Vote 🌟 sebelum baca
.
.
.
.
.Jalan begitu padat, hari kerja memang selalu begitu, dan Aleisya berjalan dengan tergesa-gesa. Ini memang bukan pusat kota, tapi tetap saja ditepi jalan raya yang padat seperti ditengah kota.
Gadis itu menghembuskan nafas lega saat melihat angkutan umum yang ditunggunya tiba, dengan sedikit tergesa gadis itu masuk kedalam. Merogoh kantong saku celana jeans hitamnya. Ia memastikan uang yang tak seberapa itu tidak ketinggalan atau lebih parahnya hilang ditengah jalan.
Sembari diperjalanan, gadis itu sibuk mengamati tingah laku sesama penompang, atau menatap keluar jendela. Menatap lamat hiruk pikuk jalanan.
Tidak menunggu terlalu lama, akhirnya Aleisya turun dan berjalan masuk ke swalayan untuk membeli beberapa keperluan cafe yang sudah habis. Senyum Aleisya mengembangkan ketika matanya melihat tumpukan sayur yang masih segar.
Aleisya memang tidak terlalu mahir memasak, tapi ia suka sekali bergelut dengan dapur. Memasak bisa membuat stres nya berkurang dengan pesat.
Gadis itu menarik trolinya kepenjuru sudut swalayan. Langkah kakinya terhenti, matanya menatap rak tinggi di hadapanya.
Dengan ragu ia menarik sebuah kotak biru, itu susu untuk ibu hamil. Ia tengah memikirkan Anna saat melihat tumpukan susu ibu hamil itu.Ia memang tak punya uang banyak, tapi keberadaan Anna disisinya jauh lebih berharga.
Sebelum memasukkan kotak itu ke trolinya Aleisya kembali menatap rak tinggi dihadapannya.
Tunggu, mbak Anna suka rasa apa ya? Coklat atau vanila?Gadis itu akhirnya memilih rasa coklat, karena ia sendiri suka rasa coklat. Aleisya berjalan keluar dari swalayan setelah membayar semua belanjaan nya. Tangan nya penuh dengan kantok plastik barang belanjaan.
Ia berjalan menuju halte terdekat. Menunggu dengan sabar angkutan umum yang bisa membawanya kembali ke cafe secepatnya.
Dan sialnya, panas matahari dengan tidak manusiawi membakar kulitnya. Keringat meluncur dari dahinya. Berkali-kali tangannya menyeka keringat yang membasahi wajahnya. Sampai angkutan umum yang ia tunggu datang, Aleisya berjalan dengan cepat, menembus beberapa orang untuk bisa segera naik sebelum angkutan itu penuh dan ia harus kembali bersabar menunggu angkutan lainnya.
Ah! Panas
Sialnya lagi Aleisya harus rela duduk diantara banyak orang di angkutan umum. Tubuhnya sudah terasa sangat lengket. Aleisya menggenggam erat belanjaan nya.Bergerak tak nyaman saat seseorang disebelahnya dengan tidak sengaja menyentuh pundaknya.
"Kiri pak" dengan bersusah payah Aleisya turun dari angkutan umum yang luar biasa sempit itu. Tangannya terulur untuk membayar.Beberapa lembar uang ribuan rupiah ia serahkan dan dengan segera berjalan pergi.
Jarak dari tempat ia turun lumayan jauh untuk kembali menuju cafe. Dan itu cukup untuk membuat Aleisya harus menguras habis tenangnya. Setengah perjalanan, Aleisya merasakan kakinya pegal. Tangannya juga mendadak mati rasa. Ah berat sekali rasanya hari ini.
Dengan beban yang harus ia bawa Aleisya menunduk meletakkan belanjaan nya ke jalan. Berjongkok menahan letih di sekujur badannya.Membiarkan punggungnya dibakar secara tidak langsung oleh terik matahari.
Panas matahari memang menjadi masalah utamanya kali ini. Ditambah lagi ia tak sempat sarapan tadi pagi.Ya, ujiannya untuk hari ini cukup menguras banyak tenaga.
"Need help Miss?" Aleisya mengangkat kepalanya menatap ke atas.
Seorang pria berperawakan tinggi tegap dengan kulit seputih susu. Tentu saja lebih putih dari dirinya. Ah! Aleisya seketika iri dengan kulit pria itu.Wajah pria itu memerah karena panas matahari, tak jauh lebih baik dari wajah Aleisya sekarang.
"Miss?"
Aleisya tersenyum. Ia sangat mengerti apa yang dikatakan pria dihadapannya. Tapi bibirnya kelu untuk menjawab pertanyaan itu. Selalu seperti itu, ia canggung dengan pria tampan. Pria itu memang tak mirip warga negara Indonesia sama sekali.
Tanpa bertanya lagi, pria itu mengambil alih belanjaan Aleisya lalu mengulurkan sebelah tangannya untuk membantu Aleisya berdiri.
Tentu saja dengan senang hati Aleisya menerima uluran itu. Uluran dari pria tampan tidak boleh disia-siakan."Jadi dimana kau bekerja?" Pria itu bertanya.
Alis Aleisya berkerut menatap pria tampan dihadapannya. Seriously, pria ini bisa bahasa Indonesia!
"Miss?"
Ah! Aleisya tergagap menjawab pertanyaan pria dihadapannya. "Disana, masih jauh, apa tidak masalah anda membantu saya tuan?"
Pria itu mengangguk setelah melihat jari Aleisya menunjukkan sebuah bangunan diujung jalan. Lalu berjalan beriringan.
"tapi, bagaimana anda tahu saya bekerja?" Aleisya bertanya
Pria itu menatap Aleisya "tidak mungkin belanjaan sebanyak ini untuk dimakan sendirian kan?" jawabnya datar dan kembali menatap jalan.
"Aku Aleisya" pria itu kembali menoleh menatap Aleisya yang tersenyum. Lalu mengangguk dan kembali menghadap ke depan.Ia tampak tak perduli dengan nama wanita yang baru saja ia tolong.
Aleisya tersenyum kecut. Ia kecewa dengan sikap pria itu. Dingin sekali, bahkan dinginnya sikap pria itu mengalahkan panasnya matahari di sekitarnya.
Ya, semua pria tampan umumnya memang begitu kan? Tapi terlepas dari sikap dinginnya, ia mau membantu Aleisya bahkan tanpa dimintai tolong.
Aleisya hanya bergumam tak jelas selama perjalanan. Ia tak tahu harus bicara apa. Pria itu tampaknya tidak berniat untuk berbicara dengan nya. Dan itu sudah cukup menjadi pertanda Aleisya untuk tidak banyak bertanya.
"Tuan ini cafe ku, ayo masuk dulu" lalu gadis itu membuka pintu cafe, lonceng pintu berbunyi membuat Anna yang berada didapur menatap ke depan.
"Oh! Ale sudah pulang?" Anna berjalan ke depan lalu menatap pria tinggi disebelah Aleisya.
Kemudian menatap Aleisya lagi, seolah meminta jawaban. Dan tentu saja Aleisya tau maksud tatapan Anna.
"Dia.." Aleisya menunjuk pria yang sedari tadi berdiri disampingnya. Gadis itu bingung harus menjawab apa. Nama pria yang menolong nya saja ia tak tahu.
"Hmm tuan ini membantu aku tadi mbak" akhirnya Aleisya harus menjelaskan garis besarnya pada Anna.Dan mengambil barang yang dipegang pria itu.
Anna mengangguk lalu mengambil belanjaan dari tangan pria asing itu dan berjalan kembali ke dapur.
"Duduk dulu tuan, saya ambilkan minum "
Pria itu duduk dan tak menjawab ucapan Aleisya.Gadis itu jelas kesal, Aleisya hanya tersenyum masam. Mungkin itu memang sikap asli pria asing dihadapannya. Sabar Aleisya, dia sudah membantu mu!
GRACIAS
DONT FORGET TO VOTE COMMENTS AND SHARE ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
La La Land
General Fiction-"Jika menggenggam tangan mu adalah sebuah kesalahan besar, maka biarkan aku terus berdosa" -"My heart is telling you how much that I need you" Hidup seorang diri dipinggir kota metropolitan bermodalkan sebuah cafe klasik yang jauh dari kata mewah m...