Ada seseorang yang menahan diri untuk tidak terlihat peduli. Ada seseorang yang berusaha membunuh perasaannya dan berlagak tidak memiliki perasaan apa pun. Ada hati yang diam-diam terluka karena hanya bisa melihat dari kejauhan tanpa mampu menunjukkan perasaan yang sesungguhnya.
Nara memperhatikan seseorang itu dari kejauhan. Ya, dia Sakti Pranaja. Dia memasuki gerbang sekitar lima detik yang lalu, bertepatan dengan saat Nara sedang memikirkannya. Selalu saja begitu. Ketika dia sedang memikirkan, entah kenapa tiba-tiba Sakti selalu muncul hingga tertangkap oleh retina secara kebetulan.
Deg
Jantungnya berdebar hebat ketika Sakti mulai menghampiri ke arahnya. Nara sangat salah tingkah dan memilih untuk mengalihkan pandangannya ke segala arah. Di luar dugaannya, ternyata Sakti bukan untuk menghampirinya, melainkan hanya melewati Nara begitu saja tanpa menyapa atau pun tersenyum seperti dulu.
Ah! Bahkan dia lupa. Pantas saja Sakti berjalan ke arahnya. Bukan untuk menghampirinya, namun saat ini saja Nara memang sedang berada di depan pintu kelasnya.
Nara terdiam di tempat merutuki kebodohannya. Mana mungkin Sakti akan menghampiri, tersenyum, dan menyapanya? Padahal dulu, dia pernah bilang bahwa setelah putus harus tetap menjadi teman baik.
Hah? Boro-boro menganggapnya sebagai teman baik. Tersenyum dan menyapanya saja sudah jarang. Bukan jarang lagi, mungkin sudah tidak pernah. Kemarin saja, saat Nara pulang sendiri dan menunggu angkutan umum di halte dekat sekolah, Sakti melewatinya tanpa memedulikan Nara yang sedang sendirian. Dia terlihat santai mengendarai motor maticnya. Padahal Nara tahu, Sakti sempat melihat walau hanya dengan ekor matanya. Berbeda dengan dulu, Sakti tidak akan membiarkannya pulang sendirian. Dia selalu mengantarkannya jika dia tidak ada urusan. Perbedaannya sangat terpaut jauh dengan sekarang.
"Hey!"
Nara tersentak dan langsung tersadar dari lamunannya.
"Eh, Rezi. Gue kaget tahu. Lo bikin gue terkejhoet ya!" cibir Nara kesal.
Rezi terkikik, "Abisnya pagi-pagi gini lo udah ngelamun depan kelas. Nanti kesambet baru tahu rasa lo!" serunya sembari mulai berjalan memasuki kelas.
Nara teringat dengan tujuannya tadi untuk keluar kelas. Dia ingin menunggu kedatangan kedua sahabatnya untuk menanyakan password Wi-Fi yang sepertinya baru saja di ganti. Tapi sedari tadi, kedua sahabatnya tidak juga menampakkan diri di hadapannya. Sehingga malah Sakti yang tertangkap oleh retinanya dan tanpa sadar kembali mengambil alih pikirannya.
***
Kantin abah hari ini sangat padat. Hampir semua tempat duduk terisi oleh mereka yang kelaparan atau sekedar untuk bergosip ria.
"Pokoknya kalian hutang cerita sama gue!" protes Nara sembari menyedot minumannya.
"Kenapa tadi kalian bisa terlambat gitu?" lanjutnya.
"Ini tuh gara-gara Vita yang kelamaan dandan tahu, Na. Udah gitu motor yang dipakai gue sama Vita mogok lagi. Nyesel gue berangkat bareng lo, Vitak!" gerutu April dengan menatap Vita sinis.
Vita mendelik, "Eh nih ya, gak sia-sia gue dandan lama. Lagian motor gue mogok juga membawa keberuntungan buat gue. Lo tahu gak Na, tadi kita di tolongin siapa?"
"Siapa?" tanya Nara dengan menautkan kedua alisnya bingung.
"Kita di tolongin sama Radit. Iya kan, Pril? Gue senang banget, Na. Rezeki nomplok ini namanya!"
"Enak di lo, gak enak di gue, tai! Nih ya, Na. Masa tadi gue di suruh duduk di belakang mobil sendirian, sedangkan dia sama Radit di depan? Bayangin aja Na, gue serasa jadi nyamuk tahu gak!" seru April menggebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Comeback? ✓ [SUDAH TERBIT]
Teen FictionNara tetap berdiam di tempat yang sama. Tetap mencintai Sakti dengan sangat. Tetap setia menunggu Sakti kembali menjadi pelengkap hidupnya. Tapi bagaimana dengan Sakti? Masihkah dia ingin sendiri?