Siapa sangka, seiring berjalannya waktu. Jeno dan Jaemin sudah saling menyukai, namun belum ada ke pastian diantara mereka. Mark? Dia masih terus menyimpan dendam pada Jeno, seakan jika di beri kesempatan membunuh orang, maka Jeno lah yang akan menjadi orang pertama Mark habisi. Sebegitu dendamnya kah?
Tak ada yang mengetahui Jaemin menyembunyikan sesuatu yang besar. Dia terkena penyakit kangker otak, tubuhnya makin melemah tapi dia tidak ingin memberi tahu apa-apa pada siapapun, termasuk Jeno.
"Jen, boleh aku pamit?" tanya Jaemin saat mereka sedang asik memandang langit sore di tepi pantai.
"Pamit? Maksud kamu? Kamu mau pulang? Biar aku anter ya." jawab Jeno tanpa perasaan curiga dengan sikap dan kondisi Jaemin.
"Bukan bodoh." ujar Jaemin seraya menoyor kepala Jeno berusaha bercanda, menepis rasa sakit yang dia tahan.
"Lalu?"
"Aku harus pergi ke Aussie."
"Kenapa kamu gak bilang sama aku, kalo kamu mau pindah ke Ausie?!" Jeno jelas terkejut, pasalnya Jaemin gak ada bilang apa-apa sama Jeno buat kepergiannya.
"Maaf, tapi ini kemauan papa aku. Andai aku bisa nolak." alibi Jaemin, suaranya mulai parau.
"Tapi kamu harus janji sama aku."
"Janji apa?"
"Kamu harus janji kamu bakal balik lagi nemuin aku."
"A-aku gak bisa janjin. Tapi, aku bakal berusaha."
"Udah gelap nih, pulang yuk!" ajak Jeno meraih tangan Jaemin untuk di genggamnya. Dingin, tangan Jaemin terasa amat dingin. "Jaem, tangan kamu dingin banget. Kamu sakit?" lanjutnya.
"Gak kok, mungkin cuacanya." alibi Jaemin lagi. Dia tidak mau sampai Jeno mengetahui apa yang sedang terjadi padanya.
"Yaudah, sekarang kamu pake aja jaket aku." Jeno langsung melepas jaketnya dan memakaikan kepada Jaemin.
Senyum lemah menghiasi wajah Jaemin, menerima perlakuan manis dari seorang Lee Jeno yang dulu selalu membuatnya kesal.
~×~
Pagi ini, Jeno menyempatkan waktu untuk mengantarkan Jaemin ke bandara bersama dengan Haechan.
Entah kenapa, perasaan Jeno mengatakan dia tak rela melepas Jaemin pergi, seakan Jaemin akan pergi untuk selamanya bukan sesaat lalu kembali.
"Jen, aku berangkat ya." ujar Jaemin tersenyum hangat pada Jeno dan Haechan.
"Hati-hati ya, Jaem. Jangan lupain gue!" ujar Haechan serasa ingin menangis.
"Iya, Chan. Jen, aku duluan ya." kata Jaemin tapi tidak ada balasan dari Jeno, dia hanya memandang lekat Jaemin. Gak rela. "Jen.?"
"Heh! Di salamin sama Jaemin juga diem aja! Lo budeg?!" kesal Haechan menepuk pundak Jeno kencang.
"Nyelo sih Chan!" sungutnya. "Kenapa Jaem?"
"Aku jalan dulu, papa sama mama juga udah masuk ke dalem. Aku duluan ya." ulang Jaemin lebih pelan.
"Hmm... Iya, Jaem. Hati-hati ya."
"Iya." dan setelah menjawab Jeno dengan cepat Jaemin mencium pipi Jeno sebelum akhirnya memasuki kabin pesawat.
Jeno yang langsung tersadar, mengulum senyumnya dalam. Menatap Jaemin yang melambaikan tangannya pada Jeno.
'Good bye my prince.'
~×~
Semua kembali seperti semula. Jeno juga sudah jarang tersenyum lagi. Alasannya tersenyum kini tak lagi disisinya. Jeno galau, sudah hampir 1 bulan tidak ada kabar sedikitpun mengenai Jaemin.
Pikiran negatif yang selama ini dia pendam kembali muncul, mengingat terakhir kali mereka bertemu Jaemin nampak tak sehat, dengan tangan yang dingin dan wajah yang pucat. Jeno jadi khawatir.
"Weh! Ngapa lo? Bengong aja, kesambet baru rasa lo!" seru Haechan mengejutkan Jeno.
"Apaan sih lo, Chan? Siapa juga yang ngelamun?" alibi Jeno.
"Eh, kadal. Gue punya matanya ya! Jadi gue bisa liat lo lagi bengong ato gak." ujar Haechan kesal. "Emang ada masalah apa sih?" lanjutnya.
"Gue mikirin Jaemin. Sebulan lebih ini dia gak ada kabar." jawab Jeno sendu.
'Gue harap, lo baik disana Jaem.'
~{•}~
Maaf ya baru up.. Vote comment.. Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile For Him//<NoRen> ✔
Fiksi Penggemar"Bisa gak sih lo jauhin gue!? Jangan lo coba-coba jadi dia! Lo bukan dia!" ~{•}~ Ini ff pertama aku yang pake bahasa non baku. Buat yang kurang suka bisa bilang aja ya di comment. Gomawo... :)