Mikail Alexander Graham.

12 4 0
                                    

VOTE







-Cinta itu tumbuh secara perlahan, bukan datang tiba-tiba. Cinta butuh waktu dan proses untuk menentukan tuannya. Dan cinta ku memilih mu-






Keringat dingin yang menetes dari pori-pori tubuhnya membuat wajah gadis itu pias akan kesaitan yang sedari semalam ia tahan. Ia tahu kalau ia tak baik-baik saja. Hanya sikap keras kepala dan tak ingin merepotkan itu membuatnya menekan ego untuk beristirahat.

Aleisya melirik Anna, perut buncitnya kian membesar, Anna tak bisa bergerak leluasa seperti beberapa bulan yang lalu, waktu persalinan juga sudah ditentukan. Sekali lagi Ale meneguk salivanya berat, biaya persalinan Anna adalah salah satu hal yang ia khawatirkan.

Beberapa minggu belakangan cafenya tak ramai didatangi, entah apa sebabnya, tapi itu sudah berhasil memporak-porandakan keuangannya yang kini kian tak stabil. Belum lagi harga beberapa sembako yang melonjak dipasaran.

Kepalanya menunduk menahan pusing yang tiba-tiba menyerang. Semua objek terlihat samar.

Dengan sisa-sisa tenaga Ale merebahkan tubuhnya ke kursi, menyandarkan punggungnya lalu memejamkan matanya erat. Ia tak boleh roboh. Semuanya akan berantakan jika tiba-tiba ia harus jatuh sakit.

Kring..

Bunyi bel pintu samar-samar membuatnya dengan berat hati mengalihkan pandangan ke arah pintu. Pria itu.

Aleisya tak langsung berdiri dan menghampiri pria yang baru saja masuk itu, ia tak punya cukup tenaga untuk melakukan apa saja yang otaknya perintahkan. Tapi angin dingin itu menusuk tulangnya ketika selangkah demi selangkah jarak mereka terkikis kian mendekat.

Manik hitam pekat itu tak menunjukkan ekspresi apapun. Lalu tangannya digenggam erat, membuat Ale sedikit mengerang kesakitan. Ia tak tahu apakah suaranya akan terdengar tapi pria itu beraksi. Ia melonggarkan pegangannya.

"permisi Sir?" suara Anna membuat kedua orang yang bertatapan itu sadar.

"Ya Tuhan! Ale!!" Suara nyaring Anna memenuhi penjuru cafe yang lengang. Anna beringsut mendekati tubuh Ale yang terbaring lemah dikursi. Menatap wajah Ale yang makin pucat dengan keringat dingin yang membasahi kemeja coklat nya.

"Ale, kau kenapa" suara Anna tercekat.

Pria itu, menarik tubuh Ale untuk masuk kedalam gendongannya tanpa memperdulikan pukulan lemah Aleisya di dadanya atau bahkan teriakan panik Anna padanya.

"bereskan kebutuhannya untuk dirumah sakit" hanya itu lalu menghilang dibalik pintu.

Anna tergerak panik menaiki tangga untuk mempersiapkan kebutuhan Ale, pria itu benar, Ale butuh dokter sekarang. Tangannya dengan cekatan mengumpulkan beberapa pakaian yang nanti akan dibutuhkan Ale sebelum tangannya berhenti bergerak.

Matanya menatap pintu kamar panik.

"siapa pria itu?!"
























Redup, aroma asing yang sangat familiar dihidungnya membuat Aleisya dengan enggan membuka kelopak matanya. Hangat matahari sore solah bisa mengenai tubuhnya dari balik jendela yang sengaja dibuka.

Tubuhnya masih lemah, tenggorokan dan kerongkongannya terasa sakit. Tadi pagi, ia masih ingat apa yang sudah ia lalu hari ini sebelum akhirnya jarum suntik itu menembus kulitnya.

Pria asing yang menggendongnya dan yang membawanya ke tempat ini masih tersimpan baik di memori ingatannya. Ia masih ingat dengan pasti aroma mint pria itu.

"bagaimana?"

Ale melirik ke sebelah kanan, pria yang sama tengah menatapnya. Wajah tampan itu bagaikan lukisan Yunani kuno yang penuh dengan keanggunan yang jantan. Pria sama yang menemuinya ditaman saat ia menangis.

"thank you sir" hanya itu dan berhasil membuat Ale menyingitkan wajahnya menahan sakit karena terlalu memaksakan diri.

"jangan membuatku selalu khawatir" Pria itu memasukkan tangannya ke saku celana.

"siapa" Ale menahan sakit itu dengan keras "nama mu?"

Pria tampan dengan aura kelam nya menunduk mendekatkan wajah mereka. "Mikail" bisiknya parau lalu mengecup lembut kening Ale.














GRACIAS

Dont forget to VOTE,COMMETS and SHARE :)

La La LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang