The second we meet

14 3 0
                                    

VOTE









Mentari pagi menyinari bumi dari ufuk timur, canda gurau dan dentingan alat dapur sesekali menemani keduanya. Aleisya dan Anna melakukan kegiatan rutin seperti biasanya. Senandung riang Anna ikut membuat Aleisya tersenyum simpul.

Gadis itu kembali seperti semula, seolah tak pernah terjadi apapun padanya. Luka dihati yang baru kemarin dirasakan kini ia tutup rapat kembali.

"mbak, nanti biar aku aja yang kepasar" ucapnya dengan tangan yang menggenggam lap piring.

"loh kok gitu? sekarang kan giliran mbak yang kepasar, kamu juga udah beres-beres dari subuh tadi" Anna membalikkan badannya menghadap Aleisya. Gadis yang ditatap hanya memberikan senyum tipis.

"ya, aku juga nanti mau mampir ke satu tempat dulu, jadi mbak bisa istirahat dulu sampai aku datang" jelasnya.

Wajah cantik itu tampak enggan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

"yaudah, hati-hati yaa" Anna kembali menghadap kulkas, merapikan isinya.

Sebenarnya ada sesuatu yang tengah disembunyikan Ale padanya, Anna tau itu. Cukup mudah baginya membaca pikiran Ale hanya dari menatap wajahnya yang seperti membaca sebuah buku yang terbuka.

Gadis itu terlalu polos dan tak mahir dalam berbohong. Tapi sekali lagi, Anna menghargai privasi Ale. Setiap orang pasti punya hal yang tak akan mampu ia beritahukan pada orang lain, sekalipun mereka sangat dekat.

"mbak, aku pamit mau pergi sekarang." Anna kembali membalikkan tubuhnya menghadap Ale yang sudah siap dengan tas salempang dibahunya. Rambut panjang hitam itu diikat kuda, dengan celana jeans dipadukan kaos biru polos, dan sniker putih andalannya. Ale memang tak secantik wanita kota, tapi gadis itu punya kharismanya sendiri.

"cepat banget Ale, kamu hati-hati loh" Anna menyandarkan tubuhnya dipantry.

"haha, iya mbak, biar nga keburu panas"cengirnya. Walaupun tersenyum Anna tahu ada hal yang disembunyikan dibalik senyum itu. "mbak istirahat aja dulu keatas sana" lanjutnya. Ale keluar dari cafe tanpa menunggu jawaban dari Anna.

Berlama-lama dengan Anna bisa-bisa semuanya terbongkar. Ia sudah berusaha dengan keras untuk menutupi kegaduhan dihatinya.

Jika diingat-ingat ia tak pernah beruntung dalam hal percintaan, apa dulu ia dikutuk ya?

AH

Gadis itu berjalan menyusuri jalan setapak di ujung simpang, tak jauh dari cafenya ada sebuah ayunan yang tersangkut pada sebuah pohon besar yang rindang. Kalau sore hari banyak ibu-ibu dan anak-anaknya bermain menghabiskan waktu disini. Dan ia disini, duduk di bangku ayunan yang hanya muat satu orang.

Entah sejak kapan, tapi tempat ini memberikan satu sensasi dihatinya. Aleisya tak dapat pungkiri bahwa ia bisa menangis dengan kencang disini tanpa takut ketahuan. Kaki panjangnya berayun-ayun, semilir angin menerpa wajahnya dengan lembut.

Gadis itu kembali bersedih, air matanya tak dapat dibendung lagi. Ia menyedihkan sekali.

Karena terbiasa sendiri jadi semuanya ia lakukan serba sendiri. Menangispun ia hanya bisa sendiri.

Bukan karena cinta sepele yang selalu saja mematahkan harapannya, tapi setiap kecewa itu menangkupnya, rasa rindu pada keluarga juga ikut menghantuinya, membebani pundak rapuhnya. Gadis itu terisak pelan.

bodoh! kau kan dulu sudah pernah berjanji untuk tidak akan mengulangi kesalahan yang sama! Jangan pernah jatuh cinta lagi Aleisya kalau kau tahu akhirnya kau akan selalu dicampakkan! mengecewkan! ceroboh! bodoh! hiks ucapnya pada diri sendiri

"masih terlalu pagi untuk menangis,nona" bariton berat itu membuat Ale mendongkak kaget.

Gerak tangan nya terhenti saat akan meghapus air mata diwajahnya. Pria itu sudah terlebih dahulu menghapus air mata Ale.Dengan posisi berjongkok dihadapannya Ale merasakan aura kelam yang menyelimuti pria asing dihadapannya itu.

"jangan menangis sendirian, kau bisa mati bunuh diri lama-kelamaan" entah itu ejekan atau malah kalimat yang peringatan.

"siapa kau?!" Ale memundurkan tubuhnya menjauh.

Pria itu mendecak sebal.

"ah! apa wajah tampan ku sangat mudah dilupakan?"

Pria itu berdiri tegak, postur tubuhnya yang jauh lebih besar dari Ale seakan siap meremukkan tubuh kecil Aleisya. Gadis itu menatap ngeri manik hitam sepekat malam itu. Pria dengan setelan jas hitam mahalnya yang melekat pas ditubuh kekarnya.

"sudahlah, kau mengecewakan." ucap pria itu lalu melenggang pergi.

"HEY!" Ale berteriak memanggil pria asing yang berjalan menjauh.

"jangan menangis sendirian lagi jika tak mau segera ku cekram"

Terdiam. Aleisya tiba-tiba saja merinding mendengar kalimat mengerikan yang keluar dengan santai dari bibir pria asing yang kini sudah masuk kedalam audi hitamnya.

Pria itu menurunkan kaca mobilnya kemudian menatap dalam wajah Ale.

Ah sialan! kenapa harus menangis didepanku!

Lalu menekan gas, meninggalkan Ale dengan raut bingungnya.

Tunggu, kenapa manik itu terasa tidak asing?




























GRACIAS

Dont forget to VOTE, COMMENT,AND SHARE\ FOLLOW ME

La La LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang