Chapter 9

1K 98 42
                                    

Blush....

"Lucy, kenapa wajahmu memerah?" tanya Happy. "Waaa! Kepala Lucy juga berasap! Natsu, Lucy kebakaran!" Happy memekik panik dan mencoba meminta pertolongan Natsu. Namun, pemuda itu juga sama keadaannya di bawah sana. Blushing.

"Woaa! Natsu juga!"

"Ha-Happy, aku tidak apa-apa. Hanya sedikit kepanasan," ujar Lucy sembari mengipasi wajahnya yang memerah. Kemudian, gadis itu bangkit dan mengambil air minum di atas meja kerjanya. Sembari meneguk air putih itu, Lucy melirik Natsu yang masih meringkuk di lantai.

Blush. 'Ke-Kenapa wajah Natsu merah begitu? Jangan-jangan...," batin Lucy, wajahnya kembali merona.

"Kenapa ada Happy, sih?" tanya Natsu, pelan.

"Hah? Aku kan juga ingin dengar ceritanya, Natsu!" teriak Happy kesal. Namun, entah ilham dari mana, Lucy merasa maksud Natsu adalah Happy yang ada di ceritanya. Uap panas pun kembali mengepul di atas kepala Lucy.

"A-ayo, kita lanjutkan ceritanya! A-aku ingin segera tidur!" gagap Lucy. Saat berjalan, tubuhnya kaku bagai robot dan jantungnya terus berdetak kencang.

"Se-se-sementara itu...."
.
.
.
.
Rogue menyaru di kegelapan. Pakaiannya yang sekelam rambutnya terlihat bagai bayangan. Pemuda itu mendongak menatap ke menara tertinggi. Dua sosok berdiri di sana. Menatap ke arahnya, tapi, sama sekali tidak menyadarinya. Lalu, dengan langkah sepelan desau angin, Rogue pergi.

"Bagaimana?" tanya Pangeran Negeri Utara, Sting.

Rogue melepas jubah hitamnya sebelum menjawab, "Putri masih di sana dan sepertinya baik-baik saja. Monster itu belum melakukan apapun padanya."

Sting mengangguk. "Ya, belum. Namun begitu, kita harus percepat penyelamatannya."

"Ya. Melihat kekuatan Monster itu, setidaknya kita harus membawa 100 prajurit terbaik," ujar Rogue.

"Ahh... Semenyeramkan itukah dia, huh?" Sting menaikkan sebelah alis pirangnya, penasaran.

Rogue tampak berpikir. "Kalau kau bertanya tentang sosoknya, yah, dia bisa dibilang tidak semenakutkan monster-monster yang telah kita bunuh," jelas Rogue, "dia hampir terlihat seperti manusia, tingginya juga tidak terlalu tinggi. Hanya saja dia memiliki sayap, tanduk juga ekor. Kulitnya juga bersisik seperti naga di dongeng-dongeng."

Sting mengangguk paham.

"Tapi, dia memiliki aura jauh lebih gelap. Itu sebabnya aku yakin butuh banyak pasukan untuk membunuhnya," lanjut Rogue.

Sting hanya tersenyum kecil menanggapinya, dia pun berkata, "tidak. Seperti yang kau bilang, 100 prajurit saja cukup. Karena tetap saja aku yang akan membunuh Monster itu."
.
.
"Ne.. Happy, kira-kira apa yang terjadi padaku? Aku selalu merasa aneh akhir-akhir ini," curhat Natsu pada kucing biru itu, diangkatnya tinggi-tinggi Happy. Tentu, Happy hanya mengeong.

"Hee? Apa maksudmu itu?" Natsu mengerutkan alisnya, bingung. "Na-na-nani? Apa maksudmu dengan cinta? Apa itu bisa dimakan?" lanjut Natsu sok polos.

"Nyaa?..."

"Serius! Aku tidak tahu apa itu cinta," ujar Natsu kekeh.

"Nyaaa nyaa.."

"Hmmm, masuk akal juga, tapi, aku masih belum mengerti. Apa aku harus menanyakannya juga pada Luce?" Natsu terlihat berpikir keras. Diturunkannya Happy ke pangkuannya.

"Nyaaw!"

Natsu pun bangkit setelah merasa diyakinkan oleh Happy. Dengan sebelah tangan memangku kucing itu, Natsu bangkit dari tempat tidur gantungnya hendak menemui Lucy. Namun, baru sampai pintu kamarnya Natsu berhenti.

Fairy Tail: Beauty and The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang