“Himawari!”
Ketiganya, Atsushi Kyouka dan Kunikida langsung berlari menghampiri raga yang jatuh di jalanan. Sebuah pemandangan yang mengerikan. Hima terjatuh terlentang, kedua mata masih terbuka dan darah mulai bertebaran di jalanan. Ia berbaring di kolam darahnya sendiri.
“Hima san ... Kunikida san, apa yang harus kita lakukan?!” teriak Atsushi panik, ingin rasanya langsung mengangkat tubuh perempuan itu tapi takut menyebabkan lebih banyak rasa sakit.
Kunikida menaikkan kacamatanya dan dengan tangan yang bergetar-mencoba tenang-menaruh jarinya di pergelangan tangan Himawari dan merasakan detakan yang mulai melemah.
“Kuni ...Kunikida ...” ucap Hima berusaha memanggil pria itu, mencoba memberitahunya sesuatu.
“Shh, kau akan baik baik saja, Himawari san.” Pria ini meletakkan tangan kiri Hima di atas perutnya dan kedua tangannya yang berada di pundak dan bawah lututnya, bersiap mengangkatnya. Dan semua usaha ini membuatnya harus menahan sakit bekas luka tembakan di lambungnya, “bertahanlah, aku akan membawa kita ke Agensi.”
“Berhenti ... sebentar...” saat Kunikida hendak mengkatnya, Hima mulai menutup matanya namun tangan kanannya terangkat ke bahu Kunikida untuk membuatnya berhenti.
“Ada apa, Hima san? Kita tak punya waktu, jika tidak kau akan ...” nanar Atsushi, begitu terpukul melihat keadaan seniornya yang berjuang untuk tetap sadar.
Hima melihat ke arah Atsushi, membuka matanya malas, tambah; ia juga tersenyum, “Tolong ambilkan permenku yang jatuh, Shushi kun.”
Semuanya menurunkan bahunya. Hanya sesimpel itu Hima menunda pengobatannya? Kunikida memunculkan ekspresi kesalnya dan mulai mengangkat tubuh perempuan kurus itu.
“Tinggalkan, Atsushi. Kita harus pergi, ada jalan rahasia dua blok dari sini.” Potong Kunikida dan mulai berbalik
“Atsushi, itu pemberian ... Ranpo nii ...”
Lama tak menemukan respon dan merasakan perempuan di gendongannya tak bergerak, Kunikida tau jika Hima sudah kalah dan masuk ke alam kritisnya. Atsushi yang bingung mau melakukan apa melihat pada Kyouka yang bahkan telah berlari kebelakang dan kembali lagi dengan sebuah permen berbungkus biru di tangannya.
Mereka mengangguk sebentar dan menyusul Kunikida yang sudah berlari, seperti sehat sehat saja tanpa luka yang mengganggunya. Saat mereka sampai di ujung blok yang gelap, Atsushi membuka pintu dan mempersilahkan Kyouka terlebih dahulu lalu ia masuk berikutnya.
Dengan sangat hati hati dan di bantu Atsushi di dalam, Doppo memasukkan tubuh Hima dan membiarkannya berbaring di kedua lengan di bocah harimau. Saat Kunikida masuk dan menutup pintu, ia jatuh berlutut dan merintih-memegang luka tembak di sisi kirinya.
“Kunikida san?!” cemas Atsushi, hanya bisa melihat sementara Himawari masih di kedua lengannya.
Melihat kedua teman sekantornya tidak bisa melakukan apa apa, Kyouka berlari kebelakang dan mengabaikan panggilan Atsushi yang keheranan dengan aksinya.
Saat Kunikida mulai merintih lagi, Atsushi semakin cemas pada lelaki bersurai blonde ini. Ia berharap atasannya ini tidak akan jatuh tertidur sama seperti Himawari, karna ia yakin ia dan Kyouka tak akan bisa membawa tubuh berat Kunikida.
“Apa kau baik baik saja, lukamu masih berdarah!” peringat Nakajima.
“Ini tidak apa apa,” ia merintih, melihat istri sang Dazai Osamu yang tertidur dengan wajah tenang, “Kita harus menyelamatkan Himawari terlebih dahulu.”
Pria silver ini menunduk, melihat surai pink seniornya yang runcing kini berantakan, wajahnya tertunduk lemas. Ia lalu memandang ke arah lelaki di depannya, menatap lebih dekat tanpa menghilangkan rasa paniknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reason Living : Dead Apple
Fanfiction[Part ke-2 dari 4 series Reason Living] |DEAD APPLE SPOILER WARNING!!!| Apa yang terjadi pada film perdana Bungo Stray Dogs jika Dazai Himawari turut ambil bagian? Bungo Stray Dogs : Dead Apple © Kafka Asagiri & Sango Harukawa