Anesthesia

7 3 1
                                    

VOTE






-Sesuatu yang menghilangkan rasa sakit  dan  yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh sesuatu yang indah tapi mematikan. Racun sekaligus obat penawarnya-








Aleisya menatap kosong pada langit-langit kamar yang bewarna putih pucat. Tadi Anna datang membawakan perlengkapannya dan dua buah bungkusan berisi bubur ayam kesukaannya. Anna menceritakan kejadian yang sempat ia lupakan sebelum berakhir di ruangan ini.

Anna masih sempat sempatnya mencemaskan Ale padahal dirinya sendiri juga harus berkonsentrasi dengan persalinannya sebentar lagi. Saat Anna datang, pria itu, Mikail tak ada.

Setelah apa yang ia lakukan pada Ale semalam, membuat keduanya tak bisa memejamkan mata sedetik pun karena sibuk menenangkan debaran jantung mereka. Lain hal nya dengan Ale, Mikail dapat dengan mudah mengendalikan raut wajah nya menjadi datar dan dingin.

Seolah yang ia lakukan tak berarti baginya. Pagi-pagi sekali Mikail menyelinap keluar dari ruang rawat dengan mantel hitamnya. Semalaman Mikail duduk di sofa menemani Ale yang tak bisa terlelap.

Dan sampai detik ini, pria itu tak kembali.

Namanya Mikail, pria itu jelas bukan orang pribumi dengan postur tubuh tinggi tegap yang ia miliki, kulit putih pucat, hidung bangkir dan logat bahasanya. Hanya manik kelam itu yang menenggelamkan  Ale dalam hitamnya malam.

Tak banyak kalimat yang keluar dari mulutnya, Mikail seperti punya suatu ruang tersendiri dalam dirinya yang tak dapat disentuh oleh sembarang orang. Aura dingin yang selalu melingkupi tubuh nya juga menjadi salah satu alasan utama Aleisya tak berani melontarkan seribu pertanyaan yang bersarang dibenak kecilnya.

Seperti "kenapa kau menolongku?"

"apa kau mengenalku sebelumnya?"

"kenapa kau menciumku?!"

"apa kau menyukai ku?"

atau

"apa kau yang akan membayarkan biaya rawat ku ini?"



"apa kau memikirkan ku Miss?"

Suara itu membuat Ale memiringkan kepalanya cepat. Melihat pria itu tengah berdiri didepan pintu dengan senyum khasnya. Ale tertegun.

"aku mendengarnya dari Anna, kau membuatku khawatir Ale"

Aleisya masih setia dengan keterkejutannya yang tampak jelas dari raut wajahnya.

"astaga, tidak usah terharu,aku memang teman yang baik karena telah menjenguk mu" ucapnya lalu mengelus lembut kepala Ale.

"Pe... Peter"hanya itu.

Bukan Peter yang ia pikirkan, tapi kenapa pria ini datang?Ale bahkan nyaris melupakan masalahnya dengan Peter.

"bukankah kau akan pergi?" Ucapnya setengah tak sadar.

"apa?" Peter menoleh lalu kembali melanjutkan gerak tangannya yang menyusun beberapa buah yang ia bawa dimeja sebelah ranjang rawat.

"Stefanie, bukankah kau akan menemuinya di negara asalnya?" Ale menahan sakit dihatinya saat melontarkan kalimat itu, seperti sengaja melukai hatinya sendiri.

Peter tersenyum lembut, tak mengalihkan perhatiannya pada setumpuk buah.

"tidak, kurasa kau lebih membutuhkan ku sekarang" ucapnya lancar.

Aleisya nyaris tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Sedangkan Peter berucap seolah itu bukanlah masalah besar.

"makan ini" Peter menyuapi sepotong jeruk manis pada Ale. Membuat gadis itu tersipu, ia luluh karena kelembutan yang selalu Peter berikan padanya.

"kau harus makan yang banyak Ale, lihatlah kau makin kurus beberapa bulan belakangan ini" Peter berucap sambil terus menyuapi Ale dengan jeruk, pria itu juga sesekali menyuap jeruk untuknya.

"aku tahu" balas Ale.

"Jadi siapa orang yang dikatakan Anna yang membawamu ke sini?" Peter bertanya

Aleisya seolah tersadar dengan keberadaan Mikail yang tak menunjukkan keberadaannya dari tadi.

"seseorang yang tak akan kau kenal" jawabnya asal. Aleisya juga tak akan bisa menjelasakan siapa Mikail baginya. Pria yang sudah beberapa kali ia temui, tapi ia baru tahu nama Mikail malam tadi.

Peter akan menyerangnya dengan ribuan pertanyaan jika tahu kebenarannya.

"lalu, bagaimana dengan hubunganmu dengan Stefanie?" Harap harap cemas. Ale senang dengan kenyataan bahwa Peter tak jadi pergi demi dirinya.

"baik" ucapnya lalu menyuapi Ale lagi "aku sudah melamarnya sehari setelah bercerita dengan mu" jelasnya.

Ale terbatuk mendengarnya,entah ia tersedak karena jeruk yang masih berada dimulutnya atau ditampar kenyataan dengan penjelasan Peter yang membumi hanguskan harapannya yang baru saja tumbuh.

"Ya Tuhan Ale, baik-baik makannya..... seperti anak kecil.....dasar... apa kau mendengarkan ku?" Aleisya mengabaikan ucapan Peter.

Ia bahkan tak mendengarkan kalimat Peter dengan baik, membuang muka menatap pintu untuk mengindari tatapan Peter. Tapi apa yang ia temukan disana. Pria dengan manik pekat itu tengah berdiri menatapnya tajam.

Tanpa pikir panjang,atau karena tersulut kalimat Peter yang meremehkannya seperti anak kecil, Aleisya meluruskan tangannya berusaha menjangku Mikail yang masih berdiri diambang pintu menatap pria itu dengan senyum dibibir merahnya.

"kau sudah kembali" ucapnya lembut.

Membuat Peter membalikkan badannya menatap arah pandangan Ale. Menemukan pria asing berdiri disana dengan raut wajah datarnya tapi aura itu, Peter tersenyum gugup.

"jangan salah paham, aku hanya teman nya" Peter berucap, tanpa menyadari Ale yang terluka oleh kalimatnya.

Mikail menangkap raut sedih itu, lalu berjalan mendekat. Aleisya meraih tangan Mikail lalu menggenggam erat tangannya. Membuat Mikail maupun Peter menatapnya.

"dia kekasihku"

















GRACIAS

Please don't forget to VOTE COMMENTS AND SHARE 💋

La La LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang