Vote sebelum baca.
Dentingan piring dengan sendok sahut menyahut mengusir sepi menemani nya yang sibuk di dapur membuat semua pesanan. Hampir sebulan usaha cafe nya dibuka, kini cafe kecil itu bertransformasi menjadi tepat tongkrongan anak muda pada malam hari dan tempat makan siang untuk para pemudik yang hendak berlalu lalang dari kota ke kota lainnya.
Aleisya melirik dari ekor matanya melihat gerakan gesit Anna yang sibuk mencatat pesanan tamu atau melihat wanita itu tengah membersihkan sisa makanan di atas meja.
Kehadiran Anna membuat Aleisya mendapatkan bantuan yang tak ternilai. Anna menjadi rekan bisnis dan sekaligus menjadi keluarga barunya. Anna kakak yang baik walau terkadang suka berbicara omong kosong. Mengomel karena sesuatu hal yang sepele dan membuat lelucon yang payah. Anna orang yang sangat menyenangkan, mereka saling membantu satu sama lain.
"Ale, pesanan meja 7 sudah?" Anna datang dengan note kecil ditangannya.
"Iya, itu di pantry mbak" Aleisya menunjuk dengan ujung hidungnya yang mancung.
"Ini, pesanan untuk meja 10" Anna mencabut selembar note kecil dari bukunya dan menempelkan kertas itu dimeja sebelah Aleisya.
Tanpa menunggu jawaban, Anna melangkah menuju meja 7 dengan baki berisi pesanan makanan.
Aleisya kembali berkutat dengan kompornya. Memasak pesanan yang sedari sore tadi selalu datang. Seperti tidak ada henti-hentinya.
Ia bersyukur sekali melihat cafe yang dulu hanya punya dua sampai tiga orang pengunjung perhari kini datang berkali-kali lipat lebih banyak. Mungkin ini berkat kerja keras dan keteguhan nya. Ah! Ini semua berkat doanya. Ia yakin itu.
Kring
Lonceng pintu berbunyi, membuat Ale meliriknya sebentar. Ada tamu lagi. Aleisya tersenyum saat melihat tamu itu berjalan mendekat. Duduk di kursi bar yang tak jauh darinya.
"Seperti biasa!" Suara merdu nya mengelegar menusuk ke gendang telinga Ale. Gadis itu mengangguk sebentar.
"Mbak Anna yang akan membuatkannya"
Ia tak bisa meninggalkan masakan dikompor begitu saja. Urutan pelanggan adalah hak pelanggan no satu baginya. Sekalipun ia kenal dengan pelanggan tersebut, Aleisya tetap akan berlaku adil pada pelanggannya. Dan lagi pula, jika ditinggal begitu saja masakannya bisa gosong.
Benar, tidak lama setelah itu, Anna datang dengan seragam coklat kerjanya tak lupa rambut merah menyala yang ia ikat kuda.
"Coffe pahit lagi?" Anna bertanya tanpa menatap wajah pelanggan itu.
"Yes"
Terkadang yang pahit belum tentu tidak nikmat.
Ale maupun Anna terkekeh saat mendengar jawaban singkat pelanggan setianya. Peter pria berdarah Belanda yang beberapa minggu membantu Ale dijalan. Jangan lupakan kejadian memalukan itu, sampai saat ini Petter masih menyebut dirinya sebagai penyelamat nyawa Ale. Itu berlebihan.
"Aku juga mau nasi goreng itu Ale" Peter menunjuk piring berwarna merah yang berada ditangan Ale. Gadis itu mengangguk samar.
Sementara Anna meletakkan mug coffe pesanan Peter dihadapan pria itu. "pesanan baru langsung pada chefnya" Anna tengah mengejek Ale.
"ya, pelanggan yang tidak tahu diri itu memang sering menyusup masuk ke sini" balas Ale
"setidaknya aku tampan" bela Peter, pria itu sangat menyebalkan jika sudah membela dirinya sendiri.
Mereka memang sering ribut jika sudah berkumpul seperti ini. Tidak memperdulikan keadaan, Ale akan membalas ejekan Anna dan menyudutkan Peter. Sedangkan pria itu tidak akan mau kalah dengan kedua wanita yang baru dikenalnya itu. Mereka sudah cukup dekat satu sama lain. Karena Peter sering datang ke cafe dan menjadi pelanggan setia.
Kesan pertama yang diciptakan Peter untuk kedua wanita itu memang tidak menyenangkan. Peter berlagak dingin padahal sebenarnya ia bukan tipe pria yang seperti itu. Ia memiliki aura yang menyenangkan, itu jika kalian dekat dengannya. Dan sedikit bumbu menyebalkan dari sikapnya yang aneh.
Anna menerima baki berisi pesanan yang diberikan Ale, meninggaklan kedua manusia itu sementara ia memberikan pesanan pada pelanggan di meja 10. Total meja yang ada dicafe ini tidak banyak, hanya 10 meja dengan jumlah kursi 28 dan satu meja bar yang panjang berserta kursinya didekat pantry.
Jangan salah, Aleisya tidak akan pernah menjual bir atau alcohol dan sejenisnya ia benci barang haram seperti itu. Ia hanya membeli meja bar untuk pengunjung yang ingin minum atau untuk berjaga-jaga jika kursi dan meja yang lain sudah penuh.
"jadi Ale, bagaimana dengan hari ini?" Peter berucap setelah menyesap coffenya. Wajahnya sedikit menyingit saat merasakan cairan coffe masuk kemulutnya. "sepertinya Anna membuat coffe ini dengan amarah, ini terlalu pahit!"
Ale tersenyum renyah. Menyodorkan kotak gula padanya.
"hari ini sepertinya akan sangat panjang, mungkin lain kali Peter" balas Ale sambil mengedarkan pandangannya kepenjuru cafe yang ramai.
"always like that" decak Peter kesal.
Anna datang dengan baki kosong ditangannya. Menatap kedua orang dihadapannya secara bergantian.
"oh ayolah, jangan katakan bule ini mengajak mu kencan lagi Ale?"
Peter terbatuk saat mendengar kalimat menggelikan yang diucapkan Anna.
"siapa yang megajaknya berkencan?!" Peter berkomentar dengan alisnya yang terangkat sebelah. "aku hanya mengajak Ale untuk menonton film dibioskop"
"sama saja, dasar bodoh!" Anna menjawab sebal.
"itu jelas berbeda, Peter punya kekasih mbak, jika kau lupa itu" Ale berucap sambil menatap Anna "film itu, kebetulan aku dan Peter sama sama menyukainya." sambungnya pelan.
"benarkah? tapi kenapa aku merasa ada niat lain didalamnya?" Anna kembali berucap asal.
Aleisya menggelengkan kepalanya. Membuat Anna terkekeh. "oh ayolah, aku hanya bergurau"
Sedangkan Peter diam sambil menikmat coffe pahitnya. Memandang lurus ke luar jendela disampingnya.
Memikirkan sesuatu yang ia sendiri tidak tahu pasti apa itu.
Gracias.
jangan lupa VOTE COMMENTS, dan SHARE yaa guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
La La Land
General Fiction-"Jika menggenggam tangan mu adalah sebuah kesalahan besar, maka biarkan aku terus berdosa" -"My heart is telling you how much that I need you" Hidup seorang diri dipinggir kota metropolitan bermodalkan sebuah cafe klasik yang jauh dari kata mewah m...