[DUAPULUH TUJUH]

352 25 8
                                    

"Hah?! Gimana gimana?!" ucap Raffa, Rayn, dan Jovan dengan kompak. Kemudian Radit menutupi wajahnya dengan bantal sofa. Ia merasa malu sekarang.

Anna menatap mereka bingung, "Abang abang kok pada kaget sih?"

"Eum,.... anu Anna kenal Kak Dara dimana?" tanya Jovan masih penasaran.

Sebelum Anna menjawab, Radit buru-buru menyuruh Anna kembali ke dapur. "Anna ke dapur sana. Bantuin Bu Aisyah buat cake, Anna suka cake kan?" Anna mengangguk antusias. Kemudian ia langsung berlari menuju dapur.

Setelahnya Radit menghela nafas lega. Ia berdecak kesal dengan sahabatnya, "Ck, lo pada kepo bener sih!"

Ketiga temannya malah menatapnya dengan ekspresi sangat menyebalkan, lalu mengangguk anggukkan kepalanya berlaga paham.

"Jadi ternyata ngegas kenceng bro! Awalnya mah nolak. Eh tau taunya udah di ajak kerumah, dikenalin ke Anna lagi." ucap Raffa.

"Tau ye bro, kalo beneran nolak mah pengen gua pepet bro. Cakep gitu abisan, kayak ibu peri." Rayn ikut menimpali. "Ah tapi sayang galak kayak maung." lanjutnya.

"Tapi bro, inget! Sekarang doi dah punya pawang. Pawangnya gak kalah galak dari maung. Ati-ati." ucap Jovan ikut memanasi. Dan di setujui oleh Raffa dan Rayn.

Radit lagi-lagi berdecak kesal. Ia sudah memasang ekspresi yang membuat ketiga sahabatnya bergidik ngeri. Kemudian Radit berdiri dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Dirinya benar-benar sudah kehilangan mood untuk bercerita. Seakan menulikan pendengarannya ia terus berjalan ke kamarnya tanpa menghiraukan teriakan ketiga sahabatnya yang sangat amat menyebalkan.

"Yah pundung tuh anak. Lo sih Jov!" ucap Raffa menyalahkan Jovan. Jovan tidak terima di salahkan oleh Raffa. Padahal memang dirinya yang bertanya kepada Anna perihal si 'kakak cantik'.

Tapi, tetap saja ia tidak terima. Lagipula yang meledek Radit lebih dahulu adalah Raffa. "Apa-apaan kok nyalahin gua! Lo sih pake ngeledekin segala. Gak jadi kan tuh si Radit cerita."

Raffa menyengir, "Yaudeh sih elah. Ayok susulin ke kamarnya." Sebelum beranjak ke kamar Radit mereka terlebih dahulu menghabisi minuman dan makanan yang sudah disajikan. Mubazir katanya.

"Bi kita ke kamar Radit dulu ya!" ucap Rayn saat ingin menaiki tangga dengan sedikit berteriak. Setelah izin kepada Bu Aisyah mereka langsung ke kamar Radit.

Tanpa mengetok pintu terlebih dahulu mereka langsung masuk begitu saja. Karena mereka tahu bahwa Radit malas untuk mengunci pintu kamarnya. Ribet.

Mereka langsung berbaring bertumpuk di kasur Radit. "Lo pada tuh kaga ada akhlak bener ya!"

"Yaelah galak amat sih Pangeran. Eh Dit jadi cerita gak?"

"Gak." jawab Radit dengan ketus. "Yaelah udah buruan cerita. Gak bakal kepo lagi dah gua." ucap Jovan seraya bangun dari kasur Radit dan beralih menyalahkan pees.

"Iyalah kaga kepo, orang pertanyaan lo pada udah kejawab." Rayn menjadi kesal karena Radit mengurngkan niatnya untuk bercerita. Lalu ia menatap tajam kepada Raffa, Raffa yang di tatap hanya memberikan cengirannya.

Radit menutup bukunya, lalu ikut berbaring disamping Raffa, "Gua jadian sama Dara." ucapnya tiba-tiba.

"Serius lo?!" tanya Raffa tidak percaya. Dan hanya di balas anggukan oleh Radit. Tiba-tiba Jovan mengacungkan dua jempolnya tepat di depan muka Radit. "Kaget anjir!"

"Terus sekarang lo mau gimana?"

Radit menggeleng, "Gak tau gua bingung. Tapi kayaknya gua bakal lanjut pacaran sama dia. Ya paling engga sampe dia baper."

RADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang