Sandara. Tidak diketahui, Mei 2048
"apakah perintahku kurang jelas!?" kesadaranku berangsur-angsur berkumpul "setiap target harus dalam kondisi sehat dan tidak sekarat"
Ada apa? Kenapa suara itu membentak? Terlalu kencang. Bisakah kamu mengecilkan suaramu?
"untuk apa? Mereka juga akan disiksa di sana! Yang penting kita mendapatkannya"
Arrgh, sial. Aku berusaha keras bangun. Sekujur tubuhku terlalu linu.
"mereka bukan disiksa tetapi sedang diuji" suara itu berdesis "cepat pergi"
Aku pernah merasakan sakit yang sama dan lebih dari ini. Ini bukan apa-apa.
Ruangan itu hanya berukuran 2x3 meter persegi. Dengan satu lampu penerangan, setiap sudut ruangan sudah terlihat. Terdapat satu ranjang, lemari kecil di samping ranjang, satu meja, dan satu kursi. Sebuah kipas putar menempel di langit-langit, dan sebuah exhaust di atas pintu. Tanpa ventilasi, semua sirkulasi udara keluar masuk dari pintu dan exhaust. Aroma bangunan baru tercium jelas: percampuran antara semen dan cat tembok. Mungkin kamar ini baru dibangun sekitar 6 bulan lalu, karena tidak bersirkulasi, aroma bahan bangunan masih mengendap.
Kucoba menapakan kaki di lantai. Dingin. Menghantarkan beku. Otot kaki terasa sakit ketika berkontraksi. Sial, mereka belum mengambil peluru di tubuhku.
Kucoba berdiri di atas kakiku. Sakit dan rasa kebas menyengat tungkai kakiku.
Kaget dengan pergerakanku, Phlox paruh baya yang tadi membentak rekannya, bersiaga. Dia mengacungkan sebuah jarum suntik.
Tanpa sadar seringai menghiasi wajahku. Yang benar saja, membela diri dengan jarum suntik? Pria paruh baya itu mengingatkanku kepada Ayah. Ayah juga seorang phlox. Mengingat fakta tersebut, aku seakan kehilangan tenaga. Aku terduduk di sebuah kursi. Gigiku bergemeletuk.
"tenang saja, aku tidak akan berusaha lari dan menyerangmu" desis ku sembari mengamati lengan atas tangan kananku "keempat tungkaiku sedang berdenyut panas, berusaha lari tidak akan menolongku"
Dahi pria paruh baya tersebut berkeringat. Jemarinya bergetar karena rasa panik. Aku bisa melihat fragmen-fragmen pikiran yang kacau ketika berusaha masuk ke dalam pikiran sang pria. Pola pikiran orang panik.
"terimakasih" ujarku dengan manis "kedua kakiku sudah dijahit"
Pria itu terperangah.
Sebelum aku berteman baik dengan Sakaguchi dan Brian, aku belajar sedikit mengenai psikologi. Salah satunya adalah keramahan selalu menang dalam kepanikan. Setelah akrab dengan Sakaguchi dan Brian, barulah aku memahami sedikit teori dibalik pernyataan tadi. Itu pula alasan mengapa Brian selalu tidak pernah berhenti berbicara dan berkomentar sampah di tiap misi. Yah, selain karena karakter bawel.
"Bisa bantu aku mengeluarkan peluru di lengan kananku?"
Dia tersentak, dan bergegas meletakan barang-barangnya di meja sampingku. Aku mengambil sebuah kain panjang, dan merobeknya menjadi sebuah bebat panjang. Saat sang pria sedang mencari sesuatu di sebuah tas, aku membebat tanganku dengan kencang di bagian atas dan juga bawah sekeliling area peluru.
"ngapain?" bingung dan kembali panik, pria itu kembali bertanya.
Aku merasakan rasa sengatan panas dan linu ketika kupaksa otot-otot lengan atasku bergerak. Tetapi dibalik itu, aku merasakan sebuah pergerakan peluru yang mencari jalan keluar.
"arrrg" berusaha keras kucoba menahan teriakan.
"stop" ujarnya "pelurunya bisa berpindah tempat"
![](https://img.wattpad.com/cover/167570612-288-k282219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 Mukjizat Waktu: Absolute (SELESAI)
Ficción General"Katakan, apakah ini langkah perang kalian?" "Aku baru saja melancarkan langkah perang, jika ada kejadian lagi, itu artinya bukan pihakku. Pikirkanlah, siapa yang kuancam tadi di ruang sidang, maka itulah pelakunya" Empat organisasi rahasia dunia:...