan aku mah. Tapi ini udah kehendak Tuhan mah. Dan kalo Tuhan ngizinin aku pergi duluan aku bakal lakuin itu mah!" ucap Jovan dengan tangis yang makin menjadi-jadi.

"Yaudah sana kamu pergi aja, pergi yang jauh kalau perlu pergi ke neraka sekalian!" untuk yang kedua kalinya ucapan mamahnya membuat hatinya terluka seakan ada pisau yang menggoresnya.

"Terserah mamah!" ucap Jovan dan pergi dari hadapan mamahnya.

Jovan langsung menyambar kunci motor dan jaketnya yang berada di sofa. Biasanya saat sedang kacau seperti ini ia akan mengunjungi apartemen Rayn. Ia akan merasa lebih tenang saat berada di apartemen Rayn.

Ia segera mengeluarkan motor ninja nya dari garasi. Dan langsung mengegasnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Untung saja saat ini sudah larut malam jadi tidak terlalu banyak pengendara yang berlalu lalang.

Tetapi, tiba-tiba Jovan hampir saja menabrak seorang pejalan kaki kalau saja ia tidak buru-buru mengeremnya.

Tinggal sedikit lagi tubuh gadis itu akan tumbang terkena motor Jovan, Jovan segera membuka helmnya dan segera menghampiri gadis itu, "lo gapapa?" tanyanya dengan nada khawatir.

Gadis itu hanya mengangguk dengan badan yang gemetar. Mungkin gadis itu masih shock dengan kejadian yang ia alami barusan.

"Mending kita kepinggir dulu buat ngilangin rasa takut lo yuk." ucap Jovan sambil membantu gadis itu berdiri dan memapahnya kepinggir jalan.

Hening. Hanya suasana itu yang tercipta diantara mereka. Tak ada yang berani untuk memulai pembicaraan. Gadis itu mulai sadar dari rasa takutnya.
"Ekhm." Jovan bedehem untuk mengurangi rasa canggung diantara mereka berdua.

"Lo abis dari mana? Kok sendirian?" Jovan memberanikan diri untuk memulai percakapan karna ia tidak betah dengan keadaan hening seperti itu.

"Em...anu..gua abis dari mini market yang ada didepan sana." jawab gadis itu dengan gemetar.

"Eh.. Santai aja kali ga usah gemeteran gitu!" ucap Jovan sambil terkekeh "oh iya gua Jovan Lipnardo Alberich." Jovan memperkenalkan dirinya dan mengangkat tangannya yang berniat untuk bersalaman.

"Gua Shean Steffany Cleyo Kevenandatta." ucap Shea sambil membalas salaman tangan Jovan.

"Muka lo ga asing gitu ya." ucap Shea sambil memperhatikan wajah Jovan dengan teliti.

"Lo juga deh kayaknya."

Keduanya sama-sama diam sambil berfikir. Jovan merasa sudah pernah bertemu dengan Shea sebelumnya begitu juga dengan Shea, ia juga merasa bahwa dirinya sudah pernah bertemu dengan Jovan.

"Oh iya gua inget!" ucap mereka bersamaan lalu keduanya terkekeh.

"Lo salah satu dari most wanted SMA Harapan Bangsa'kan?" tanya Shea sambil menunjuk wajah Jovan.

Jovan hanya tersenyum. Dia heran dengan dirinya sendiri, mengapa ia bisa begitu dikenal dilingkungan sekolahnya apalagi dikalangan kaum hawa. Padahal menurutnya ia tidak terlalu tampan.

"Gua betul kan?" tanya Shea lagi karna pertanyaan diabaikan oleh Jovan.

"Iya kok lo bener." ucap Jovan sambil tersenyum yang membuat Shea jadi salah tingkah dan membuat pipi Shea berubah menjadi merah.

"Ah iya udah malem, gua duluan ya." ucap Shea mengalihkan pembicaraan sambil bangun dari duduknya.

"Biar gua anter!" Jovan langsung menghampiri motor ninjanya.

"Eh enggak usah nanti malah ngerepotin!" tolak Shea

"Udah enggak papa, buruan naik!" ucap Jovan sambil memakaikan jaketnya ketubuh Shea.

"Eh.., " Shea menghindarkan tubuhnya.

"Udah pake aja nanti lo kedinginan!"

Blush

Perlakuan Jovan membuat pipi Shea terasa panas, dan mungkin sudah berubah seperti kepiting rebus. Jovan yang menyadari hal itu langsung terkekeh, "lucu." gumamnya.

-----RADAR-----

HALO GUYS!!! MAAF YA KALO UP-NYA LAMA, SOALNYA AKU KEABISAN IDE WKWK.

SEMOGA KALIAN TETEP SUKA YA. JANGAN LUPA LIKE DAN ISI KOLOM KOMENTAR, OKE. BABAY!!

-Sfwhltfh

RADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang