Untitled

10 3 0
                                    

VOTE








Tidak ada yang tersisa, hanya detik jarum jam yang berdetak setiap detiknya. Mata yang sedari tadi ia perhatikan masih setia tertutup rapat. Beberapa jam yang lalu seorang perawat memberikan obat tidur, sebenarnya sebarapa parah derita yang ia tahan selama ini?

Aleisya dengan wajah polos itu dengan berani mengklaim bahwa ia adalah kekasihnya. Memikirkan wajah tegang Aleisya saat mengatakan itu membuat Mikail juga mengingat bagaimana terkejutnya pria yang dipanggil Ale 'Peter' itu mendengarnya.

Senyum tipis muncul diwajah datarnya.

Mikail mendekatkan diri pada tubuh 'sang korban'nya. Ah, melihat wajah tenang gadis yang kini tengah berbaring itu membuatnya mengusap bibirnya sendiri. Bulu mata yang melentik, hidung kecilnya dan bibir pink nan ranum itu membuatnya tak sabar untuk segera bermain dengan drama yang sebentar lagi akan dimulai.

"kau yang menjebak dirimu sendiri cantik" bisiknya parau tepat ditelinga Ale.

Lalu mengecup kilat kening Aleisya.

"jangan menyesal"

Tepat setelah mengatakan kalimat itu pintu kamar terbuka. Memperlihatkan seorang wanita dengan perut buncitnya melangkah masuk dengan senyum canggung.

Mikail hanya diam, memperhatikan gerak gerik wanita berambut merah itu yang semakin mendekati ranjang pasien.

"Apa Ale tertidur?" tanya nya

"kau bisa liat sendiri" ketus nya lalu kembali ke sofa disudut ruangan, tempat yang ia gunakan untuk memperhatikan gerakan-gerakan yang akan dilakukan Aleisya.

Anna menatap punggung Mikail dengan alis berkerut samar, apa dia pria yang dimaksud Peter? Mana mungkin!

Tangannya terulur untuk menyentuh kepala Ale, mengelusnya pelan dan sayang. Aleisya pasti sangat kelelahan akhir-akhir ini, sampai gadis kuat itu drop dan terbaring lemah di sini. Anna melihat tubuh Aleisya yang sayangnya baru ia sadari kini makin kurus.

Walaupun Ale dirumah sakit, ia tetap membuka cafe untuk mencari uang, walau tak selama saat Ale masih ikut bekerja, setidaknya nanti saat Aleisya keluar dari rumah sakit, gadis itu tak harus meminjam uang pada renternir untuk biaya rawat inapnya.

"kapan kau akan melahirkan?" suara berat itu membuat Anna mengalihkan matanya menghadap sumber suara.

Pria bermata kelam itu tengah menatapnya dengan aura menakutkan yang ia pancarkan, membuat Anna meneguk salivanya sendiri sebelum akhirnya menjawab lemah.

"beberapa minggu lagi, aku tidak tahu pastinya"

Mikail memperhatikan perut Anna yang memang sudah sangat besar.

"apa jenisnya?" seringan bulu, Mikail kembali bertanya seolah ia tak bersalah dengan gaya bahasa yang ia gunakan untuk bertanya.

Tapi Anna memahami itu, dulu sekali ia sudah sangat berpengalaman untuk berurusan dengan pria arogan seperti Mikail.



"mereka kembar" Anna mengusap perutnya "aku tidak tahu jenis kelaminnya, sengaja tidak mencari tahunya" lanjutnya sambil tersenyum lemah. Matanya kemudian kembali menatap Aleisya.

"Ale pernah menebak akan ada bayi laki-laki dan perempuan nanti" Anna menggenggam tangan Ale "tapi ku harap apapun nanti, mereka tidak ikut membebani Ale terlalu banyak"Anna meneteskan air matanya.

Mikail melihat itu, dan ia  hanya diam.

"Aku takut sekali merepotkan Aleisya berkali-kali, gadis ini berhak bahagia tanpa menanggung beban lagi, tapi sepertinya bebannya akan bertambah dengan kelahiran mereka" Anna melanjutkan kalimatnya.

"jangan menjadi seperti pria bajingan itu" suara berat Mikail membuat Anna menatapnya.

Pria itu berdiri dari duduknya "kau harus bertanggung jawab untuk anakmu" lalu melangkah pergi meninggalkan Anna yang menundukkan kepalanya, meraung menangis.

Wanita itu menangis sejadi-jadinya sambil menahan isakannya. Menggenggam tangan Aleisya dan terus mengucapkan kata maaf.

Tanpa menyadari Aleisya ikut meneteskan iar matanya, ia mendengar itu semua, semuanya.












GRACIAS
DONT FORGET TO VOTE COMMENTS AND SHARE 💋

La La LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang