Epilog

245 11 3
                                    

Dazai Himawari tak ingat apa apa setelahnya.

Ia tak ingat pertarungan besar yang terus berlanjut antara Atsushi Kyouka dan Akutagawa melawan diri asli Shibusawa Tatsuhiko yang dibangkitkan kembali oleh Fyodor Dostoyevsky menggunakan pecahan kristal dari naga yang ia lawan tadi.

Ia juga tak ingat bagaimana Mukurotoride yang runtuh, hampir rata dengan tanah setelah pertarungan ia dan lainnya. Ia juga tak tau jika Yokohama akan di bakar habis jika ia tak membunuh naga besar itu oleh Organisasi Menara Jam di benua Eropa yang entah ada apa mencampuri urusan mereka.

Tapi itu sebelum cahaya pagi menyoroti wajahnya dan memaksanya membuka kedua matanya yang sedikit pudar. Ya, karna itu ia terpaksa merelakan keindahan emeraldnya terenggut, walaupun hanya sedikit.

Himawari membuka satu matanya malas dan menutupnya lagi sebelum merintih dan membukanya setelah beberapa kali berkedip. Sinar itu benar benar menyilaukannya. Tapi perhatiannya teralihkan begitu sebuah tangan berperban mengelus pipinya lembut.

Hima melirik ke atas dan melihat Dazai Osamu yang sudah kembali ke penampilan sehari harinya, tersenyum lembut ke arahnya. Surai kopinya bergerak tertiup angin pagi.

Dengan kedua netra chestnut yang berkilau cerah tertimpa cahaya, ia merona merah saat melihat istrinya bangun, “Ohayou, Hima chan. Semuanya sudah berakhir lho.”

Hima mengedip beberapa kali dan merona, semerah kepiting rebus saat melihat wajah Osamu yang begitu tampan di pagi hari. Inilah vitamin yang bagus di pagi hari selain vitamin D.

Ia menyadari jika ia masih dalam posisi munungging dan mencoba untuk duduk, tapi tangannya yang di gunakan untuk membantunya, sakit dan terasa terbakar saat mencoba menghancurkan kristal tadi. Dazai membantunya dan mereka duduk berdua seraya menghadap matahari pagi.

“Kau tau ini belum berakhir.” Hima berucap seraya melihat ke kedua telapak tangannya yang memerah bekas luka bakar. Kedua matanya menyipit saat memikirkan kedua tangan ini yang telah memporak porandakan Yokohama.

“Aku masih memiliki hutang untuk Yoko chan. Aku tak tau-aku tak tau jika tindakanku akan menghancurkan Yoko chan segini hebatnya.” Tambahnya, melihat Dazai Osamu yang menyaksikan fajar terbit di ufuk timur.

Wajahnya yang putih terpapar cahaya lembut. Ia lalu menoleh dan memandang Hima dengan senyuman manisnya.

“Tapi kau menyelamatkan saya. Ah~ itu tindakan yang sangat manis.”

Blush!

Da-damare, baka Ocha!” tak mampu menangani rasa panas di sekujur kulit kepalanya, Hima menutupnya dengan kedua tangan merahnya.

Dazai terkekeh puas dan menarik salah satu tangan itu ke pangkuannya. Ia mendekatkan pergelangan tangannya ke mulutnya dan mengigit ujung perbannya, lalu membuka ikatan perban itu. Hima yang sudah menstabilkan detak jantungnya melihat Ocha yang kesusahan untuk memasangkan perban di tangannya ke tangannya yang memerah.

Iapun mendekatkan tubuhnya dan membantu Dazai untuk melingkarkan perban itu di tangan kirinya dan mengikatnya. Setelahnya, ia mengenggam tangan suaminya yang menggenggam tangan Hima di bawahnya.

“Apa menurutmu Yoko chan akan marah padaku? Aku pasti sudah menjadi buronan sekarang. Menghancurkan Yokohama dalam satu malam?” kekeh Hima, memandang Dazai dengan senyumannya.

Dazai menaut dan melihat tangan mereka yang bersatu, “Jika tanganmu pernah menghancurkan sebuah kota, maka tangan saya pernah membunuh separuh penduduk kota.” Ia menatap Hima dengan seringai nakalnya, “Menurutmu apa jadinya anak anak kita nanti ya?”

“Dia akan bodoh dan menjadi pemboros perban seperti ayahnya dan ceroboh seperti ibunya. Apa kalian sudah selesai di sana?”

Hima dan Dazai yang merasakan kehadiran seseorang memandang ke samping dan melihat Chuuya yang muncul dari salah satu reruntuhan Mukurotoride. Ia menutup matanya dan menyandarkan tubuhnya malas di dinding.

Reason Living : Dead AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang