-8-

2K 45 0
                                    

Sudah sebulan ini Riani tidak mendengar kabar Ishana. Sejujurnya ia sangat merindukan Ishana. Namun, ia belum bisa memaafkannya. Riani mulai menjalani terapi lagi. Ia menyadari bahwa suatu saat nanti ia harus berbicara secara langsung dengan Dewangga, dan juga dengan Ishana. Riani tidak ingin trauma buruknya selalu terulang.

            Tok tok tok..

            Riani menoleh, mendengar suara pintu kamarnya diketuk.

"Riani, mama boleh masuk?" tanya mama dari balik pintu.

Ia berjalan, membukakan pintu dan mempersilahkan mama masuk.

"Mama lihat akhir-akhir ini kamu lebih murung dari biasanya. Kamu mau cerita ke mama?"

Riani menghela nafas, sudah sejak lama ia tidak pernah bercerita tentang kehidupannya pada mama. Ia tidak ingin menambah beban mama dengan ceritanya. Mama memang belum dinyatakan sembuh total oleh dokter, namun kondisi mama cenderung lebih stabil dari sebelumnya. Ia pun menceritakan semuanya pada mama, tentang Dewangga, tentang Ishana. Juga tentang perasaan yang membingungkannya tentang Dewangga.

Mama mendengarkan cerita Riani dengan seksama. "Riani, kamu gadis yang sangat hebat. Namun, masih ada satu hal yang belum bisa kamu lakukan. Kamu harus belajar memaafkan. Memaafkan Dewangga, Ishana, semua orang yang pernah menyakitimu, bahkan kamu harus belajar memaafkan ayahmu," ujar mama sembari mengusap-usap rambut Riani. "Mama harap, kamu juga belajar memaafkan mama."

Riani mengangkat kepalanya, memandang mama dengan pandangan tidak mengerti. "Kenapa aku harus memaafkan mama? Mama nggak pernah melakukan sesuatu yang nyakitin aku. Malah aku yang sering melakukan hal-hal yang membuat Mama dan Eyang khawatir."

Mama memeluk Riani,"Sayang, semua yang kamu alami karena mama terlalu lemah sebagai ibumu untuk melindungi kamu," Mama mulai menangis tersedu-sedu.

Riani membalas pelukan mamanya," Ma, aku sayang banget sama mama. Aku bersyukur mama seorang yang sangat kuat, sehingga mama selalu bertahan untuk aku, sesakit apapun yang mama rasakan. Aku akan belajar memaafkan semuanya ma. Walaupun mungkin mustahil, tapi akan belajar memaafkan ayah, untuk mama," ujar Riani.

**

Riani sedang membaca majalah di teras rumahnya ketika melihat mobil menepi di depan rumahnya. Ia membukakan pagarnya, dan melihat Ian dan Kevin. Kevin berlari kearahnya dan memeluk Riani.

            "Sore Riani, maaf saya dan Kevin mengganggu kamu."

            "Nggak apa-apa Ian, ada apa?"

            "Aku sama papa mau ngajak Bu Riani, mama Niken, sama eyang buat makan malem. Mau ya Bu," pinta Kevin sembari menarik-narik tangan Riani.

Riani berjongkok didepan Kevin, "Hmm, coba deh Kevin nanya sendiri sama eyang dan mama Niken."

Kevin mengangguk dan segera berlari masuk kedalam rumah Riani. Riani tersenyum melihat tingkah lakunya. Kevin seperti memiliki dua kepribadian yang saling bertolak belakang. Di depan orang-orang yang ia sayangi, ia benar-benar seperi bocah seumurannya yang menggemaskan. Namun ia akan menjadi anak yang pendiam, bahkan ia akan sangat ketakutan bila dikelilingi orang yang tidak ia kenal.

Riani teringat ketika pertama kali ia bertemu dengan Kevin. Anak itu menolak untuk berbicara dengannya. Kevin hanya duduk di pojok belakang kelas sepanjang waktu sembari menundukkan kepalanya. Ia seperti hidup dalam dunianya sendiri dan tidak terpengaruh oleh kesibukan di lingkungan sekitarnya. Sangat sulit bagi Kevin untuk menerima orang-orang baru dalam hidupnya. Ia sukar bersosialisasi dengan orang-orang selain keluarganya. Namun ia sangat mudah untuk menerima keluarga Riani. Ian pernah mengatakan bahwa sifat mama Riani sangat mirip dengan mama Kevin. Mungkin itu yang menyebabkan Kevin merasa nyaman dengan mama Riani, karena mengingatkannya pada ibunya.

**

Ian memperhatian raut wajah Riani. Selama ini ia selalu menganggap Riani memiliki wajah yang datar, sehingga Ian sulit untuk menebak suasana hati Riani. Namun, saat ini, Riani benar-benar resah seperti sedang memiliki masalah.

Sebenarnya Ian ingin sekali memperkenalkan Riani pada keluarganya, tetapi ia tidak ingin bersikap terburu-buru sehingga menakuti Riani. Seringkali Mbak Janis bercerita padanya bahwa Riani seperti memiliki fobia pada lelaki, sehingga ia seringkali menghindari interaksi dengan lawan jenisnya.

Riani menyadari bahwa Ian sedang memperhatikannya. Ia mengangkat wajahnya, memandang wajah Ian penuh dengan tanda tanya. Ian pun tersenyum seraya memasang wajah meminta maaf. Ian memandang ke arah Kevin. Ia melihat Kevin sedang asyik bercanda dengan mama dan eyang Riani.

"Maaf Riani, bila saya membuat kamu kurang nyaman karena saya terlalu memperhatikan kamu. Sepertinya hari ini kamu seperti sedang ada masalah. Ah, tapi sekali lagi maaf bila saya tidak sopan menanyakan ini pada kamu."

Riani tersenyum mendengar perkataan Ian. "Tidak apa-apa Ian, kamu tidak perlu meminta maaf. Memang akhir-akhir ini masih ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya," jelas Riani.

"Oh begitu, kamu bisa menceritakan pada saya, kalau kamu mau. Mungkin saya bisa membantu sedikit," pinta Ian.

Riani memandang wajah Ian. Ian memiliki wajah yang sangat meneduhkan, semua sikapnya membuat Riani merasa sangat nyaman padanya. "Sebenarnya bukan masalah besar, Ian. Hanya masalah kecil dengan sahabat saya," ujar Riani.

"Jadi masalah dengan sahabat ya. Saya yakin kamu bisa secepatnya semua masalah kamu Riani. Masalah memang harus secepatnya diselesaikan. Apalagi bila menyangkut keluarga atau sahabat."

"Iya, terima kasih Ian."

Riani kembali diam, Ian berhenti berusaha mencari bahan pembicaraan. Ia tidak mau mengganggu Riani. Ian tidak habis pikir, bagaimana seorang Riani dengan mudahnya membuatnya tidak bisa berkutik dan selalu salah tingkah.

Selesai makan, Ian segera mengantarkan Riani dan keluarganya pulang. Ia senang melihat Kevin berinteraksi dengan keluarga Riani. Ian memandang Kevin yang sedang tertidur di kursi penumpang sebelahnya. Kevin terlihat sangat tenang, Ian mengusap-usap rambut Kevin dengan penuh kasih sayang. Tadi Kevin membisikkan sesuatu ke telinga Riani, dan Ian merasa penasaran dengan apa yang diucapkan Kevin, karena Riani terlihat sangat terkejut.

**

Riani tidak dapat memejamkan matanya. Setelah acara makan malam tadi, Ian dan Kevin mengantarkannya dan keluarganya pulang. Tiba-tiba Kevin menarik-narik tangannya, dan ketika Riani menjongkokkan tubuhnya, mendekati Kevin, Kevin berbisik pelan di telinganya. Sesuatu yang tidak ia sangka akan ia dengar.

            "Bu Riani, mau nggak jadi mamanya Kevin?"

GORESAN LUKA HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang