Ketakutan

150 8 12
                                    

(masih) Mei 2009

"Bintanggggg...." Monica dan Ruth datang pagi-pagi ke rumahku dan langsung masuk ke kamarku. Kebiasaan mereka setiap pagi begitu meletakkan tasnya di kelas. Ohya, aku memang tinggal di sekolah. Ayahku salah satu pegawai di sekolah ini sekaligus tukang jaga malam. Sementara ibuku membuka kantin, yang tergabung dengan rumah.

"jangan berisik, masih pagi" ujarku yang sedang memasukkan buku pelajaran ke tas.

Ruth dengan sigapnya langsung mengambil catatan matematika ku. "jangan dimasukin dulu, PR nomor 9 jawabannya apa? Aku gak ngerti sebenarnya itu soalnya mau apa?" Ruth dan monica tidak memedulikan ucapanku, mereka malah fokus melihat catatanku. Seolah bukuku adalah kunci jawaban untuk setiap soal.

"Pak Edy kemarin belum ngejelasin, itu harusnya kita cari dulu faktorialnya berapa baru bisa disederhanakan" jelasku singkat dan berlalu, meninggalkan mereka yang fokus sekali memerhatikan jawabanku, ku hampiri ibuku yang sedang memasak, mempersiapkan jualannya.

"Ma, aku pamit ke kelas ya" ucapku sambil ku cium tangannya.

"iya, nanti jam istirahat jangan terlambat datangnya. Bantuin mama jaga kantin."

Ku balas dengan anggukan singkat, yang kemudian bel sekolah berbunyi tanda semua siswa harus berkumpul di lapangan sekolah. Apel pagi.

Para siswa berlarian menuju lapangan, menyusun barisan. Ruth dan Monica mendahuluiku menuju lapangan, sementara aku mnyempatkan diri meletakkan tasku di kelas.

Saat semua siswa sudah berbaris dengan rapi, Mic diambil alih oleh Kepala Sekolah.

"Selamat pagi, anak-anak. Ibu hanya ingin menyampaikan beberapa poin. Yang pertama, ini sudah bulan mei, awal bulan depan, kita akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Segera dipersiapkan dengan baik jika ingin nilainya meningkat."ucap Kepala Sekolah ku yang kami kenal tidak suka berbasa basi.

"yang kedua, Ibu mengucapkan terima kasih kepada Bintang, yang telah mewakili sekolah kita dalam ajang kompetisi story telling se-kabupaten, kemarin. Untuk tahun depan, ibu harap kita bisa lebih baik lagi dengan setidaknya ada diposisi ketiga."

Kalimat itu rasanya membuatku ngilu. Mereka tidak pernah tahu bagaimana aku berjuang, mengusahakan yang ku mampu. Aku hanya tertunduk, tidak berani kutatap kedepan, tempat para guru berbaris juga menghadap kami. Dalam hati, aku mengutuki Kepala Sekolah atas kalimatnya. Sangat tidak bijak mengatakannya di hadapan semua orang. Bukankah itu sama saja mempermalukanku? Jika memang motifnya adalah memotivasi adik kelas supaya mampu juara di kompetisi tahun depan, bukankah lebih baik dia mengatakannya langsung kepada Sri? Toh sudah jelas, yang akan maju tahun depan adalah Sri. Ingin rasanya aku berteriak, memaki guru yang mendadak sekali memberitahuku soal kompetisi itu. Dia bahkan tidak membantu apa-apa. Aku menyiapkan semuanya sendiri. Kutahan air mataku. Tidak lucu jika harus menangis di barisan seperti ini. Aku Bintang, anak penjaga sekolah yang menjadi siswa teladan di sekolah. Tidak ada satupun siswa di sekolah ini yang tidak mengenalku. Walau aku tidak tahu yang mereka pikirkan saat mendengar namaku.

"Tuhan, semoga dia tidak mendengar apapun yang dikatakan oleh kepala sekolah hari ini." Doaku dalam hati, ngilu. Bayangan-banyangan menyeramkan sontak masuk ke dalam pikiranku. Kata-kata penghakiman, intimidasi, cacian, seperti air yang ditumpahkan ke dalam pikiranku. "Tolong aku, Tuhan."

*************************

"Jadi, bedanya otot jantung, otot polos dan otot lurik itu ada macam-macam dilihat dari berbagai aspek. Dari cara kerjanya, dari bentuknya, otot mana yang akan bekerja dengan atau tanpa perintah dari saraf kita. Ditabel ini bisa dilihat dengan jelas ya," ucapku mengakhiri penjelasanku di kelas. Hari ini bu Mei, Guru biologiku tidak masuk, dan aku ditugaskan menggantikan beliau melanjutkan materi pelajaran.
Sudah kebiasaan di kelas kami jika itu matematika, fisika dan biologi, teman-temanku ingin aku yang menjelaskan. Mungkin membuat mereka nyaman. Aku tidak tahu. Tapi aku juga tahu, ada yang tidak suka denganku, bahkan sangat membenci, karena guru terlalu mengistimewakanku. Salahkah kalau aku bisa?

LETTING GOWhere stories live. Discover now